Part 3

2.3K 97 1
                                    

Aku terbangun di pukul 03.00 pagi. Terbangun dari mimpiku. Ini semua tidak mungkin. Kenapa Yoga ada dalam mimpiku? Astagfirulloh. Kenapa ada dia. Pasti ini karena dia selalu menggangguku. Aku cemas. Bagaimana jika dia memimpikanku? Ya Alloh, aku takut sekali. Aku takut terkena dosanya. Dimulai dari sekarang aku harus lebih menghindarinya. Akupun mengambil air wudu untuk sholat malam.
Selesai sholat, aku membuka ponselku.

'Selamat malam Amel'

Ah pesan itu. Mengapa belum aku close pesan ini? Membuatku semakin kesal.
Tunggu, darimana dia tau nomorku? Bahkan dia berani untuk menelponku padahal aku sudah sangat buruk menyikapinya.

Lalu akupun mengaji sembari menunggu adzan subuh. Setelah subuh, kudengar ada seseorang yang memanggil namaku. Saat ku lihat ternyata dia Aulia. Tetanggaku yang berbeda SMA denganku. Oh aku baru ingat. Hari ini aku harus kuliah subuh setelah kemarin libur panjang. Aku pun mengganti pakaian tidurku dengan pakaian untuk ke majlis ta'lim. Akupun berangkat bersama aulia. Di masjid, sudah ada beberapa teman sekompleku juga. Kuliah subuh ini brrkegiatan menghafal surat.
Setelah selesai, kamipun pulang. Setelah berada di rumah, aku langsung siap-siap untuk pergi sekolah. Ku siapkan motorku juga. Aku pamit terhadap orangtuaku.
Saat di jalan dekat sekolah, aku merasa ada yang mengikutiku. Namun aku buang perasaan itu jauh-jauh. Lagian kan ini menuju sekolah. Toh yang menuju sekolah bukan hanya aku saja. Wajar jika di belakangku ada orang.
Saat sampai di parkiran, aku memarkirkan motorku di bawah pohon agar tidak kepanasan. Tepat di sampingku, ada siswa lain yang memarkirkan motornya juga. Kulihat dia laki-laki.
"Good morning" katanya
Ah dia lagi. Entah mengapa aku merasa dia sengaja untuk masuk gerbang bersama denganku.
Aku hanya meliriknya sekilas. Saat aku mau turun dari motorku, aku kesusahan. Karena dia masih tetap diam di motornya dan itu membuatku risih.
Akhirnya ku beranikan
"Kamu gak akan ke kelas?" Tanyaku sinis
"Kayanya gue lebih baik di sini deh, soalnya bisa berduaan sama lo. Hehe" cengirnya
"Terserah deh. Tapi bisa gak kamu turun dulu?" Tanyaku
"Susah ya mau turun?" Tanyanya
"Iya" kataku lebih sinis
"Invite dulu pin gue" katanya
"Buat apa?" Tanyaku
"Ayo dong mel" katanya
Aku semakin kesal di buatnya. Banyak yang melihatku. Akupun menurutinya.
"Yaudah mana?" Kataku sebal
"Nih" dia menyerahkan hpnya
Aku memindai kode pinnya. Ah rasanya aku ingin marah-marah.
Aku kembalikan lagi hp nya tanpa berkata apa-apa.
"Yu kita ke kelas" katanya
Dia turun dari motornya. Menungguku untuk turun juga. Tanpa menghiraukannya aku langsung berjalan cepat meninggalkannya.
"Amel tungguin dong" katanya kencang
Aku malu sekali. Sebal apalagi. Kenapa harus aku? Kenapa dia senang sekali menggangguku?
Saat sampai bangkuku, aku melihat coklat dengan kertas yang di diikat dengan pita pada coklat tersebut. Aku mengernyit. Siapa lagi ini? Yoga? Tidak mungkin. Dia bahkan sampai ke parkiran di waktu yang sama dengan ku. Di kelas pun baru ada aku dan nadya. Kutanya Nadya mengenai coklat ini tapi dia menggelengkan kepala tanda tidak tau. Aku mengambil kertasnya. Lalu ku buka

'Jangan jutek lagi ya, kemarin kamu jutek banget'

Siapa ini? 'Kamu?' Ini berarti memang bukan Yoga. Dia kan selalu ngomong lo gue. Jadi gak dia.
Aku simpan kertas itu ke dalam tasku, lalu ku simpan ke kolong bangku ku coklat itu.
Setelah beberapa menit, Dinda dan teman-teman yang lainnya berdatangan.
"Din, ada yang naro ini di bangkuku. Kamu punya penggemar? Siapa tau salah nyimpen nih orang" kataku
"Ah ya gak mungkin lah. Ada namanya gak? Siapa tau punya orang lain" kata Dinda
"Aku juga bingung din" kataku
"Yaudah sebarin aja" katanya
"Sama kamu ya?" Tanyaku
"Yaudah sini" katanya
Dinda ke depan.
"Hei ada yang kehilangan coklat gak?" Tanya Dinda ke semua orang kelas ini
Tak ada yang menjawab
"Gak ada mel. Ini punya siapa ya?" Tanya Dinda kepadaku
"Bagi-bagi dong" kata Rian
"Yaudah makan aja" kataku
Rian mengambil coklat itu dari tangan Dinda.
Aku bingung. Dari siapa itu?
Saat aku melihat ke jendela. Aku melihat Yoga yang langsung berbalik badan dengan HP di telinganya. Kenapa dia? Kenapa dia tidak masuk kelas?
Bel pun berbunyi. Kenapa Yoga tidak datang juga? Apa karena sikapku dia jadi enggan untuk masuk kelas?
Eh
Kenapa aku menghawatirkannya. Apa peduliku? Memang dia siapa? Dia kan orang yang membuatku kesal
Jam pelajaranpun berlangsung. Pagi ini jadwal matematika. Karena ini baru awal masuk, dan pelajaran matematika baru dimulai hari ini untuk semester ini, maka kami sangat was was. Kami harap guru matematika untuk kelas 3 ini sama halnya dengan guru matematika tahun lalu. Beliau Ibu Rini. Tidak sama dengan kebanyakan guru matematika yang lain, ibu Rini ini sangat berbeda. Beliau jauh dari kata killer. Menurutku, ibu Rini terlalu baik untuk ukuran guru matematika. Dengan guru bahasa inggris saja, jauh lebih galak guru bahasa inggris. Ibu Rini mengajarkan dengan cermat dan membuat murid menyukai matematika. Aku sih dari SD memang menyukai pelajaran matematika. Sekarang, setelah mendapat guru seperti bu Rini aku makin menyukai pelajaran yang tidak digemari banyak siswa ini.
Kami sudah bersiap-siap menyambut guru matemika dengan rasa was-was. Kreeet pintu dibuka perlahan. Munculah sosok yang kami harapkan. Kami senang dan menyapa bu Rini. Ah leganya.
Pagi ini jadwal matematika sampai pukul 10.00 pagi. Dan sekarang pukul 08.35. Tak terasa ternyata kami belajar sudah satu jam lebih. Memang seperti ini bila belajar dengan bu Rini. Saat kami sedang menyelesaikan soal, ada yang mengetuk pintu kelas kami. Bu Rini menghampiri pintu dan membukanya.
Entah berbicara dengan siapa, bu Rini malah keluar dari pintu. Lalu, bu Rini masuk dengan Yoga dibelakangnya. Semua orang di kelas ini kaget termasuk aku. Betapa tidak, dia terlihat menyedihkan dengan sudut bibir kanan memerah dan ujung mata kanannya pun menghijau. Aku yakin itu karena tonjokan.
Namun dia berdiri tetap dengan percaya dirinya seolah tak terjadi apa-apa. Aku tak mempedulikannya. Bu Rini menyuruh Yoga untuk menyimpan tasnya dan membawa buku matematikanya. Kemudian bu Rini menyuruh kami mengerjakan soal-soal selanjutnya sedang, beliau membawa Yoga keluar dengan bukunya.
Beberapa temanku langsung bergosip ria.
Tak sengaja ku dengar obrolan salah seorang temanku
"Gue denger sih dia emang gengster gitu. Padahal katanya dia pinter. Yang lebih disayangin lagi sih dia tuh ganteng banget"

Ada juga yang berkata
"Meski gengster atau apapun itu, kalo dia nembak sih gue tetep mau ko jadi pacarnya"

Ada juga yang bilang

"Katanya sih dia dikeluarin dari sekolah lamanya karena kelewat nakal"

Oh dan sekarang aku bahkan akan duduk di depannya setiap hari. Di depan seorang gengster. Oh bahkan aku tak pernah membayangkan mempunyai teman gengster.

Bersambung

KaKaDeDe (Kutikung Kau Dengan Do'a) (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang