25. Happy Sad

4.2K 281 2
                                    

Kata orang, melihat orang yang kita cintai bersama dengan orang lain adalah hal yang paling menyakitkan--dan Revan mengakui kalau hal tersebut memang menyakitkan.

Saat di taman kota tadi, Sarah terpaksa pulang lebih cepat karena Ardian membutuhkan nya. Revan mendecih, alasan klasik. Tapi karena Revan penasaran, ia memilih ikut ke rumah sakit dan menyaksikan bagaimana Sarah yang masih peduli dengan mantan pacar nya tersebut.

"One day you screaming you love me loud, the next day you're so cold." Gitar hitam yang ada di pangkuan Revan menjadi teman nya malam ini, sambil memetik senar gitar dan bernyanyi, Revan memejamkan mata nya. Merasakan semilir angin malam karena jendela kamar yang ia biarkan terbuka.

Terhitung sudah satu jam Revan duduk di tepi kasur nya, bersama gitar akustik di pangkuan. Selain jago dalam basket, Revan juga pandai bermain alat musik seperti gitar dan drum. "And I still don't know why, why I love you so much." Penggalan lagu dari Holy Grail tersebut adalah salah satu lirik yang ia sukai, dan yang sangat pas dengan nya sekarang.

Tidak ada yang bisa menganggu Revan sekarang. Rio sudah pindah rumah, juga Rozan yang sudah pergi ke Malang untuk kost disana. Sedangkan pembantu nya mungkin sudah tidur, mengingat ini sudah pukul satu pagi.

Revan tidak mengantuk, tapi juga ingin tidur untuk mengistirahatkan otak nya.

----

Aroma makanan dari dapur membuat Revan bangun, ternyata baru pukul tujuh pagi. Revan sekali lagi menguap, semalam ia baru tidur pukul tiga. Tapi karena masakan Mbak Wati yang tidak bisa perut nya tolak, laki-laki itu akhirnya berada disini.

"CUMI GORENG TEPUNG!" Revan jadi kegirangan sendiri melihat makanan favorit nya tersaji di depan mata. Bersamaan dengan itu, Mbak Wati tersenyum lalu memberikan mangkuk yang berisi saus pedas manis untuk melengkapi hidangan tersebut.

Revan Amar sent a picture.

Revan Amar: GUE DAPET CUMI!

Revan Amar: MAMPUS KALIAN SEMUAH!

Rozan M: tayi

Rozan M: gue bingung bersihin cumi nya gimana

Rozan M: jadi gue cuma makan indomie rasa rendang

Rozan M: apalah daya rozan sang anak kost

Febrio: bacot

Rozan M deleted Febrio from the group.

Revan Amar: adek kurang ajar

Revan Amar: ai lopyu mai rojan

Rozan M: lopyu tu repan

Tepat setelah Revan memasukan ponsel nya, suara bel dari pintu rumah mengalihkan perhatian laki-laki itu.

Revan berjalan berniat membuka, sedikit mendumel gara-gara cumi nya harus tertunda. "Cari siapa, Bu?"

Disana, berdiri seorang wanita paruh baya yang mengenakan daster sederhana--malah sangat kotor--juga pashmina cokelat terang yang menutupi hampir sebagian rambut nya yang sudah sebagian memutih. Air muka Ibu itu tidak baik--menurut Revan, terlihat seperti orang sakit.

"Ibu cari kamu, Nak." Ibu tersebut menatap Revan lekat, seakan baru saja menemukan berlian yang selama ini ia cari dalam kurun waktu yang sangat lama.

"Hah?" Hanya respon itu yang bisa Revan berikan, alis nya menyatu jadi satu--ia sedang berpikir keras. Pasal nya, ia tidak kenal dengan Ibu ini, tapi kalo di liat-liat kenapa wajah nya sedikit mirip dengan Rio?

"Nyonya Ghina?" Suara mbak Wati dari belakang tubuh Revan membuat laki-laki itu mundur satu langkah, membiarkan mbak Wati melihat orang yang ia panggil nyonya tadi.

Tapi, kerutan di dahi Revan menghilang kala ia menyadari sesuatu. Nyonya? Ghina? Bukan kah itu nama Mama nya? "Mama?" Revan berujar ragu, sedangkan Ghina mengangguk-anggukan kepala nya antusias, tapi sambil menangis.

Dua detik kemudian Ghina mengambil tubuh anak nya ke dalam dekapan. Walaupun tinggi Revan jauh di atas nya.

"Kamu sudah besar, Van." Revan belum memberikan respon apa-apa. Tangan nya juga tidak terjulur untuk memeluk kembali Mama nya, tapi satu hal yang ia rasa adalah pelukan ini sangat nyaman, menghangatkan, dan seperti pulang ke rumah sendiri. Otak nya kembali berpikir, Rio sering berbicara kalau ia sangat membenci Mama, bagaimana bisa ia membenci orang yang mempunyai pelukan seperti ini?

"Maafin Mama." Dunia seakan berhenti di pelukan nya, Revan tidak tahu harus berbuat apa. Bulir air di mata nya sudah jatuh beberapa detik yang lalu.

Ia tidak tahu harus senang atau sedih. Bertemu kembali dengan Ibu setelah enam belas tahun memang sangat menyenangkan. Tapi Revan sendiri tidak tahu apakah ia akan bisa menerima kenyataan ini? Kenyataan kalau Mama nya dulu tidak pernah mengisi hari nya, tidak mengisi kehadiran selama enam belas tahun tersebut.

Dan.

Apakah Revan bisa menganggap Mama nya sebagai seorang orangtua, kalau saat ini Revan hanya seperti bertemu dengan orang asing yang sama sekali tidak ia kenal?

****

A/n: gimana part ini?

EvanescetOnde as histórias ganham vida. Descobre agora