11. Brother and Sister

Start from the beginning
                                    

"Engg... Reihan boleh minta tolong sesuatu sama kakak?"

"Iya, kakak tahu! Nanti setelah selesai masak kakak telfon Dhea. Kamu itu selalu gitu, nggak bisa lihat dia sedih atau kecewa."

"Aku malas berdebat saja, Kak. Dhea pasti tanya ini-itu penyebab acaranya diperpanjang atau apa lah, yang sebenarnya aku sendiri juga kurang paham kenapa aku nggak jadi dipulangkan hari ini. Nanti ujung-ujungnya karena alasanku yang kurang memuaskan, dia malah jadi kecewa. Jadi mendingan kakak saja yang menjelaskan ke Dhea terlebih dulu. Aku yakin dia nggak bakal berani mendebat calon kakak iparnya, hehehe..."

Reihan tentu berbohong sebab dia tahu dengan pasti apa alasan penundaan kepulangannya, namun tidak punya cukup keberanian mengungkapkannya di depan sang kekasih. Insting seorang wanita itu kuat, dia takut ketahuan. Lalu dengan mencoba menutupi kenyataan yang ada, bukannya dia malah terkesan seperti hendak berselingkuh?

"Sial, kesimpulan macam apa itu coba? Amit-amit deh, siapa juga yang mau selingkuh sama artis kampung itu, cuih... cuih...!"

"Ah, kamu itu memang paling pintar ngeles kayak bajaj, Rei! Tapi ok lah, alasanmu bisa kakak terima. Nanti kakak bantu menjelaskan ke Dhea. Kamu jangan lupa telfon dia setelahnya."

"Pastinya, Kak, jangan khawatir! Reihan tentu nggak mau pacar sendiri sampai merasa terabaikan karena Reihan sedang berada jauh dari sisinya. Pokoknya begitu kakak selesai menelfon Dhea, tolong kabarin Reihan, yah. Thank you very much, Kak!"

"Iya, sama-sama, Rei. Kakak selalu berharap hubungan kalian berdua bisa awet sebab Dhea itu gadis yang baik dan santun. Dia nggak cuma menyayangi kamu saja tapi juga mau menerima kakak apa adanya. Dia tetap perhatian dan hormat sama kakak meski kondisi kakak yang hamil tanpa suami. Jadi jangan pernah sampai kecewakan dia yah, Rei."

"Tentu saja, Kak! Asal kakak tahu, prioritas hidup Reihan sekarang hanya ingin membahagiakan dua orang wanita yang paling penting dalam hidup Reihan, yaitu kakak dan Dhea. Selain itu, aku nggak mau ambil pusing, Kak, hehehe..."

"Wah, tumben adik kesayangan kakak ngomongnya berbobot, hihihi... nyomot dari mana kalimat bijak itu, Rei?"

"Aduh, kumat deh tante satu ini! Sukanya ngeledekin mulu dari tadi."

"Hahaha... kan itu tandanya kakak sayang kamu, Rei!" Erlina terpingkal-pingkal, lalu mendadak tawanya terhenti. "Ehmm... anyway, gara-gara barusan kamu bilang ingin membahagiakan kakak, mendadak kakak jadi teringat sesuatu, nih!" lanjutnya dengan nada serius.

"Apa itu, Kak?" tanya Reihan sedikit horror.

"Kenapa aku mendadak menjadi was-was, yah?"

"Pesanan penting kakak sudah dapat, belum?" tanya Erlina ketus bak seorang preman pasar minta setoran.

Reihan menghela nafas lega, ternyata Erlina cuma mengingatkan tentang oleh-olehnya saja bukan permintaan yang aneh-aneh. "Aku masih belum sempat belanja, Kak. Beberapa hari ini acaranya selalu di dalam hotel terus. Nanti yah, sewaktu acara jalan-jalan keliling pulau Bali, Reihan sempatin beli oleh-oleh deh, buat kakak tersayang."

"Haish... kakak nggak minta kamu beliin oleh-oleh, Rei! Permintaan kakak itu nggak butuh uang, masa kamu lupa sih, Rei?"

"Permintaan yang mana sih, Kak?" tanya Reihan bingung sambil menggaruk-garuk kepala meski tidak gatal. Dia benar-benar tidak punya clue sama sekali perihal permintaan kakaknya itu.

"Aduh... kamu itu masih muda tapi kok pikunan sih, Rei! Kakak mau foto, Rei! Fotonya Rahardian! Kalau bisa yang topless, ngerti!" jawab Erlina gemas. Kok bisa yah, adiknya melupakan permintaannya yang super penting itu.

Superstar (BXB)Where stories live. Discover now