#2 Englischer Garten

225 6 6
                                    

Kring...kring...kring...

Dering HP pagi itu membangunkan Cindy. Masih sangat pagi untuk bangun dari tempat tidur. Badannya masih dikelumuni oleh selimut, berbaring ke arah kanan menghadap ke dinding kamar. Cahaya matahari sudah menembus kaca jendela, tapi jarum jam di dinding masih menunjukan pukul 04:30 pagi. Musim panas selalu begini, pagi begitu cepat menyapa.

"Siapa sih nelfon pagi-pagi gini?" tanya Cindy dengan nada sedikit kesal di dalam hatinya.

Jelas saja dirinya kesal. Sedang enak-enaknya tidur tapi dibangunkan oleh dering handphone yang cukup memekakkan telinga. Setiap malam menjelang tidur, Cindy selalu meletakan HP di sebelah kirinya, berada di tempat yang tidak sulit untuk dijangkau. Tergeletak di atas meja kecil, diantara boneka-boneka beruang koleksinya, pemberian dari teman-teman. Boneka-boneka itu sudah lama ia koleksi, sejak masih SD. Beberapa ada yang dibawanya ke Jerman, yang ukurannya tidak begitu besar, dan sisanya ia tinggalkan di Indonesia.

Gina, nama yang tertulis di layar HP-nya. Ternyata adik perempuannya yang menelepon pagi itu. Cindy mempunyai tiga orang saudara perempuan bernama Olivia, Nindy dan Gina, dan satu orang saudara laki-laki yang masih kecil bernama Afkar. Cindy sendiri adalah anak sulung dan Gina adalah adiknya yang ketiga. Gina memang suka menelepon mendadak, entah itu tengah malam waktu Jerman ataupun pagi-pagi buta seperti hari ini. Mungkin karena usianya yang baru beranjak sembilan tahun, jadi belum mengerti betul perbedaan zona waktu antara Indonesia dan Jerman.

Dengan mata yang masih terpejam, diangkatnya telepon itu oleh Cindy.

"Hallo kak," suara Gina terdengar begitu semangat.

Berbeda dengan Cindy yang menyapa balik adiknya dengan nada lesu. "Yaa hallo, kenapa Gin?"

"Gina juara dua loh kak. Tadi ambil rapor ke sekolah," ucapnya. Gina terdengar begitu senang. Usahanya belajar keras selama ini berbuah manis. Selama ini dia begitu sibuk dengan aktivitas akademisnya. Sekolah dari pagi sampe siang, dilanjut lagi dengan les tambahan dan malamnya mengaji ke masjid. Jadwal yang begitu padat untuk anak perempuan seusianya. Hal yang sama dirasakan Cindy sewaktu masih seusia Gina. Mama ataupun Papa menjadi pengantar dan penjemput setia serta tidak lupa tas kecil penuh makanan lezat sebagai bekal.

"Alhamdulillah. Selamat yaa, semangat terus belajarnya," ucap Cindy dan kali itu nada bicaranya tidak lagi lesu. Mendengar kabar bahagia dari Gina turut membuatnya ikut merasa senang.

Selang beberapa detik, Gina bertanya perihal hadiah yang dijanjikan Cindy jika ia juara kelas. "Kak hadiah untuk Gina mana? Kata kakak kalau Gina juara, Gina bakal dikasih hadiah," tanya Gina dengan penuh antusias. Ternyata ia mengingat ucapan kakaknya itu.

Cindy baru teringat kalau dirinya pernah menjanjikan hadiah untuk Gina. Seketika dia terdiam karena bingung memberikan hadiah apa. Teringat olehnya kalau anak kecil disini senang bermain Lego dan itu juga merupakan permainan yang bagus untuk melatih keterampilan anak-anak. Akhirnya ia putuskan untuk menghadiahi Gina dua kotak Lego yang berbeda jenis dan ukuran.

"Oiya hadiah untuk Gina yaa, nanti kakak belikan Lego," Cindy bertanya ke Gina apakah dia suka dihadiahi Lego, walaupun sebenarnya dia sudah tahu kalau Gina pasti mengiyakan hadiah itu.

"Asyiik, dapat Lego. Makasih kakak," balasnya senang. Merekapun menghentikan percakapan pagi itu karena Gina harus bersiap-siap untuk pergi mengaji ke masjid dan Cindy masih tiduran santai di kasur.

Banyak pesan masuk yang diterima Cindy pagi itu, salah satunya dari Zhafran. Seorang cowok yang akhir-akhir ini dekat dengannya. Mereka lumayan sering berkirim pesan di WhatsApp.

Today, 07:07

Zhafran

Cin selamat pagi. Semangat kuliahnya. Jangan lupa bahagia.

Teruntuk Hati yang Telah MemilihΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα