Eleven

34 2 0
                                    

Luna Linton

Dengan sabar gue menunggu bel terakhir berbunyi yang menandakan waktunya untuk pulang. Di depan gue lagi ada Bu Wati yang sedang menjelaskan materi dan gue merasa malas semalas-malasnya orang.

Gila ih 30 menit lagi serasa udah kayak setahun.

Jadi gue memutuskan untuk mengecek berbagai macam notif di ponsel gue dan salah satunya adalah notif dari Luis yang belum gue baca.

Luis bawel:

Dek, nanti pulang gue gak bisa ngejemput. Lo nebeng teman aja ya? Atau nggak naik taksi.

Adik yang baik hati:

Lupa ya lo kalo itu supir lagi cuti?

Luis bawel:

Iya makanya gue nyuruh lo buat nebeng temen.

Gue hanya membaca pesan terakhir dari Luis dan dengan malas gue kembali memerhatikan materi yang di jelaskan oleh Bu Wati.

Gila lama banget ini guru ngajarnya.

Bel terakhir berbunyi dan seketika mood gue untuk pulang langsung hancur begitu aja di saat gue tahu kalau gue bakal pulang sendiri kayak begini.

Gue berjalan dengan langkah yang malas dan tiba-tiba gue merasa bahwa ada seseorang yang menabrak lengan gue dari belakang.

"Eh sori, sori." Ucap orang yang menabrak gue itu sambil melihat ke gue sekilas dan langsung pergi begitu aja.

"Liana?"

Kenapa dia buru-buru gitu?

Keluar dari gedung sekolah gue hanya bisa duduk di bangku samping pos satpam sambil memikirkan bagaimana cara gue untuk pulang.

Telfon taksi? Pulsa gue aja udah setipis pembalut kayak begini.

Dengan terpaksa gue memutuskan untuk pergi keluar dari sekolah dan menuju jalan raya untuk memberhentikan taksi.

Baru aja gue bangun dari kursi gue mendengar bunyi klakson motor dari belakang. Ih siapa sih mau nabrak gue apa ya?

"Siapa sih? Mau nab—"

"Ngapain lo jam segini masih di sekolah?" Tanya Ervan sambil melepaskan helmnya itu.

"Ervan? Mau nabrak gue lo ya?!"

"Ya nggak lah bego. Gue nanya ngapain jam segini lu masih di sekolah?"

Gue hanya bisa berdecak kesal sebelum menjawab pertanyaan Ervan.

"Luis gak bisa jemput. Supir lagi cuti. Mau nelfon taksi tapi pulsa udah setipis pembalut, jadi ya gini deh." Ngenes banget kayaknya jawaban gue.

"Naik."

"Hah?" Jawab gue melongo.

"Budeg ya lo? Gue bilang naik."

"Mana tangga?" Seketika gue sadar kalau maksud Ervan itu gue yang naik ke motornya. Bukan naik kemana-mana.

Bego kenapa gue ngomong kayak gitu.

My NeighborWhere stories live. Discover now