31. Menjadi-jadi

4.3K 281 0
                                    

Sarah baru membuka mata nya tiga jam kemudian, tepat saat bel pulang sekolah berbunyi dan suara Ardian yang masuk ke dalam mimpi nya. "Ayu pulang."

Perempuan itu tidak langsung mengangguk, melainkan membuka ponsel nya terlebih dahulu.

M. Khafi: sarah, r u sick?

Sarah Galena: kayak lagu nya arctic monkeys

M. Khafi: sarah, answer me

Sarah Galena: iya sakit, izinin ya entar

M. Khafi: i will

M. Khafi: see ya tomorrow

Sarah Galena: fhi, line lo di bajak pak sutiono ya?

M. Khafi: anjing

M. Khafi: sempet sempet nya ngelawak

M. Khafi: trs sempet sempet nya gue ketawa

"Ga futsal kan hari ini?" Sarah menggeleng menjawab pertanyaan Ardian, kemudian bangun dari tempat dan keluar dari UKS.

Ardian menghela napas panjang, lagi, Sarah mengacuhkan nya. Mood laki-laki itu ikut hancur, ia juga ikut mengacuhkan sekitar, mengacuhkan sapaan dari para fans nya demi Sarah. "Sar?"

"Hm?" Sarah menjawab, tanpa mau repot-repot menoleh ke sebelah nya. "Mau makan dulu ga? Atau ke dokter? Badan kamu panas banget."

"Gausah, nanti sama Mama aja." Menyerah, Ardian diam saja selama perjalanan pulang. Suara penyiar radio adalah satu-satu nya suara yang ada di dalam mobil ini.

----


Setelah minum obat, suhu tubuh Sarah menurun, tapi tidak meningkatkan semangat perempuan itu juga. Lagu mellow bermain di telinga nya dengan volume paling tinggi.

Ia tidak pernah menyangka kalau laki-laki tersebut akan berdampak besar bagi kehidupan nya. Bahkan sampai sekarang Sarah tidak mengerti mengapa ia bisa seperti ini.

Tidak lama setelah lagu dari Taylor Swift - If this was a movie mengalun, pintu kamar Sarah di buka. Naura menyembulkan kepala nya disana, sesuai dengan kebiasaan, pasti sekarang sudah waktu nya jam makan malam. Sarah tidak menggeleng, tidak juga mengangguk, tapi tetap ikut turun bersama Naura di sebelah nya.

"Udah enakan badan nya Sar?"

"Gatau, belom di cobain." Farhan dan Naura sama-sama mendecih bersamaan mendengar jawaban anak semata wayang nya itu. "Papa nanya serius."

Tidak ada jawaban. Sarah ikut memakan apa yang sudah di buat oleh Naura--tidak ingin orangtua nya tahu kalau ada hal lain yang membuat nya sakit seperti ini. Sarah memang selalu terbuka, tapi ia belum ingin memberi tahu apa-apa. "Besok kamu berangkat bareng Ardian lagi?"

"Iya."

"Oh iya, Revan kemana?" Naura bertanya, membuat pergerakan Sarah berhenti detik itu juga. Perempuan itu tidak lagi mengunyah makanan.

Butuh waktu lama sebelum Sarah mengeluarkan suara nya, tapi air mata terlanjur jatuh lebih dulu dari mata perempuan itu.

----

Revan tidak juga beranjak dari tempat duduk nya, berdiam diri selama berjam-jam hanya untuk mendengar suara reporter berita di televisi dan penasaran apa arti nya. Alis laki-laki itu saling bertauatan, berbarengan dengan mata nya yang menyipit ketika wanita di dalam televisi itu berbicara.

Sungguh, ia ingin mati aja rasa nya. Walaupun sudah tiga bulan menetap disini, kemampuan Revan berbicara bahasa Jepang belum bertambah. Hanya dasar-dasar nya saja--itu juga hanya dalam percakapan, kalau tulisan hiragana dan sebagai nya Revan belum mengerti.

"Van, ini apa? Semalem kamu lupa bawa ke apartemen," perhatian Revan kini berganti, menatap Mama nya yang masih ada di atas brangkar, sambil memegang buku tebal berwarna hitam.

"AKU LUPA?!" Pekik Revan kemudian, tangan nya dengan sigap mengambil buku tersebut lalu di masukan ke dalam tas nya. "Mama ga buka kan?"

Mama nya menggeleng. "Emang isi nya apa?"

"Foto-foto model terbaru yang aku robek dari majalah eres-eres."

"REVAN!" Revan lantas tertawa mendengar Mama nya berteriak tegas. Tidak, ia tidak segila itu.

Selepas tertawa, suara wanita penyiar berita kembali terdengar dari televisi yang tertempel di tembok. Perhatian Revan tidak lagi kepada wanita tersebut, melainkan kepada isi buku tadi.

Revan masih berpikir keras, kenapa ia bisa menulis sebanyak itu? Tulisan yang ada di dalam nya juga bukan main-main, melainkan curhatan hati nya. Selama enam belas tahun hidup nya, baru kali ini Revan bisa menulis sesuatu dengan banyak seperti itu.

Revan: rafi

Revan: gue galau!!!!!!!!!!!

Revan pikir, dengan jadwal nya yang sibuk disini--sengaja menyibukan diri--ia akan bisa melupakan perempuan itu. Tapi, bayangan perempuan itu tidak pernah kenal tempat dan waktu, selalu datang ke benak Revan tanpa bisa di tebak. Walaupun Revan sedang menjalani aktivitas nya, perempuan itu selalu melintas sejenak. Dan sekarang perasaan itu mulai menjadi-jadi.

Entah kapan, ia yakin kalau ia bisa melupakan perempuan tersebut.

EvanescetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang