Pt.2| Mini Chapter 3 : Confrontation

1.6K 197 60
                                    

"Tante tidak akan membiarkan mereka satu kasur, kan?" tatap Daryl, menyelidik.

Tyara terkekeh. "Kau ini... ada-ada saja..." tangannya menebah udara. "Di atas kan ada ruang santai. Kalau Fabian tidak betah di kamar Raizel, tidurnya bisa pindah kesana. Di kamar Raizel juga ada sofa tidur, mereka tidak perlu sekasur."

"Lalu, kamarnya Fabian bagaimana, ma?" tanya, Raizel.

"Kalau itu mama tidak tahu. Mama belum ada dana untuk membangun kamar baru. Jadi, untuk sementara bersabarlah..." tenangnya. "Untuk sekarang, yang terpenting jadwal tidur Boy tidak terganggu..."

Fabian sedikit menunduk. "Maaf tante..."

Menepuk udara. "Tidak apa-apa. Kamu belajar larut malam juga dengan tujuan baik, kan. Bukan salahmu Boy mudah terbangun."

"Tapi tetap saja, tante... Saya tidak suka mereka satu kamar..."mendelik ke arah Fabian dan Raizel.

"Daryl, Daryl... Kau ini..." Tyara menggelengkan kepalanya sambil tersenyum maklum. "Mereka sering tidur sekamar dan tidak terjadi apa-apa, tuh. Toh Fabian tidak 'belok' sepertimu. Justru tante lebih takut kalau kamu dan anak tante berduaan. Kamu lebih berbahaya dari Fabian..."

Mulut Daryl menganga lebar. Tidak percaya dengan yang dikatakan Tyara. "Tante serius? Seorang Fabian? Lurus? Tante belum tahu saja aslinya dia seperti apa..." ejek Daryl. Tatapan sinisnya menghunjam Fabian yang tersenyum menang.

"Justru kamu yang berbahaya. Bertengkar saja pakai pukul-pukulan. Untung yang kamu pukul Fabian. Coba anak tante..." Tyara tidak melanjutkan kalimatnya, membiarkan Daryl menyimpulkan kalimat itu sendiri.

"Tapi tante... Aaarrrgh..." Daryl menggosok belakang kepalanya dengan tangan. "Kalau saja tante lihat tadi siang itu seperti apa..." Daryl mengacu ke kejadian sebenarnya. Mencoba memberi kode pada Tyara, meski tak mungkin bagi Tyara untuk mengerti maksudnya.

"Memang salah Fabian..." Fabian menatap ketiganya bergantian. "Wajar kalau Daryl marah..."

"Sudahlah... yang penting kalian sudah berbaikkan. Lain kali kalau hanya masalah uang, selesaikan dengan kepala dingin, jangan pakai kekerasan. Dan kamu!" menunjuk Fabian. "Kalau butuh uang bilang saja sama tante. Raizel juga pasti membantumu. Jangan terlalu sungkan..."

Sekarang ketiganya membuang muka. Merasa bersalah karena bercerita bohong untuk menutupi kejadian yang sebenarnya.

"Okay, sudah pukul 11. Beres-beresnya sudah. Besok tinggal memindahkan lemari itu saja ke kamar Raizel. Kalian beristirahatlah... sudah malam..."

"Iya, tante..."sahut Daryl.

"Mama tidur duluan, ya..." Tyara mengelus rambut Raizel sebelum ia berlalu menuju kamarnya.

"Huh... hampir saja..." Raizel mengelus dadanya sesaat setelah pintu kamar ibunya dikunci dari dalam. Berbisik. "Kalau saja aku salah bicara tadi, semuanya pasti kacau. Dan kau! Kenapa sih harus bilang soal Fabian!"

Daryl menepis cubitan tangannya Raizel di lengannya. "Apa, sih! Aku kan tadinya mau jujur. Aku mau bilang yang sebenarnya, tapi kau malah menghalangi. Pakai berbohong tentang uang segala, lagi."

"Mamamu berhak tahu siapa bedebah di sebelahmu itu!" Daryl menunjuk kasar wajah Fabian.

Menurunkan tangan Daryl dari udara. "Cukup! Jangan diperpanjang."

Daryl mengernyih singkat. "Jangan diperpanjang? Raizel, kalau orang yang kau sukai disentuh orang lain, bagaimana perasaanmu? Kalau 'aku', pacarmu ini berciuman dengan orang lain, bagaimana perasaanmu?"

"..." Raizel melirik lantai, menekurinya. Tercenung.

"Kau pasti marah..." Fabian menjawab seolah pertanyaan itu untuk dirinya. "Karena aku juga marah setiap kali kau berduaan dengan Daryl..."

Twisted (BL Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang