"—Benarkah?" balas Ayase agak memberi jeda pada ucapannya dan menegakkan tubuhnya, menatap sahabat dekatnya itu.

"Ada sesuatu yang membuatmu senang?—Akh, kau sudah berpacaran dengan Renho?" tebak Tomomi cepat.

"Hei! Aku hanya menganggap senpai seorang kakak. Jangan membuat pernyataan yang aneh, Tomomi." ketus Ayase.

"Kasihan Renho. Padahal dia sangat menyukaimu sejak kau menjadi mahasiswa baru di Universitas Moskow." Tomomi menopangkan dagunya sambil menyeruput minumannya.

"Jangan membuatku merasa bersalah, Tomomi. Aku tidak bisa melihat senpai lebih dari itu. Lagipula aku belum memikirkan untuk hal – hal seperti itu." tukas Ayase.

"Jadi? Apa yang membuatmu senang akhir – akhir ini? Ceritakan padaku." ujar Tomomi lagi tidak sabar menunggu sahabat baiknya itu untuk berbicara,

Ayase agak ragu ketika ingin membuka mulutnya, tapi dia tidak bisa menyimpan perasaan yang dialaminya saat ini sendirian. "Ada seorang pelanggan tetap yang sering membeli bunga disini dan aku rasa cukup aneh karena dia adalah seorang pria." jelas Ayase.

"Aneh? Bukankah kau seorang pria juga, Ayase?"

"Ma—Maksudku pria itu terlihat maskulin dan bertubuh atletis juga tidak seperti seseorang penyuka bunga." jawab Ayase salah tingkah menjelaskan hal tersebut.

"Apakah dia terlihat sangar dan menyeramkan?" tanya Tomomi lagi membuat pertanyaan yang didramatisir.

Ayase mengerutkan alisnya, "Tidak, Tomomi. Pria itu terlihat seperti pebisnis biasa dan dia selalu membeli bunga mawar kesukaan ayahku." Ayase menatap Tomomi dengan tatapan kosong.

Tomomi menggenggam tangan Ayase, berusaha membuatnya semangat kembali.

"Bukankah itu bagus? Ada seseorang yang mengerti arti dari bunga tersebut? Paman Raizou pasti senang melihat kau berhasil membuat seseorang menyukai bunga dan bahagia melihatmu membuka toko ini." ucap Tomomi tersenyum.

"Terima kasih, Tomomi. Aku berhutang banyak padamu, begitu juga dengan senpai."

"Lalu, siapa nama pelanggan pria tersebut?" tanya Tomomi menopang dagunya menatap Ayase intens.

"Hm, namanya sedikit aneh. Yoshihide Suga, kalau tidak salah aku menyebut kanjinya." cengir Ayase sedikit menggaruk lehernya yang tidak gatal.

"Apa?" Tomomi tidak percaya dengan pendengarannya dan bertanya pada Ayase sekali lagi dan Ayase membalas dengana wajah cemberut.

"Yoshihide Suga." ucap Ayase agak ketus.

Tomomi menatap wajah sahabatnya itu dengan seksama. Dia baru ingat bahwa Ayase tidak pernah tahu tentang orang yang berada di pemerintahan, termasuk nama Perdana Menteri Jepang sekalipun. Dia menghela nafas pelan, membuat Ayase kebingungan dengan sikap Tomomi tersebut.

"Ada apa denganmu? Menatapku seperti itu?" tanya Ayase agak merinding melihat tatapan Tomomi.

"Baru kali ini aku menemukan penduduk Jepang sepertimu, Ayase. Lebih baik kau tinggal dengan kakekmu di Rusia. Bahkan kau sangat mengenal betul tentang negara tersebut." jawab Tomomi memundurkan tubuhnya ke belakang kursi sambil meneguk tehnya.

Wajah Ayase bersemu merah, "Hei! Aku tidak bisa mengelak akan hal itu, karena ayah selalu mengajarkanku tentang Rusia dan sejak kecil aku selalu berkeliling ke sana bersama kakek Dimitri" balas Ayase tidak mau kalah beradu mulut dengan sahabatnya itu.

"Lagipula kenapa kita jadi membahas tentang pemerintahan Jepang? Apakah aku mengatakan sesuatu yang membuatmu tersinggung?" lanjut Ayase merasa tidak enak.

"Tidak, Tidak. Hanya saja aku merasa lucu—" ucapan Tomomi terputus ketika bunyi bel pintu masuk toko itu berbunyi menandakan bahwa seseorang masuk.

"Permisi—" ucap suara berat yang berada di depan pintu toko itu, membuat Tomomi membelakakan matanya tidak percaya, begitu juga seseorang yang sedang berdiri tersebut.

"Akh—Suga-san, Anda datang kembali hari ini? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ayase riang membuat Tomomi agak kaget, karena baru kali ini ia melihat senyuman Ayase yang begitu tulus.

Tomomi tidak bermaksud menyinggung bahwa senyuman Ayase yang biasanya tidak tulus atau bagaimana, namun dia merasa kali ini Ayase mempercayai seseorang sekali lagi, selain dirinya dan Renho. Hide menatap Tomomi dengan tatapan "jangan mengatakan apapun" dan dibalas dengan anggukkan oleh Tomomi yang tidak dilihat oleh Ayase.

"Aku ingin memesan beberapa bunga untuk beberapa relasi dan acara pembukaan gedung baru di Tokyo minggu depan." ucap Yoshihide memberikan sebuah pamflet kepada Ayase untuk dilihat.

Ayase sangat terkejut, karena baru kali ini mendapat pesanan yang begitu banyak. Sekilas dia menatap Hide dan berkata,

"Apakah Anda yakin ingin memesan semua persiapannya dari sini, Tuan? Bukankah lebih baik Anda mempersiapkannya kepada sebuah toko bunga yang lebih besar?" tanya Ayase ragu – ragu, agak sedikit kecewa dengan perkataan yang baru dilontarkannya barusan.

Yoshihide bingung dan mendekat ke arah Ayase lalu memegang pundaknya,

"Walaupun saya baru seminggu menjadi pelanggan toko ini, tentu saja saya ingin bekerja sama dengan Anda, Onodera-san. Saya rasa ketelatenan Anda dalam merangkai bunga sangat berkesan dan saya sangay menyukainya. Jangan berkata seperti itu lagi, nanti akan banyak pelanggan yang kecewa terhadap toko Anda yang sangat mengagumkan ini." balas Hide tersenyum ringan.

Membuat Tomomi menutup mulutnya saking terkejutnya, karena dia belum pernah melihat Perdana Menteri Jepang itu tersenyum di hadapan seseorang. Lalu melihat ke arah Ayase yang tersipu malu akan perkataan dari seseorang yang paling penting di Jepang, setelah Kaisar tentunya.

"Maafkan saya. Terima kasih juga atas pujian Anda, Suga-san. Saya akan berusaha sebaik mungkin untuk membuat semuanya berjalan dengan baik." ujar Ayase sumringah dan terlihat lebih percaya diri.

"Baiklah. Jika perlu bantuan untuk mempersiapkan semuanya dan mengantarkan karangan – karangan bunga tersebut, hubungi saya dan saya akan memberikan bantuan supir saya untuk membantu Anda." balas Hide memberikan secarik kertas berisi nomor telepon rumahnya.

"Ini nomor telepon rumah saya. Jangan sungkan untuk meminta bantuan, Aya—maksud saya, Onodera-san." lanjut Hide agak terkejut ketika ingin memanggil nama kecil adik tirinya tersebut.

Ayase menerima kertas itu dan sedikit aneh mendengar ucapan yang terpotong dari Hide tersebut. Dia tidak pernah memberitahu nama kecilnya pada siapapun, kecuali Renho dan Tomomi. Dengan begitu, Yoshihide pergi meninggalkan toko tersebut dan meinggalkan Tomomi dan Ayase yang masih terdiam satu sama lain.

"Wow, pria tadi cukup tampan—" ucap Tomomi menggantung kata – katanya.

Ayase hanya menggumam tidak jelas dan menukik perut Tomomi dengan sikutnya, lalu beranjak ke counter kasir yang berada di belakangnya. Tomomi hanya meringis tertahan sambil menahan tawa melihat wajah Ayase yang tidak dapat berbohong.

"Sepertinya dia sangat mempercayaimu dan toko ini. Sudah berapa lama dia menjadi pelanggan tetap disini, Ayase?" tanya Tomomi duduk di depan meja kasir tersebut.

"Seminggu dan—" Ayase menggantung ucapannya sedikit termenung memikirkan sesuatu.

"Dan—?" Tomomi berusaha meyakinkan Ayase untuk melanjutkan kata – katanya barusan.

"Wajahnya mengingatkanku kepada Ayah, Tomomi." ucap Ayase menatap Tomomi dengan ekspresi datar.

------------------------------------------------------------------------------------

Jangan lupa Vote+Commentnya yakkk

Biar aku semangattt teruss...

See u Next Update....(~*3*)~

You're Mine (Eternal)(BoyxBoy)M-Preg SeriesWhere stories live. Discover now