Part 7 - Beyonce (3)

5.8K 271 8
                                    

Sabtu adalah akhir pekan, bukan?

Jika akhir pekan yang dimaksud Gavin adalah hari sabtu, wajar jika Aiden benar-benar menjadi tidak waras sekarang.

Pekerjaan sampingannya sebagai model pembantu, mengantar susu, dan juga koran, dibatalkan langsung oleh langsung Gavin dengan menelepon kakaknya dan ke masing-masing tempat bekerja Aiden.

Terasa lancar.

Hanya jantungnya saja yang aneh, dan aliran darahnya yang terasa mengalir dua kali lebih lebih cepat dari biasanya. Ah tidak. Mungkin tiga kali?

Aiden mengobrak-abrik lemari mencari pakaian terbaik. Di bantu oleh ibunya yang memasak makanan sederhana, dan juga Danu yang bertugas menyapu dan mengepel lantai.

"KAKKK!" Danu berteriak tiba-tiba.

Aiden menghela nafasnya dengan berat. Tidak. Tidak. Ia tidak boleh merasa terbebani. Jari lentiknya membantu menaikkan sudut bibirnya.

Sempurna.

"sebentarrr." Kemudian ia meletakkan gaun terusan sepanjang lutut berwarna merah muda di atas kasur busanya yang sudah hampir sejajar dengan lantai, lalu berjalan menuju Danu yang mengepel lantai dengan hati-hati. "ya?"

Danu menoleh ke arah Aiden dan menatap tajam, "aku tidak yakin, tapi lantai ini belum diperbaiki, apa aku salah?"

Hal ini selalu menjadi diskusi dalam otak berkoneksi lambat milik Aiden. Apakah sebenarnya adiknya itu seorang anak yang jenius?

"Ummm yahhh-"

"aku tau isi pikiran mu. Biar aku yg panggil tukangnya."

eh?

Bibir ranum Aiden mengembang dan segera berlari memeluk adiknya erat-erat. "oh!oh! kau memang adik yang terbaik!" Aiden melepaskan pelukannya tanpa melepas tangannya yang mencengkram bahu Danu, "aku serius mengatakannya!"

Danu memutar bola mata emasnya malas.

Kesibukan bukan hanya terjadi di rumah kecil Aiden, tapi juga berlaku di rumah megah keluarga Aozora.

Ketua Mina Aozora, yang tak lain adalah nenek Gavin, sibuk memilih warna dan jenis bunga karangan. Kakak Gavin, Keyta Elizabeth Aozora, CEO Aozora department store, sibuk mengurus hadiah-hadiah yang dipilihnya dari produk-produk di mall nya. Sedangkan ayahnya, Leon Aozora, menyiapkan akomodasi untuk iring-iringan ke rumah calon menantunya.

Dan ibunya, Hannah Elizabeth, memasak begitu banyak masakan mewah. Tak heran. Ia partner restoran milik Gordon Ramsay di London.

Keluarga yang sempurna. Beruntungnya, keluarga borjuis Aozora itu tidak melihat latar belakang ekonomi dan masa lalu seseorang untuk menjadi pilihan Gavin.

Mereka hanya butuh yang dapat menjinakkan Gavin.

Dan yang dapat menahan tangisannya di malam hari.

"nek, biar aku saja yang melakukannya." Kata Gavin tiba-tiba. Ia sudah rapi dengan jas hitam nya dan rambut klimis. Tak lupa sepatu pantofel hitam metalik yang menyilaukan mata.

Leon menghampiri Gavin seraya menarik-narik sedikit dasi kupu-kupu yang bertengger di potongan leher Gavin. "Bukankah seharusnya kau memilih kemeja berkerah pendek?"

"ahahahaha- apa?"

Neneknya mengelap tangannya dan menghampiri Gavin, "menyingkir kau, Leon!" tukasnya sambil mendorong bahu sang ayah Gavin hingga membuat empunya hampir terjungkal. Leon meringis melihat kelakuan mertuanya yang memang sedikit kasar.

Gavin hampir mengambil langkah seribu ketika matanya bertemu mata sang nenek, "i-iya?" Mina menarik rambut kecoklatan Gavin dan sedikit mengacak-ngacaknya.

"A-Apa yang nenek lakukan?!" kata Gavin yang berusaha meredam pertanyaannya agar tidak teriak. Mina mendengus kasar dan mengangkat alis pirangnya, "Kau itu masih muda tapi tidak tahu model apapun."

