15- Hide And Seek And Secret

Start from the beginning
                                    

Lagi-lagi Mars terkesiap. Perhatiannya seluruhnya terfokus.

"Aku mendengarkan."

"Baik," terdengar suara orang membuka lembar kertas. "Gadis itu berusia 25 tahun―"

"Tidak mungkin," Mars memotong. "Jelas-jelas usianya masih 18 tahun."

"Anda salah, tuan," suara di seberang telepon membantah. "Mungkin saja wajahnya tampak seperti berusia 18 tahun namun sebenarnya dia lahir pada 28 Desember 25 tahun silam di sebuah desa kecil Rotten Hood."

"Kaubilang Rotten Hood?" Mars meninggikan suaranya dengan nada ketidakpercayaan. Rotten Hood adalah 'sesuatu' bagi Mars, dan mendengar nama desa itu disebutkan oleh orang lain, rasanya Mars tak yakin.

"Benar, tuan. Ibunya bernama Rosaline, atau yang sering dipanggil Rose, adalah pelacur yang ditemukan mati oleh anaknya sendiri yakni gadis itu. Namun saya menemukan hal yang mengejutkan tentang kematiannya, tuan," suara detektif itu terhenti.

"Lanjutkan," Mars memaksa dengan suara dalam yang tegas.

"Meski pun dia ditemukan dalam keadaan memegang pisau yang digunakan untuk membunuh ibunya, namun sebenarnya bukan dialah pelakunya."

Brak! Tak sadar Mars menendang meja. "Tidak mungkin. Polisi sudah menyelidiki kasus itu dan bahkan sudah menjatuhkan vonis penjara seumur hidup padanya. Tidak mungkin ada kesalahan!" Mars membantah.

"Tapi penyelidikan saya mengatakan hal lain, tuan. Pelaku yang sebenarnya adalah pacar korban yang kesal karena bertengkar hebat dengan Rose. Setelah melakukan penusukan, dia pun melarikan diri dan akhirnya mayatnya pun ditemukan oleh gadis itu yang kemudian mencoba mengambil pisau yang tertancap di perut Rose, hingga akhirnya kesalahan itulah yang dilihat polisi. Saya bahkan susah payah mencari pacar korban yang bersembunyi keluar kota dan sengaja membuatnya mabuk untuk mendengar pengakuannya. Saya masih punya bukti rekaman pengakuannya tersebut, dan jika Anda menginginkannya, akan saya berikan, pastinya dengan bayaran mahal."

Mars tak bisa berkata-kata untuk membantah.

"Lalu, apa kau menemukan hal lain tentang masa lalu gadis itu?"

Tidak terdengar jawaban dari seberang. Mars merasakan keengganan si detektif.

"Ada apa? Katakan saja," paksa Mars.

"Yang akan saya laporkan berikutnya adalah tentang ayah anda, tuan. Mayor Jenderal Roland Demian Lewiss."

Mars menghirup napasnya yang mendadak berat.

"Lanjutkan," pinta Mars. Walau bagaimana pun, dia harus mendengar semua kebenaran.

"Saya tidak tahu Anda mengetahuinya atau tidak, tetapi Tuan Roland diketahui sering sekali mengunjungi Rose di rumahnya, dan desas-desus tentang kedekatan mereka pun merebak luas di kepolisian. Terlebih ketika Tuan Roland tewas tertembak oleh peluru dan tusukan bareta di rumah Rose. Semua orang menyangka itu perbuatan Rose, tapi penyelidikan saya tidak berkata demikian."

Jantung Mars berdebar. Bukan ibu Dolly yang membunuh ayahnya, lalu siapa? Jika benar begitu, untuk apa semua balas dendam yang dilampiaskannya pada Dolly selama ini?

Tidak! Mars menggeleng-gelengkan kepala. Detektif itu pasti keliru! Namun hati kecil Mars tetap ingin mendengar penyelidikan itu.

"Anda masih ingin mendengar hasil penyelidikan saya?" suara si detektif begitu tegas meminta persetujuan. Mars menahan napas berat. Suaranya tampak terdengar berat. "Ya, aku masih ingin mendengarkan."

"Baik." Terdengar seperti bunyi halaman kertas dibalik. "Saya berhasil mendapatkan pengakuan dari salah satu anak buah pacar Rose yang sering mengikuti pacar Rose kemana-mana. Dia mengatakan bahwa Tuan Roland memang sering berkunjung namun semata-mata hanya untuk menemui gadis bernama Dolly itu. Dia tidak tahu apa hubungan Tuan Roland dengan gadis itu, dan Rose pun enggan menceritakan tentang Tuan Roland kepadanya mau pun pacarnya." Detektif itu berhenti sejenak untuk mengambil catatannya. "Awalnya Tuan Roland mendapat penolakan untuk menemui gadis itu oleh ibunya. Namun karena ayah Anda bersedia memberikan sedikit uang, akhirnya dia bisa menemui gadis itu kapan saja. Pertemuannya dengan gadis itu tidak berarti apa-apa. Saksi bilang Tuan Roland hanya sering memandangi gadis itu dari dekat dengan perasaan sedih. Apalagi karena gadis itu tidak berbicara sama sekali. Dan hanya seperti itulah interaksi ayah Anda dengan gadis itu selama ini."

The PrisonerWhere stories live. Discover now