Ten

28 0 0
                                    

Luna Linton

Lagi-lagi pagi ini Luis yang ngebangunin gue karena nyokap udah pagi-pagi banget pergi ke bandara untuk ke luar negeri karena urusan kantor.

Gue udah bersiap-siap dan segera turun ke bawah.

"Cepetan makannya, abis itu kita langsung berangkat." Ucap Luis yang juga lagi sarapan pagi di meja makan.

Dengan cepat gue langsung menyantap sarapan gue dan pergi ke teras depan untuk ngasih makan si Nyonyong. Derita jadi anak terakhir ya gini, jadi babunya kakak sendiri.

Di saat gue tengok rumah sebelah ternyata Ervan udah ada di depan rumahnya sambil senyum sekilas ke arah gue.

Itu orang kerasukan setan macem apaan ya sampe senyum-senyum sendiri.

Baru aja gue pengen ngerjain Ervan tapi dia malah naik duluan ke motornya itu dan langsung pergi dari rumahnya.

Selama di perjalanan gue bingung kenapa Luis sedari tadi kayak bergumam sendiri yang nggak gue dengar dengan jelas.

"Woii!" Teriak gue.

"Ha? I—iya kenapa?" Jawabnya gelagapan.

"Kenapa lo bang?"

"Gapapa."

"Ih aneh."

"Apa sih."

"Ketus amat. PMS lo ya?"

"Lo kata gue Mimi peri yang pake batok kelapa biar peredaran darahnya lancar? Entar deh ya tunggu gue ganti kelamin dulu."

🐾🐾🐾

Luna Linton

Nggak seperti biasanya, kali ini Luis memarkirkan mobilnya di parkiran dan ikut turun bareng gue.

"Lo duluan aja ke kelas dulu."

"Mau kemana lo?"

"Udah duluan aja."

Gue masuk duluan ke dalam gedung sekolah dan untuk kesekian kalinya gue ketemu kakak kelas cewek yang gue temuin pas pertama kali gue masuk ke sini.

"Hai." Sapanya.

"Hai," gantung gue karena gue yang sampai saat ini belum tau namanya.

"Liana. Gak usah pake kak."

"Oh, gue Luna." Ucap gue sambil tersenyum sekilas.

"Luna?" Tanyanya. Tanya nama panjang kali.

"Luna Linton."

Gue bisa menyadari mimik mukanya yang mulai berubah itu di saat gue menyebutkan nama panjang gue.

Hm sebelas dua belas ya sama Erick pas itu.

"Oh, hai Lun."

"Gue cabut dulu ya, Li. Ke kelas."

"Okay."

Gue masuk ke kelas dan udah ada Steffi yang lagi duduk di bangkunya sambil mendengarkan lagu lewat earphone.

Kagetin seru nih.

Dengan cepat gue jalan jongkok sambil menundukkan kepala gue agar Steffi nggak bisa melihat keberadaan gue, dan...

"DAAAARRRR!!!!!"

"HUAAAA ENYAAAKKK!!!" Teriak Steffi yang langsung membuat gue terbahak-bahak.

"HAHAHAHAHA!"

"SIALAN LO! ISENG BANGET JADI ORANG!" Ucap Steffi sambil menggeplak kepala gue.

"Aduh duh!"

"E—eh? Kenapa lo?" Tanya Steffi panik.

"Ini kena jahitan di kepala." Jawab gue sambil mengelus-elus kepala gue yang sakit.

"Jahitan? Emangnya lo kenapa?"

Setelah menghela nafas panjang gue pun memulai untuk menceritakan kejadian 2 tahun lalu dan Steffi hanya ber-oh ria.

"Makanya lo tuh kalo mau ngegeplak jangan di kepala gue bego! Sakit."

"Hehehe sori sori."

🐾🐾🐾

Luis Linton

"Jangan lupa sama ucapan lo pas itu." Ucap gue kepada Ervan yang di balas anggukan olehnya.

"Iya, gue bakal jagain dia."

"Dan satu lagi, jangan berlebihan kalo bercanda sama dia." Tambah gue yang langsung pergi masuk ke dalam gedung sekolah.

Di sepanjang lorong masih ada beberapa siswa siswi yang berkeliaran menunggu bel berbunyi. Tapi gue nggak melihat Luna.

Baru beberapa langkah gue jalan ke depan dan ada seseorang yang membuat gue berhenti untuk melangkah.

Seseorang yang pernah singgah di hati gue.

"Luis?"

Di saat dia mengucapkan nama gue rasanya seperti ada sesuatu yang kembali mengganjal hati gue. Karena orang yang seharusnya nggak pernah gue tinggalin setahun lalu ada di hadapan gue sekarang.

"Li—liana?"

Jujur, mengucapkan namanya aja udah terasa susah bagi gue sekarang. Udah nggak kayak dulu lagi.

"Li, gue—"

"Pergi."

Deg.

Hanya satu yang bisa gue rasakan saat ini, sakit.

"Li, please. Dengerin gue dulu."

"Dengerin apa lagi hah? Dengerin omong kosong lo itu? Atau apa? Dengerin kalo lo sekarang udah punya yang baru? Iya?" Ucap Liana dengan penekanan di kata 'baru'.

"Nggak."

"Nggak apa?"

"Gue nggak pernah punya yang baru lagi semenjak," gue menghela nafas terlebih dahulu sebelum melanjutkan kalimat gue lagi.

"Semenjak gue ninggalin lo."

"Ck, ngaku juga dia." Ucap Liana sambil membuang mukanya.

"Tapi ada alasan kenapa gue ninggalin lo." Dan seketika Liana kembali memandang gue.

"Apa? Apa alasannya?!" Tanya Liana dengan sedikit berteriak.

"Nanti pulang sekolah ketemu gue dulu. Kalo perlu gue yang ngejemput lo."

"Hah apa? Tapi—"

"Nggak ada 'tapi'." Ucap gue dan langsung pergi meninggalkan Liana.

🌸🌸🌸

To be continued

ga gantung kaann heheheee

My NeighborUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum