Part 25

2.1K 134 19
                                    

Sosok di depannya belum menyadari kehadiran Aiden, hingga akhirnya matanya melirik pelan ke arah Aiden. Dalam seketika gadis itu bertingkah seperti Aiden, menghentikan langkahnya dan membatu.

Keduanya saking menatap satu sama lain, hingga Serra memberanikan dirinya untuk tersenyum secerah mungkin. Aiden tidak bisa menampik iri hatinya ketika melihat senyuman Serra yang begitu cantik. Serra jauh lebih cantik darinya. Apalagi kulitnya yang putih tampak bersih dan kakinya begitu jenjang.

"Hai."

Ini pertama kalinya mereka berinteraksi . Sebelumnya hanya pernah melihat atau mendengar cerita tentang satu sama lain dari sosok yang sama. Sosok yang dicintai Aiden dengan sepenuh hati dan sosok yang mencintai Serra dengan tulus. Gavin. Keduanya membatin nama itu dengan lirih.

Aiden mengulas senyum terbaiknya, berusaha menutupi raut lesunya di depan gadis cantik kesayangan mantan kekasihnya tersebut. Aiden merasakan nyeri di hatinya ketika mengingat statusnya antara ia dan Gavin sekarang.

"Kau mengenalku?" Tanya Aiden ragu, takut-takut membuat gadis cantik yang lebih pendek darinya itu tersinggung.

"kekasihmu yang menceritakan."

Aiden tersenyum kecut. "kami sudah berakhir."

Sebenarnya, Serra sangat terkejut dengan jawaban gadis manis di hadapannya itu. Tapi setelahnya ia mengetahui dengan pasti alasan dari pernyataan Aiden. Serra mendekati Aiden, menepuk kepala bersurai kecokelatan yang lebih tinggi darinya itu dan mengulum senyum.

"Ingin mampir? Anakku pasien disini."

*
*
**
*
*

"Jadi? Kau bisa memberitahuku siapa tamu yang membuatmu melarangku ke ruanganmu?"

Senandung kecil dari bibir Garda berhenti. Tangannya memutar volume radio lebih rendah, lalu melirik adik sepupunya yang sibuk menyetir dengan cengiran yang tak bisa lepas dari wajahnya. "Kenapa kau penasaran?"

Gavin menoleh sejenak ke arah Garda dan kembali memperhatikan jalanan yang cukup lengang, tertawa meledek. "Semua orang tahu kau itu humble. Tapi tadi kau melarangku menyusulmu hingga membiarkanku terbakar matahari. Jadi?"

"Ahh- kau salah jika aku mulai serius menjalin hubungan. Hanya saja- kau tahu? Perasaan semacam kagum?"

Yang lebih muda menekuk bibirnya dan mengangguk. Meskipun sebenarnya ia cukup bingung apa maksud kakaknya itu.

"Seorang gadis menarik perhatianku. Tingkah spontanitasnya begitu manis." Cengiran Gavin melebar mendengar ujaran Garda. Kekehan menggodanya kembali menguar ke udara di dalam mobil.

"Oh- ku dengar, bukankah kau hendak mengadakan pernikahan lagi? Kapan? Ahh- ku rasa baru kemarin kau menikah. Aku saja tidak pernah tahu wajah mantan istrimu."
.
.
Suara Garda tampak bersemangat. Matanya berkilau ingin tahu. Sedangkan Gavin mengangkat kedua alisnya, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya berat.

"Ada apa?" Garda melihat perubahan ekspresi di wajah Gavin. Ia mengerutkan alisnya menunggu Gavin yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. Otaknya mengingat kilasan balik ketika dirinya dengan bodoh melamar Serra dengan gegabah, tanpa memikirkan gadis lain yang masih berstatus tunangannya.
.
.
Serra melepas pagutan kedua Gavin dengan paksa. Nafasnya terengah. Matanya memerah dan berair. Gadis itu merasa kotor kembali. Merasa mengkhianati John yang tidak dalam jangkauannya. Merasa mengkhianati Gavin yang mencintainya. Serra tak bisa berbohong. Semua orang tahu itu. Dirinya mencoba mencintai Gavin setelah pemuda yang masa lalu-nya sangat labil hingga buta dengan cintanya sendiri.

Beautiful You [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang