16. Pertunangan Rio

5.3K 362 2
                                    

Tidur pada jam lima pagi membuat gadis itu harus tertahan di alam mimpi sampai pukul dua siang. Sarah menguap begitu Naura membangunkan nya. Ini bisa jadi hal yang jarang terjadi, Farhan maupun Naura memang mempunyai prinsip bahwa anak nya dapat tidur sepuasnya bila hari libur--sampai ia bangun sendiri. Pengertian yang membuat Sarah senang memiliki orangtua nya.

Belum sepenuh nya sadar, Sarah berjalan kamar dengan rambut yang ia cepol asal. Gadis itu berjalan sambil bergumam tidak jelas, berharap kalau ia di bangunkan bukan untuk menemani Farhan membaca Surat Yasin di hari ketiga Joni mati.

Dugaan nya memang salah, tetapi tidak cukup untuk membuat Sarah bernapas lega. "Hai."

"Revan?!" Sarah masih disana, berdiri di anak tangga terakhir. Beberapa kali ia mengedipkan kedua mata nya, tetapi tidak ada yang berubah. Revan masih duduk di sofa bersama Farhan yang turut menemani laki-laki itu.

"Iya ini Revan, gausah dramatis gitu, elah." Farhan berkomentar jengah, tanpa sadar kalau kadar dramatis anak nya turun dari diri nya sendiri. "Udah sana mandi! Revan udah nunggu lama."

Sarah berdecak pelan. "Siapa suruh nungguin!" Lanjut nya kemudian berbalik arah, dengan cepat berjalan ke kamar mandi di atas.

Saat masuk ke kamar mandi, Sarah malah senyam-senyum sendiri. Kadang menghentakan kaki kesal karena Revan barusan melihat nya dalam keadaan terburuk. Pasti belek dan iler Sarah ada dimana-mana, jelek sudah citra nya di depan Revan. Tapi, kenapa Sarah terlalu peduli akan hal itu?

----

"Van, kenapa harus pakai mobil, sih?" Sarah menggerutu, meniupkan rambut nya yang sengaja ia biarkan tergerai berantakan di depan wajah nya. "Macet kan jadi nya!"

"Mana gue tau akan semacet ini," jawab Revan pasrah. "Yang lalu biarlah berlalu, Sar."

Sarah diam sejenak lalu mengeluarkan ponsel nya kemudian mencolokan kabel data ke tape mobil Revan. Satu menit kemudian muncul lagu dari The Script - No Words, yang kalau boleh jujur adalah lagu kesukaan Revan.


I could talk all day long about dreams,

Sewing up your heart so you never see a seam.

I could talk all day about politics,

All of the corruption, clean hands, dirty tricks

But what can I say

About something that blows me away

Without it soundin' like another cliché?

"From what I've seen and I've heard." Sarah ikut bernyanyi keras, walaupun suara nya lebih mirip dengan suara tikus kejepit.

"When it comes to you, baby, no, there are no, there are no words." Revan melanjutkan tanpa mau repot-repot melihat ke Sarah yang pasti sekarang sudah nganga. Perlu kalian tahu kalau Sarah itu lebay. "Gausah kaget gitu, ini lagu bukan cuma lo doang yang boleh tau."

"Ngeselin!" Seru Sarah, bibir nya maju beberapa senti--tanda ia sudah sangat bete. "Udah gue ga di kasih tau mau pergi kemana, terus di hujat pula."

"Yaudah lanjutin aja nyanyi nya," suruh Revan ketika menyadari gadis di samping nya malah diam.

"Kenapa? Merinding kan lo denger gue nyanyi!"

"Biasa aja, cuma gue suka denger suara lo." Perkataan itu meluncur lancar dari mulut Revan, laki-laki itu tanpa dosa tetap fokus pada jalanan, tidak peduli kalau gadis di samping nya hampir terkena serangan jantung akibat perkataan nya tadi.

Samar, akhirnya Sarah tersenyum sambil menuruti apa yang di katakan Revan. "There are no words in this world that describes you."

----


Mereka berdua berjalan beriringan memasuki salah satu hotel terkenal yang ada di Jakarta. Yang perempuan mengamit lengan yang laki-laki dengan wajah di tekuk, berbeda dengan wajah laki-laki yang terlihat bahagia.

"Goblok lo ah Van!" Ujar Sarah kesal, beberapa kali ia menghentakan sneakers putih nya ke lantai sehingga menimbulkan suara nyaring yang kencang. "Lo kira pantes banget apa dateng ke tunangan orang cuma pake jeans, kaos, sneakers?"

"Dia bukan orang, dia abang gue."

"Ya abang lo kan orang, stupid!" Maki Sarah, ia pikir Revan hanya akan mengajak nya jalan-jalan ke mall, mengingat laki-laki itu juga hanya memakai jeans hitam beserta hoodie berwarna putih. "Terus kenapa lo ga pake jas gitu?"

"Biar lo ga saltum sendiri."

"Tuh kan!" Sarah memukul bahu Revan kuat, lalu berusaha keluar dari apitan lengan Revan, tetapi sia-sia.

Sarah menutupi wajah nya di belakang tubuh Revan ketika mereka sudah masuk ke dalam ballroom hotel, dimana acara sedang berlangsung. Tidak ada yang spesial memang, hanya pemberian cincin, lalu makan dan acara bebas, tetapi itu tetap saja membuat Sarah malu karena tamu yang datang berpenampilan rapih dengan gaun cantik yang melengkapi--walaupun bila Sarah tau ia tidak janji akan mengenakan gaun.

"Eh si bontot dateng juga!" Sarah mau tidak mau keluar dari persembunyian nya saat mengetahui intrupsi Revan kalau yang berbicara tadi adalah abang nya.

"Kenalin gue Rio, abang nya Revan yang pertama kalo yang kedua tuh ada lagi makan sendiri---"

"Bang." Rio kontan melepaskan tangan nya yang menggenggam tangan Sarah--salaman, juga ikut menutup suara nya ketika Revan mengingatkan. "Lo baru abis tunangan, gausah genit."

"Wadaw, ada yang cemburu ternyata. Oiya, kamu Sarah kan? Revan sering cerita tentang ka---"

"Rio!" Rio hanya cengar-cengir tanpa dosa lalu menghilang dari hadapan adik nya sebelum ia salah bicara lagi.

"Gausah dengerin Rio, ga jelas dia mah." Ujar Revan. Silahkan kalian boleh katakan kalau Revan adalah pembual, karena memang ia sedang berbohong demi keselamatan nama nya di mata Sarah.

Revan kemudian terus berjalan menyusuri ramai nya tamu, sesekali balas menyapa teman-teman Rio yang sudah mengenal diri nya. "Sar." Ujar nya, menyuruh Sarah untuk keluar dari tempat 'persembunyian'.

"Sarah ini Rozan, abang kedua gue."

"Rozan."

"Sarah." Tidak seperti perkenalan antara diri nya dengan Rio, perkenalan itu berlangsung singkat. Membuat Sarah dapat menyimpulkan kalau Rozan adalah spesies yang paling kalem di antara ketiga saudara tersebut.

Revan kembali berjalan menjauhi Rozan, berjalan mendekati tempat makanan karena ia yakin Sarah akan keluar dari persembunyian tanpa ia suruh. Dan, benar saja. "PUDING!"

Laki-laki itu tersenyum samar, lalu memilih duduk di kursi berbentuk lingkaran yang ada di dekat tempat makan itu. Mata nya tidak lepas dari Rio yang sedang menyanyi dengan gitar di pangkuan, cepat sekali waktu berjalan. "Sumpah, enak banget puding nya!"

"Lo kali kelaperan," cibir Revan asal. Tidak ada yang berbicara lagi setelah itu, Sarah sibuk dengan dua cup puding cokelat yang ia taruh di atas meja.

"Gue ga pernah ngenalin keluarga gue ke siapa pun, tapi entah kenapa gue pengen kenalin mereka ke lo, Sar." Penuturan Revan mampu membuat sendok yang ada di mulut Sarah tertahan, puding yang tadi ia suap juga masih menempel di lidah, susah sekali untuk di telan. "Oiya, lo gausah minder gitu, walaupun lo ga dandan atau pake gaun kayak mereka, lo tetap cantik kok Sar."

Tolong, sudah berapa kali Revan membuat jantung Sarah berdetak dari biasa nya hari ini?

****

Media: The Script - No Words

EvanescetWhere stories live. Discover now