"Apa?"

"Coba liat hasil ulangan lo," pinta Nigel tanpa menjawab pertanyaan Naya lebih dahulu. Cewek itu lalu menyerahkan kertas yang ia bawa sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya. "Ooh, limit, interval tertentu, sama matriks?"

Naya mengangguk. Malas. Bukan malas pada Nigel. Tapi malas pada pembahasan yang selalu membawanya pada pelajaran serba angka dan aljabar itu.

"Ini mah gampang kalo lo tau konsep dasarnya," kata Nigel lagi. "Gue bisa bantu kalo lo mau."

"Umm..." Naya menggaruk bagian belakang kepalanya.

"Tenang aja, bimbel sama gue gratis kok khusus buat lo aja tapi," ledek Nigel. Dan mendengar hal itu, Naya reflek ikut terkekeh kecil.

Tangannya kemudian menggaruk pipinya yang tiba-tiba gatal, "Bukan, Kak. Gue takut– ngerepotin," sahut Naya. Sebetulnya takut merepotkan adalah 30% dari alasan yang ia punya. Sedangkan 70% yang lain adalah karena Naya tahu kekasihnya tidak suka sama sekali pada Nigel.

"Ngerepotin dari mana?" Nigel menggeleng. "Kalo gue repot, gue nggak bakal nawarin lo begini. Tapi ya terserah, gue cuma mau membantu. Lagian tadi kata Pak Yunus, lo boleh nanya ke gue kalo mau."

Naya mengangguk. Ah, mungkin sebaiknya ia berpikir jauh dulu ke depan karena ini menyangkut nasibnya di Ujian Nasional dan tes masuk perguruan tinggi negeri nanti. Reza pasti bisa mengerti karena jika Naya mau pun, ini murni karena ia ingin belajar. Bukan karena ada tujuan lain. "Yaudah, boleh deh."

"Serius?" tanya Nigel dua kali lipat lebih ceria.

"Serius apanya?"

"E–" Nigel menggaruk bagian belakang kepalanya. "Kita mulai besok aja gimana belajarnya?"

"Iya, gak apa-apa." Naya mengangguk setuju.

"Gue minta LINE lo aja deh, jadi gampang kalo mau ngabarin?"

"Nayaudiva, itu ID nya, Kak," kata Naya tanpa perlu berpikir dua kali lagi. "REZA!" panggil perempuan itu secara tiba-tiba saat melihat cowok dengan bando hitam di atas kepala itu sedang tertawa bersama Pamor. Nigel ikut-ikut menatap ke arah yang sama dan langkahnya melemas saat Naya berjalan dua kali lebih semangat dari sebelumnya.

Reza sendiri diam di tempat. Tidak lagi tertawa. Gelaknya lenyap saat melihat Naya berjalan beriringan dengan Nigel yang sibuk dengan ponsel di tangan kanan.

"Ih, gue cariin daritadi si bege," kata Naya saat jaraknya dengan Reza sudah dekat.

"Gue baru kelar ngerjain tugas."

Nigel yang masih ada di sebelah Naya mau tidak mau tersenyum ke arah Reza yang sedaritadi sibuk menatap tidak suka kearahnya.

"Hallo, Reza?" sapanya berusaha seramah mungkin.

"Hallo, hallo, lo kira lagi telponan?"

"Reza!" kata Naya memperingatkan sambil menepuk lengan cowok itu. "Galak amat sih!"

"Bercanda," kata Reza terpaksa kemudian. "Yaudah kita makan yuk, Nay?" sambungnya sambil menarik tangan Naya dan menggandengnya tanpa beban.

Nigel menelan ludah, kemudian ia memasukkan ponsel yang ia pegang ke dalam saku celana. "Saya permisi dulu. Mau ke kamar mandi."

"Ooh, iya." Naya mengangguk. "Makasih, Kak!" Nigel tersenyum sebelum melanjutkan langkah ke arah kamar mandi laki-laki di ujung koridor.

"Mau coli tuh pasti," sambung Reza dengan suara pelan. Tapi cubitan di lengannya membuat ia tahu bahwa Naya masih bisa mendengar.

"Reza!"

"Apa lagi ya allaaaaaah,"

"Cabul banget sih!"

Stardustजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें