Dengan langkah yang masih limbung karena kebingungan, Fitri memegang ujung baju Riska dengan sebelah tangannya agar dia tidak menjengkang karena masih terlalu syok.

Kemudian, terdengar helaan napas kuat dari arah depan "Rumahmu seperti sebuah menara tinggi dengan banyaknya penjaga di setiap kastilnya" bisik Riska saat melihat para pekerja Rayhan yang merupakan butler dari lelaki senja itu

Fitri menggedigkan bahu "Itu sebabnya aku nggak suka di rumah. Semua orang memperlakukan aku seperti aku ini adalah seorang putri. Padahal aku hanya anak gadis biasa yang secara kebetulan memiliki keluarga aneh yang selalu saja dibuntuti oleh anjing pengawal yang besar dan bisa berbicara seperti mereka. Ew! Itu menjijikan" cerocos Fitri saat mereka menaiki tangga.

Rumah Fitri terlihat sederhana namun tetap mewah dan elegan disetiap ruangannya.

Hal pertama yang akan kalian dapati ketika memasuki rumah Fitri adalah banyaknya lorong-lorong kosong yang berujung dengan berbagai tempat.

Persis seperti hotel yang memiliki banyak pintu. Namun, jika di hotel, isi di balik pintu adalah kamar, maka lain halnya di rumah Fitri yang memiliki tujuan berbeda disetiap pintunya.

"Masuk!" seruan bernada memerintah itu membuat Riska terkesiap karena kaget. Dan dia langsung mendapati ruangan besar berdekorasi warna biru muda dan dipenuhi boneka cantik di dalamnya

Sebuah sofa berukuran besar yang mungkin cukup untuk tiga orang dewasa terpeta jelas di tengah ruangan. Kemudian terdapat juga sebuah sofa santai berwarna putih tulang menghiasi pinggiran kamar dan juga tidak lupa disertai dengan televisi berukuran lumayan besar di depannya.

Banyak lukisan-lukisan indah yang tertata di dinding ruangan. Dan, oh! Jangan lupakan foto-foto Fitri yang jumlahnya hampir menutupi semua permukaan dinding kamar wanita itu sendiri.

Saat Riska mendekat menuju jendela, ia bisa melihat vas kecil berwarna orange yang sepertinya sengaja disimpan disana.

Dengan hati-hati, ia mengambil vas bunga kecil tersebut dan mengangkatnya hanya untuk mendapati kalau di bawah vas bunga tersebut ada tulisan seperti kaligrafi yang berbunyi 'Aku mencintai caramu yang mencintai caraku mencintaimu'

Sambil terkekeh singkat, Riska mengembalikan lagi vas bunga kecil itu di samping jendela.

"Kamu baca itu?"

Riska berbalik saat mendengar nada terkejut itu terdengar dari belakang punggungnya, gadis tomboy itu bisa melihat wajah Fitri yang merah padam hanya karena mengetahui kalau Riska sudah memporakporandakan kamarnya.

Riska mengangkat bahu dengan acuh lantas segera menjawab "Shakespeare hm?"

Mendengar godaan itu Fitri segera melempari Riska dengan bantal sofa yang berada dekat dengannya.

Ia menjadi brutal hanya karena godaan singkat dari Riska. Sementara Riska jadi orang gila karena ia berlari-lari di dalam kamar Fitri yang jelas-jelas dipenuhi oleh barang-barang antik yang berharga.

Untung saja Riska bukan orang yang ceroboh dan sampai membuat kamar Fitri berantakan. Karena alih-alih membuat kamar Fitri jadi berantakan, Riska justu membuat Fitri jadi kegelian dengan tingkahnya yang seperti bocah berusia tiga tahun.

Sambil tertawa sampai terbahak-bahak, Riska menangkap satu bantal sofa yang baru saja dilemparkan oleh Fitri dan mengembalikannya tepat pada wajah Fitri yang langsung cemberut.

"Awas kamu ya?!!" seru Fitri mengancam sambil tidak lupa mengangkat tinjunya yang mungil ke atas udara disertai dengan wajah garang yang justru terlihat menggemaskan.

Sambil berteriak layaknya orang ketakutan, Riska berlari kesana-kemari untuk mengecoh Fitri yang mulai kelelahan jika di lihat dari napasnya yang mulai ngos-ngosan.

Fitri akhirnya berhenti dan menyerah dengan mengangkat kedua tangannya di udara.

Ia terlihat mengap-mengap kehabisan udara karena sedari tadi memutari kamar luasnya dengan mengejar Riska yang sangat lincah.

Sambil memeluk bantal sofa yang besar untuk menutupi bagian depan dadanya, Riska terduduk tepat di samping Fitri yang sedang mendelik kesal padanya.

"Kau terlihat cantik jika sedang berkeringat seperti ini" ujar gadis tomboy itu seraya mengusap peluh Fitri yang berkucuran di atas kening, tepat di balik rambut panjangnya yang tidak berponi.

Fitri tersenyum, sambil lalu berterimakasih.

Saat sadar bahwa ada yang salah dengan posisi mereka, Fitri menundukkan wajahnya yang merah merona karena malu.

Namun, bukannya membiarkan Fitri menunduk, Riska justru mengamit dagu Fitri dan mempertemukan mata mereka dalam satu tatapan teduh sekaligus tegas.

Saat Riska terpejam seraya memiringkan wajahnya, Fitri tahu betul kalau tindakan selanjutnya adalah tindakan yang sedari tadi di takutkan olehnya.

Namun apa daya?

Fitri tidak bisa melawan.

*-----*

Riska pramita tobing

HOPE (COMPLETED)Место, где живут истории. Откройте их для себя