11

2.1K 413 32
                                    


Eunwoo menghentikan motornya di depan halte tempat Jiho biasa turun. Inginnya Jiho mengucapkan terima kasih, menunggu sampai motor Eunwoo nggak terlihat lalu berjalan ke rumah seperti sebelumnya. Tapi cowok itu nggak kunjung pergi, malah ia membuka helmnya lalu menatap Jiho lekat-lekat.

"Gue boleh deketin lo lagi?"

Jiho mengalihkan pandang, sama sekali nggak merasa kaget karena Jiho pernah menebak cepat atau lambat skenario seperti ini akan terjadi.

"Nggak jawab sekarang juga nggak apa kok," kata Eunwoo, sudah bersiap memakai helmnya lagi.

Tapi bedanya, di skenario itu Jiho nggak punya jawaban. Tapi sekarang ia punya.

"Ng. Gue jawab sekarang aja."

Jiho hampir takut mereka kembali ke fase pura-pura nggak kenal, tapi Jiho jelas nggak akan membiarkan Eunwoo berharap.

"Kayaknya... gue suka orang lain. Sorry."

"Oh..." Eunwoo mengangguk pelan-pelan, lalu tersenyum, "berarti gue juga harus suka orang lain, ya."

Jiho tersenyum getir, lagi-lagi merasa bersalah, lagi-lagi merasa jadi orang jahat.

"Lo punya ekspresi itu lagi," kata Eunwoo, "kayak mau SBMPTN besok."

Kini Jiho memusatkan perhatian untuk meninju bahu Eunwoo pelan. Cowok itu mengaduh sambil tertawa lalu menjauh, menyibukkan diri memasukkan helm ke bagasi motornya. Bisa-bisanya bercanda sementara Jiho sedang menyiapkan diri untuk dimusuhi?

"Eunwoo, gue boleh minta tolong gak?"

"Apa?" sahut Eunwoo, kini sudah berada di depan Jiho lagi.

"Kalo gue bikin lo marah atau kesel, bilang. Jangan bilang gapapa terus. Gue takut gue jadi seenaknya."

"Gue beneran gak apa-apa, tau," kata Eunwoo, "lo ngerasa bersalah karena nolak gue?"

Jiho masih bingung menentukan harus mengangguk atau menggeleng sampai nggak sempat benar-benar menjawab.

"Ji, ini emang berkaitan sama lo tapi gue yang mutusin mau melakukan apa. Gue yang milih nungguin lo hari ini, gue yang milih untuk confess. Kalau gue perlu marah gue akan marah sama diri gue sendiri, jadi lo nggak perlu ngerasa bersalah."

"We agreed to this, right?" lanjut Eunwoo sambil mengacungkan jari kelingkingnya, mengingatkan Jiho pada hal yang membuat mereka bisa berdiri berhadapan sekarang, "awas kalau besok canggung sama gue."

Jiho benar-benar nggak mengerti jalan pikiran Eunwoo tapi cewek itu mengangguk.


***


"Ji, itu tali sepatunya diiket. Bengong aja lo."

Bae Yoobin, teman baru yang Jiho dapat dari kelas pelatihan olimpiade Biologi, menepuk pundaknya lalu berdiri. Jiho cuma nyengir. Baru kenal 6 jam, tapi rasanya Yoobin kayak teman kecilnya. Mereka suka boygroup yang sama, punya selera humor yang sama. Candaan mereka nyambung sampai hampir ditegur kakak mahasiswa yang bertugas mengajar tadi.

"Duluan ya."

"Ati-ati, Bin!"

Cewek berambut sebahu itu melambaikan tangannya lalu pergi, ke parkiran sekolah, mungkin.

Melihat botol minum di tas Yoobin mengingatkan Jiho kalau wadah bekal Mama ketinggalan di kelas, gara-gara Jiho takut nggak dapat tempat di GOR sekolah untuk pertandingan basket kemarin. Mama nggak marah, cuma bete. Jelas, harga satu tempat makan aja lebih dari jumlah uang jajan Jiho seminggu.

"Ayo, pulang sekarang?"

"Gue ke kelas dulu, ngambil barang. Lo ke parkiran duluan aja."

"Jangan lama."

"Iyaaa."

Jiho diam-diam membuang napas lega setelah Eunwoo berbelok di koridor. Cowok itu bersikap kayak nggak terjadi apa-apa sementara Jiho berusaha keras untuk bersikap biasa aja. Eunwoo bahkan masih bisa mengantar dan menjemputnya, bikin Jiho bertanya, kalo gini gimana dia mau move on?

"Lo beneran suka Chaeyeon?"

Jiho batal buka pintu kelas.

Itu suara Eunha. Kelas hari Sabtu cuma sampai jam 10, setelah itu dilanjut kegiatan ekskul masing-masing. Tapi Eunha nggak ikut ekskul apapun. Kenapa udah lewat jam 1 masih di kelas?

"Gak tau."

Suara Jaehyun. Rasanya Jiho seperti baru saja tersedak batu.

"Iiih, gimana sih Jahe," suara Eunha lagi, disusul satu suara plak pelan, "temen gue jangan dimainin."

Jiho menutup mata sambil menggeleng cepat, berniat pura-pura nggak denger. Mengambil satu barang nggak akan makan waktu lama, kan? Urusan obrolan mereka bisa belakangan, yang penting dia bisa cepet pulang.

"Siapa yang mainin siapa coba, orang dianya—"

Jiho menghela napas, lalu masuk ke kelas dengan memasang ekspresi biasa aja.

"Jiii! Kok belom pulang?"

Untuk sepersekian detik, Jiho yakin melihat ekspresi kaget dan panik di wajah Eunha.

"Tempat makan gue ketinggalan," sahut Jiho lalu cepat-cepat memeriksa laci bangkunya. Untung masih ada.

"Pulang sama siapa?" tanya Eunha lagi.

"Kenapa? Kangen ya sama gue?" Jiho balik bertanya sementara dia pura-pura sibuk masukin tempat makannya ke tas.

"Ih jawab dulu."

"Sama Eunwoo."

"Tuh, Jahe. Kalo kelamaan Jihonya keburu balikan," komentar Mingyu.

Jiho hampir mendengus. Nggak mungkin. Jiho sudah dengan percaya diri mengira Jaehyun benar-benar menyukainya juga, tapi apa? Harusnya Jiho tahu diri, bukan jadi besar kepala begini dan berakhir menyakiti nggak cuma dirinya, tapi juga orang lain.

"Terus kenapa kalo balikan? Jaehyun kan bukan siapa-siapa gue," Jiho cepat-cepat menyampirkan ranselnya di bahu, "duluan ya."

Dulu, waktu masih TK, Jiho nggak sengaja terlempar jatuh dari ayunan. Tubuhnya mendarat di tanah duluan, dan rasanya sesak, kayak semua udara yang ada di paru-paru berebutan keluar. Sekarang, nggak perlu jatuh dari ayunan, Jiho bisa merasakan sesak yang sama.

"Jiho!"

Suara Jaehyun dari ujung koridor diikuti suara langkah kaki yang makin lama makin keras. Tahu-tahu bahunya ditarik dan Jaehyun ada di depannya, hampir terengah.

"Lo kenapa?"

"Emang gue kenapa?" balas Jiho sambil memberanikan diri untuk menatap Jaehyun. Cowok itu terlihat membuka mulutnya, lalu menutup kembali. Entah ragu, entah nggak tahu harus ngomong apa. Jiho menunggu. Sedetik, dua detik, tapi Jaehyun nggak ngomong apapun.

"Apa sih, gak jelas. Gue mau balik."

Nggak sulit menemukan Eunwoo dengan helm hitam di kepala dan ponsel di tangan karena parkiran sudah lumayan sepi. Tanpa ba bi bu, Jiho langsung memakai helmnya lalu naik.

Bukannya menyalakan motor, Eunwoo malah turun lalu berdiri di depan Jiho.

"Lo nangis ya?"

Jiho mengerjap, baru sadar matanya berair dan pipinya basah.

Ah, drama banget sih gue.

"Tadi gue mencet jerawat, masih perih."

Eunwoo setengah mendengus setengah tertawa sambil membuka kaca helm Jiho. Niatnya cuma mau meledek dengan pura-pura mencari bekas 'jerawat'nya, tapi melihat wajah Jiho memerah, dia jadi nggak tega.

"Kalo mau peluk gue gapapa kok."

"Modus lo," Jiho tertawa sambil mendorong bahu Eunwoo pelan, "udah ayo pulang, gue malu."

Padahal Eunwoo serius.

Ya udah, yang penting Jiho ketawa.

***

Hi, HelloWhere stories live. Discover now