Part 24

2.3K 135 9
                                    

"Apa matamu tidak sakit?" John mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke asal suara lembut kekasihnya yang tampak fokus dengan laporan-laporan keuangan di mejanya.

"Matamu terus melihat ke benda menyebalkan itu."

Laki-laki itu terkekeh. "Aku bosan. Kau lebih perhatian dengan tumpukan kertas merepotkan itu dari pada aku."

"Jika aku tidak perhatian pada tumpukan kertas merepotkan ini, perusahaanmu akan kelimpungan." Kata Jean sembari melepaskan kacamatanya dan menoleh ke arah John yang merupakan pemilik perusahaan dari tempat Jean bekerja, yang sama artinya dengan John adalah atasan dari segala atasannya. "Lagi pula itu balasan karena kau terluka."
.
.
Panas merambat ke wajah tampan John. Rona merah memenuhi pipinya. Ini adalah pertama kali ia merona, apalagi dia seorang laki-laki. Aneh. Bagaimana bisa?

Jujur, John masih mencintai Serra yang merupakan cinta pertamanya, namun lelaki ini merasakan keanehan-keanehan yang tak pernah ia alami sebelumnya namun terjadi ketika bersama Jean, dan itu lah yang membuat keputusannya untuk tidak bertemu dengan masa lalunya lagi. Ataupun sekedar berbicara. Tidak ingin menyakiti gadis yang saat ini tengah menjadi kekasihnya. Karena alasan tersebut, John kelimpungan. Serra terus menghubunginya dan John tidak ingin Jean sampai mengetahuinya.

Kebohongan? Bukan begitu. Jika ia jujur, reaksi Jean mungkin akan membuat John kembali merasa bersalah dan terus menyesal hingga ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri. Ada keinginan untuk mengganti nomor ponselnya atau menon-akifkan ponselnya itu, namun bagaimana jika ada kabar dari sekretaris atau relasi-relasinya? Oh John hendak memakan otaknya sendiri.

Jean tersenyum, berjalan menuju kekasihnya yang saat ini masih berselonjor nyaman di sofa ruangannya. Ruang direktur keuangan.

"Bangunlah, jangan main benda itu lagi."

Yang dipanggil melirik sekilas, lalu memutar tubuhnya ke arah sandaran sofa. Jean menggeram tertahan. Ia mendudukkan dirinya di atas pinggang John yang menyamping, membuat sang empunya terkekeh pelan. Ia segera membalikkan tubuhnya, lalu bangkit hingga punggung lebarnya menyentuh sandaran tangan dan menarik pinggang ramping Jean ke dalam rengkuhannya. Hingga gadis itu menjadi berusaha dengan susah payah untuk tidak bersandar di dada bidang kekasihnya.

"John! Aku ingin kau bangun. Kenapa malah menarikku?"

"Kau duluan yang menggodaku."

Blush

"Ti-tidak."

"Lalu apa gunanya rok yang lebih cocok menjadi bandana ini?"

Jean terhenyak ketika John menyusuri garis jahitan rok hitam itu dengan telunjuknya.

"Kita sedang di kantor, John."

"Pintunya sudah ku kunci."

"A-apa?!"

*
*
**
*
*

Mina menaikkan sudut bibirnya, menepuk kecil rambut pemuda yang jauh lebih tinggi darinya itu. "kau yakin tidak akan merubah keputusanmu itu lagi?"

Gavin tersenyum mantap, "doakan aku yakin."

Tak

Mina mendaratkan sentilannya di dahi Gavin, dibalasnya dengan gerutuan kecil yang menggemaskan. "Aku tahu kau tidak akan bertindak gegabah, dan tidak akan mengecewakanku." suara perempuan yang sudah berkepala 6 namun masih terlihat cantik itu berubah lembut.

"Oh- dan sekarang bisakah kau menjemput kakak sepupumu kemari? Dia baru sebulan bekerja di Palembang, apalagi dia sedang tidak membawa kendaraan, jadi nenek berinisiatif untuk meminta bantuanmu."

Beautiful You [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang