17. Jatuh Hati?

5.4K 353 14
                                    

Pukul enam sore, sebenarnya acara belum selesai, tetapi Revan memilih pulang duluan. Bersama Sarah tentu nya.
Tapi bukan nya pulang, Revan malah mengajak ke tempat yang mampu bulu kuduk Sarah merinding ketakutan.

"Lo-----mau----bunuh gue? Terus---di kubur disini?" Tanya Sarah dengan gugup, saat melihat mobil Revan berhenti di depan tempat pemakaman umum. Sumpah, ia akan minta maaf kepada Revan sekarang juga kalau ia punya salah.

"Ngasal lo ah." Revan tertawa kecil, lalu tangan nya terjulur membuka safety belt Sarah. "Ayo turun."

Terik nya matahari sore membuat Sarah menyipitkan mata nya, kadang mata nya mengadah ke atas walau silau, tidak ingin kehilangan indah nya langit yang berwarna oranye ke-unguan. Revan berjalan pelan di depan Sarah, lalu langkah nya berhenti dan berjongkok di sela-sela makam yang ada.

Sarah sadar kalau makam bertuliskan Adi Fitrah adalah makam Ayah Revan. Mata nya sedikit terbelak kaget ketika melihat tahun wafat, 2004. Berarti, Ayah nya sudah pergi saat Revan masih berusia tiga tahun.

"Ini Ayah gue, gue emang ga inget muka Ayah kalo ga di bantu sama album-album foto, gue juga ga inget kenangan apa yang udah gue lakuin bareng dia karena umur gue belum empat tahun waktu itu, tapi gue tau kalo gue sayang sama dia. Ayah sama Mama cerai pas gue lahir, sejak itu Ayah yang selalu ngurus gue kecil, sedangkan Mama gue gatau kemana--sampai sekarang gue gatau dia dimana." Revan berujar pelan. Suara nya terdengar dari yang biasa nya, terdengar sangat menyedihkan--menurut Sarah.

"Ga ada yang tau tentang keluarga gue, you're the first one. Entah, gue ga pernah cerita ke siapa-siapa tentang keluarga gue yang menyedihkan ini. Gue gamau berbagi cerita sedih ke mereka, biarin gue aja yang nanggung. Lagi pula, emang ada yang peduli?"

"Gue peduli." Sela Sarah cepat, mata nya menatap mata laki-laki di hadapan nya, meyakinkan kalau ia memang benar-benar peduli.

"That's why I told you." Melihat wajah Sarah yang terlihat sedih, Revan tersenyum, menyadari kalau ia sudah kelewat batas. "Udah ah gausah sedih gitu, muka lo jelek, ga imut."

Wajah Sarah kemudian kembali datar, hampir seluruh hewan kebun binatang akan keluar dari mulut nya kalau ia tidak segera sadar ini adalah makam. "Gue ga sedih!"

"Pala lo ga sedih! Dasar lebay!"

"Anj--astagfirullah, Revan!"

----

"Pragya gimana si, tinggal ngasih bukti surat nikah ke Abhi kok ribet banget!" Naura gemas sendiri, menonton sinetron tv India berjudul Lonceng Cinta memang menjadi kebiasaan nya beberapa bulan ini.

"Kalo kayak gitu ga jadi sinetron Ma," sahut Sarah jengah. Walaupun ia jadi ikut-ikutan suka sinetron itu, tetap saja tidak sefanatik Naura.

"Iya juga si." Naura mengangguk-anggukan kepala nya mengerti, tapi mata nya tetap saja melotot ke arah tivi. "Tanu harus nya yang mati!"

"Kalo Tanu mati nanti ga ada yang jahat lagi, Ma."

"Ada, si Alia!"

"Ya tapi masa dia mau nikahin abang nya sendiri?" Tuhkan, Sarah sudah mengetahui banyak tentang cerita ini.

Naura terus saja berceloteh gemas, baru saat iklan, wanita itu diam lalu menatap anak nya penasaran. "Eh iya Sar, tadi di ajak kemana sama Revan?"

Sarah menatap Naura sambil menyeringai. "Kepo banget, kan."

"Uang jajan di stop sebulan."

EvanescetWhere stories live. Discover now