Pt.2| Mini Chapter 7 : The Truth Is...

Mulai dari awal
                                    

"Aku sudah berpikir berkali-kali tentang ini..." balasku, setengah mendesis.

"Pikirkan kembali isi perasaanmu, Fabian. Pikirkan... beri batasan, apakah perasaanmu muncul karena kita dekat semata? Atau itu memang perasaanmu yang sebenarnya? Jangan karena mamaku membuatmu terikat, kau jadi mengikat dirimu denganku. Sejak awal kita ini hanya orang lain. Kau bukan siapa-siapaku. Kita hanya terjebak keadaan..."

Raizel menyambung kalimatnya untuk kesekian kalinya, "Kalau di hatimu masih ada perasaan untuk Daryl, kau bisa kembali padanya. Aku akan berdoa agar kalian bahagia..."

"CUKUP..." tekanku. "Berhenti membicarakan Daryl. Aku tidak tahu cerita seperti apa yang sampai ke telingamu, Raizel. Tapi kau salah... Daryl yang mengincarku. Dia yang menginginkanku. Malam itu aku dibuatnya mabuk agar ia bisa melakukannya denganku. Sejak awal aku hanya menyukaimu. Sejak pertama bertemu waktu SMA... Sejak kau menangis sendirian di kelas dan aku menemukanmu... Aku jatuh cinta padamu... Hanya padamu..."

Kedua mataku terasa panas, emosiku menggelegar. Kedua mataku memandang nanar ke lantai. Lalu bulir air mataku membuat hujan di wajahku. Tanganku yang tadi bertengger di tubuh Raizel terlepas sendirinya. Aku terisak menutupi wajahku sendiri. Menyesali semuanya. Kalau saja aku bisa memberitahu Raizel tentang semuanya sebelum bedebah itu bicara duluan dan memutar fakta. Rasanya tidak akan sesakit ini.

-|❉|-

(Raizel)

Bolos... Hari ini aku dan Fabian sengaja tidak kuliah demi meluruskan beberapa hal. Beruntung mama sudah berangkat mengantar Boy pagi-pagi sekali. Kali ini Fabian juga tidak akan melaporkanku karena ini berkaitan dengannya.

Fabian sekarang duduk di sofa kamarku. Wajahnya suram meski disinari sinar mentari yang masuk dari jendela kamar. Mengejek pukul 9 pagi yang cerah dengan mimik sedihnya. Usahanya menceritakan semuanya di lantai bawah tadi berlumur tangisan, wajar kalau ia masih terbawa perasaan.

Aku duduk di sebelahnya, Ia langsung menoleh dan memegangi tanganku. Menelungkupkan telapak tangannya di atas tanganku yang dingin. "Kau pasti jijik denganku, sekarang..."

"Tidak... Aku malah kasihan. Aku tidak tahu kau 'dipakai' Daryl... Kalau aku jadi kau, aku pasti sudah menuntutnya..." pikiranku melayang ke perkataanya beberapa puluh menit lalu tentang dirinya yang terbangun dengan darahnya yang mengalir. Kesakitan. "Setidaknya sekarang aku mengerti kenapa satu hari setelah acara perpisahan itu kau tidak datang ke rumahku... Aku tidak tahu kalau kau..."

"Sudahlah...." Sabarnya.

"Jangan bilang seperti tadi. Kau tidak kehilangan jantanmu hanya karena malam itu. Kau adalah Fabianku. Laki-laki yang selalu sempurna untukku. Baik potongannya atau utuh. Kau tetap yang terbaik di mataku...." Fabian tersipu saat aku mengatakannya.

Fabian menepis pandanganku. "Tapi tolong... jangan jadikan aku perusak hubunganmu dengan Daryl. Beri dia kesempatan, dia seperti ini juga karena aku yang terlambat menuju dirimu..."

Aku menyengir. "Kalau kau bilang begitu, aku malah jadi berpikir kalau Daryl hanya pura-pura padaku. Bukankah kau juga berpikir seperti itu?"

"..." Fabian menunduk. Meski begitu aku tahu kalau ia berpikir seperti itu. Ia juga ragu dengan perasaan Daryl terhadapku.

"Kau mengenalku lebih lama dari Daryl mengenalku. Aku akan mempertimbangkan perkataanmu lebih dari perkataannya. Terimakasih sudah jujur tentang semuanya."

Fabian menarik wajahku ke wajahnya. Kedua tangannya ada di sisi kepalaku. "Untuk sementara bertahanlah.... Nikmati dulu hubunganmu. Aku yakin kau bisa memilih siapa yang terbaik untukmu. Aku akan menunggu..."

Aku memegangi tangannya, Fabian tersenyum manis padaku. Aku membalas senyumannya, "Kalau kau bilang begitu, aku akan terus di sisi Daryl. Melihat seperti apa dirinya, baru melepasnya..."

Kedua mata Fabian terlihat terhibur dan senang mendengarku. Aku melanjutkan kalimatku, "Tapi setelah Daryl, aku masih ada Martin. Aku punya firasat yang baik dengannya. Apa kau bisa menungguku selama itu? Bagaimana kalau perasaanmu surut seperti perasaanku?"

Fabian mengecup bibirku, lalu memandangku dari kedekatan. "Cinta sejati itu adalah saat kau melepaskan seseorang demi kebahagiaannya. Kalau nantinya kau bahagia dengan Martin, aku akan berbahagia untukmu. Tapi firasatku bilang, lambat laun kau akan kembali padaku. Ingat... kita masih punya paruh kedua, ketiga dan lainnya dalam hidup. Aku akan terus mengejarmu sampai kau keriput..."

"Gombal!" aku menamparnya main-main.

Fabian berhamburan ke tubuhku. Mendorong tubuhku lebih dalam. "Untuk sekarang, aku ingin menciummu. Aku rindu..."

Lalu apa yang terjadi semalam, terjadi lagi. Bedanya, kami sama-sama berpakaian. Tangannya tidak nakal seperti semalam. Aku merasakan setiap detak jantungnya. Dadanya yang bertaburan dentuman perasaannya untukku. Indah dan hangat. Aku nyaman di genggamannya. Aku tersadar... Fabian mencintaiku...

-|❉|-

Notice : Leave a love mark by hitting the vote button...

Twisted (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang