2. Basket

10.4K 623 8
                                    

Bel pulang sekolah adalah hal yang di nanti Sarah sejak tadi. Ia menopang kepala nya dengan bolpoin berwarna hitam, sesekali menghela napas panjang karena tidak mengerti apa yang guru tersebut jelaskan tentang rumus trigonometri. Seperti sedang berada di kelas alien, Sarah tidak mengerti apa-apa.

"Santai, sepuluh menit lagi." Sarah menoleh, mendapati  Alya--teman sebangku nya--sedang tersenyum lebar. Alya juga satu spesies dengan Sarah, sama-sama tidak menyukai pelajaran yang membawa-bawa angka atau rumus.

Sesuai dengan yang di katakan Alya, sepuluh menit kemudian bel sekolah berbunyi. Menyelamatkan anak-anak yang hampir tertidur, guru pun harus menutup pelajaran nya yang belum selesai mau tidak mau. Setelah membaca doa, Sarah mengangkat tas marun nya. "Mau bareng ga keluar?" Alya menggeleng, bilang kalau ia masih ada ekskul mading hari ini.

"Eh Sar!" Sarah lantas menoleh, melihat Khafi sedang tersenyum ke arah nya--seperti meminta bantuan--dan benar. "Lo mau langsung keluar kan? Bisa tolong kasih hp Leo ga?"

"Ke siapa?"

"Ke Mang Ujang." Khafi menjawab bercanda. "Ya ke Leo nya lah, dia lagi latihan basket di lapangan."

"Oh yaudah sini." Leo adalah teman sekelas nya, yang tadi bolos pelajaran terakhir untuk bermain basket di lapangan. Kelas Sarah--X IPS 4 memang berada pada lorong paling ujung--paling jauh dari tengah lapangan--tetapi kalau mau ingin keluar sekolah, pasti melewati lapangan.

Sarah keluar kelas dengan gembira. Papa nya sudah menunggu di gerbang, ingin mengajak Sarah membeli bola baru kata nya. Ponsel hitam merek apel di gigit itu di genggam Sarah dengan senang hati.

Saat melihat Leo sedang berlari-lari membawa bola berwarna oranye di tangan. Sarah berhenti, berteriak keras hingga bukan hanya pergerakan Leo yang terhenti, melainkan semua anak yang sedang bermain basket.

"LEO!"

Permainan kembali berlanjut setelah Leo keluar lapangan, mendekat ke orang yang memanggil nya tadi.

"Apaan Sar?"

"Ini tadi hp lo di titip sa---" belum selesai kalimat Sarah, perempuan itu malah menjerit kesakitan. Leo yang berada paling dekat dengan tubuh gadis itu bergegas membawa nya duduk, sepuluh menit kemudian baru di bawa UKS bersama beberapa anak basket lain nya setelah ia mengeluh tambah pusing.

---

Revan sebenar nya sedang malas bermain basket, tetapi paksaan demi paksaan yang di dapatkan nya membuat laki-laki itu jerah. Padahal niat nya Revan ingin segera pulang dan tidur di rumah. Bersantai-santai.

"LEO!" Ah. Teriakan itu seperti tidak asing bagi Revan. Ia menoleh, bener kan.

Revan yang melihat hal itu malah terpikir sesuatu, mengingat tadi pagi perempuan itu berhasil membodohi nya. Revan mengambil ancang-ancang, melempar bola basket ke arah Zuhdi--teman nya yang sedang berada dekat dengan Sarah. Ia berteriak agar Zuhdi mengambil operan nya, tetapi bola basket itu malah mengenai kepala Sarah. Tepat sekali lemparan nya.

---

"Eh dia gimana?" Tanya Revan, Leo menggeleng tidak tahu. Sarah kehilangan kesadaran lima menit yang lalu, sejak itu pula Revan terlihat khawatir. Sudah berkali-kali mendekatkan minyak aroma menyengat di hidung perempuan itu. Tetapi yang di maksud tidak juga kunjung sadar. "Gue keluar dulu ya. Urusin tuh anak orang, lagian si lo ngelempar ga liat-liat. Sakit banget pasti."

Tidak berselang lama setelah Leo keluar, suara lagu Imagine Dragons - Believer keluar dari saku perempuan tersebut. Revan dengan ragu mengambil ponsel itu dari saku Sarah yang letak nya ada di dada.

"Sarah, kamu dimana? Ini Papa udah nunggu lama banget tau!"

"Ha---lo."

"Eh? Kok suara kamu kayak cowok ya Sar? Jangan-jangan kamu pindah gender?!"

"Saya cowok Oom, temen nya Sarah."

"Oohhh, alhamdullilah. Sarah dimana ya? Lagi bareng kamu?"

"Sarah pingsan Oom, lagi di uks."

"Kok bisa?! Yaudah Oom kesana deh!"

Revan menghela napas lega setelah sambungan terputus. Kalau saja keadaan nya lebih baik, Revan pasti sudah tertawa karena tadi Papa Sarah mengira kalau anak nya sudah pindah gender. Ada-ada saja.

Sambil menunggu Papa Sarah datang, Revan menarik kursi agar bisa duduk di samping ranjang Sarah. Perempuan itu belum bangun, Revan bisa dengan jelas memperhatikan wajah Sarah. Bulu mata nya lentik, hidung mancung, bibir tipis. Dalam hati, Revan membenarkan pernyataan Leo dulu yang pernah memberi tahu nya kalau ada teman sekelas Leo yang cantik bernama Sarah.

Suara kenop pintu yang di buka menghentikan acara menyelidiki Revan, tubuh nya mundur sesaat. Bangun dari kursi lalu mencium punggung tangan Papa Sarah. "Saya Revan Oom, tadi Sarah kena bola basket gara-gara saya. Maaf ya Oom."

"Revan?" Farhan terlihat berpikir sebentar. Revan adalah nama yang dulu yang akan ia berikan kalau anak nya laki-laki, sedangkan Sarah adalah nama pilihan istri nya kalau anak mereka perempuan. "Weh kalian jodoh." Ujar Farhan semangat, ia nyengir lebar tanpa mempedulikan Revan yang terlihat kebingungan.

"Oiya, nanti kalo anak saya sadar kamu anterin pulanh ya. Oom mau lanjut ke kantor. Gapapa kan?"

"Iya Oom gapapa." Revan mengangguk pasrah. Hal yang di hindari nya saat ini adalah berada saat Sarah bangun. Pasti perempuan itu akan memarahi Revan habis-habisan, membuat telinga Revan budek karena teriakan nya. Membayangkan nya saja membuat Revan merinding seketika.

EvanescetWhere stories live. Discover now