Yak. Kena sekali.

"Leon, mobil-mobilnya sudah siap?" tanya Mina pada menantunya sembari mengambil rangkaian bunga yang begitu banyak dan menyerahkannya pada Tuan Orstrad, sekretaris Ketua Mina. Leon mengangguk ketika Hannah menghampirinya dan memasukkan selembar sapu tangan putih yang terlipat rapi ke dalam kantung tuxedo suaminya.

Di rumah Aiden, tampak begitu tenang. Tapi hawa tegang para penghuninya menguar kuat di dalam ruangan. Danu stand by di depan pintu untuk mengawasi kedatangan keluarga Aozora. Sedangkan ibunya berkali-kali sibuk mengatur piring-piring dan panci sup, padahal mau dibagaimanakan pun tetap seperti itu-itu juga.

"Aiden, berhenti mengucek pakaianmu. Kau ingin terlihat seperti apa?"

Ah, Aiden menyadari kesalahannya. Gaun ini adalah gaun terbaik di lemarinya, ia ingat membelinya sekitar 80.000 rupiah di pasar malam yang biasanya ada di belakang kavling. Lalu? Aiden mau membuatnya kusut? Tidak. tidak. tidak.

"KAKAKKKKK! I-IBUUU!" Danu berteriak sambil berlari ke arah Aiden dan ibunya. "i-itu.." wajah mereka pucat. Tenggorokan mereka terasa kering.

"permisi."

uh-oh.

"bu, i-itu.. G-ga-"

Senyumannya sungguh mempesona. Seperti melihat kepakan sayap elang di atas samudra. Aiden bahkan butuh beberapa detik untuk menyadari ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengagumi wajah pria tampan di depan pintu rumahnya.

Pria itu menunduk sopan kepada Dahlia, ibu Aiden, yang berdiri di sisi Aiden. "maafkan keterlambatan kami." ucapnya seraya kembali menatap wajah calon tunangannya.

"tidak terlambat kok." Ucap Dahlia tersenyum lembut seraya berjalan untuk menghampiri calon besannya.

Brak!

"eh?"

Sekejap mata, Aiden menutup pintu rumahnya dengan kencang. Semua orang yang berada disana tercengang. Bahkan Gavin yang tadi tersenyum langsung menurunkan bibirnya.

Ia menggeram dan merapatkan jas hitamnya, "Hey! Kau! Apa yang kau lakukan, hah?!" teriaknya sembari menggedor pintu rumah Aiden. Mina dan Leon segera mencoba menahan kelakuan Gavin yang temperamental itu. Keyta meringis bersama ibunya yang membawa bingkisan buah-buahan.

"Heyyyyy! Tukang susu! Keluar kau!!" teriak Gavin disela tahanan Leon pada kedua tangan Gavin dan jitakan Mina di atas rambut acak-acakannya.

Sedangkan di dalam rumah, Aiden menutup matanya rapat-rapat, Ibunya hanya tersenyum manis dengan gelengan kecil dari kepalanya, dan Danu sibuk mencaramahi Aiden. "Ah aku tidak percaya. Kak, aku tidak membesarkanmu seperti ini, kau tahu? Buka mata mu dan pintu reyot itu!" katanya. Aiden menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

"Tidak! Tidak! Aku-" Aiden mencoba berbicara. Tapi tampaknya sesuatu seperti tersangkut di dalam kerongkorangannya, padahal wajahnya sudah memerah sekali dan tangannya meremas ujung terusannya.

Gedoran pintu dari tendangan Gavin makin besar. Teriakan-teriakan pria itu benar-benar keras dan menyebalkan. Aiden membuka matanya lebar dan menghembuskan nafasnya berat. "apa yang kau tunggu, kak?" tanya Danu.

"AKU MALU, DANU! KAU TIDAK TAHU BETAPA TAMPANNYA LAKI-LAKI SIAL ITU DI BALIK PINTU REYOT INI?!"

"eh?"

*********************
maafkan author yg baru bisa update karna emang sibuk ngurus-ngurus berkas hehehe dan mungkin ini bakal slow update lagi karna mau travelling.. maafkan aku dan terima kasih yang masih setia membaca dan ngevote ceritaku ya^^

Silahkan yang mau kritik atau sarannya^^

Beautiful You [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang