Pt.2| Mini Chapter 3 : Confrontation

Start from the beginning
                                    

"Ini bukan semacam kultus tertentu, kan?" tanyaku, serius. Anehnya mereka malah tertawa mendengar pertanyaanku.

"Tentu tidak... kami ini grup yang berjuang demi hidup kami. Hahaha..." ringannya. "Satu orang lagi sudah datang, nampaknya."

Elsa dan lainnya berhamburan ke seseorang yang baru saja masuk. "Selamat datang Redy..."

Sadha langsung memeluk Redy. Di depan semuanya. Jadi mereka benar pacaran ?

Entah ilusiku atau memang Sadha bisa membaca pikiranku. Sadha langsung mengangguk-angguk begitu melihat wajah heranku.

Setelah beres beramah-tamah, mereka duduk bersamaku. Membuat lingkaran. Saat ini aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Seperti ada sesuatu yang akan menghantamku, tapi aku tidak tahu apa. Apalagi, Elsa sesekali bertukar pandang sambil tersenyum pada yang lainnya. Aku bisa mencium adanya maksud tersembunyi dari mereka.

Merapatkan kedua tangannya. "Jadi, kami disini untuk membicarakan sesuatu. Ini mungkin berat untukmu. Tapi hanya kau yang bisa menolong kami, sekarang..."

"Berat? Menolong? Ada apa ini?" aku tersesat dan benar-benar kebingungan sekarang.

"Ini soal Randi." Aldi menambahkan.

"Kalau kalian disini untuk menghakimiku, iya... aku pernah berbuat yang tidak-tidak dengan Randi. Rumor itu benar? Kalian puas?" emosiku mengambil alih, tak sengaja membuatku bersikap defensif terhadap mereka.

"Raizel, kami disini bukan untuk menghakimi. Kami disini untuk membantu. Aldi, Robby, Yuda, bahkan Redy itu pernah berurusan dengan Randi."

"What ?" untuk sesaat aku tidak bisa menutup mulutku yang menganga. Maksudku, Randi... dengan laki-laki seperti mereka... yang jauh dari kata menarik. Ini nyata, kan?

"Aku mengerti, kau tidak akan percaya kalau melihat wajah kami yang seperti ini. Tentunya kami berbeda denganmu. Lihat dirimu, kulitmu indah, kau tampan, selalu dikelilingi orang-orang indah lainnya yang berbeda level dengan kami. Apa kau sadar tempatmu itu terlalu tinggi bagi kami?" Yuda menembakkannya semudah ia menghembuskan nafas.

Iya, aku akui... aku tidak sadar jika selama ini aku selalu berkutat dengan orang-orang good looking. Anak-anak kelasku, Fabian, Daryl dan teman-teman basketnya termasuk Sadha yang menurutku biasa saja... ternyata dianggap spesial oleh orang-orang ini. Tapi aku bisa mengerti dari mana mereka berasal. Di kelasku juga ada beberapa orang yang penampilannya tidak mumpuni seperti mereka, dan orang-orang itu selalu luput dari perhatian kami. Mereka ada disana, tapi tidak begitu diperdulikan. Seperti ornamen yang terpasang dan selalu ada namun tidak diperhatikan. Atau tepatnya seperti batu kerikil. Perkiraanku, orang-orang ini juga merasa seperti itu... memandangku dari bawah sana meski secara kemanusiaan kami setara.

"Semuanya terlihat mudah bagi orang-orang sepertimu." Yuda kembali buka mulut.

Elsa menarikku untuk kembali menatapnya, mendengarnya bicara untuk yang kesekian kalinya. "Randi senang memanfaatkan orang-orang seperti mereka. Kau tahu halo effects , kan? Orang-orang tampan dan cantik selalu dinilai lebih baik, mendapat hukuman yang lebih ringan, dianggap innocent oleh orang kebanyakan. Mereka tidak punya itu. Mereka tidak bisa mengadu. Kalaupun mereka berusaha, akan backfire. Mereka akan dicemooh."

"Akan sempurna jika ada orang sepertimu. Orang-orang akan iba, karena kau tampan." Yuda kembali menyahut.

Aku menggaruk kepalaku tak gatal. "Apa hubungannya ini dengan wajahku?"

Robby angkat bicara. "Begini deh mudahnya, kalau ada dua laki-laki tampan berdekatan, mesra. Orang-orang akan bilang cute, manis atau lainnya. Sekarang coba bayangkan kalau orang sepertiku yang melakukannya. Apa yang akan kau pikirkan?"

Twisted (BL Novel)Where stories live. Discover now