Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi

One

32.3K 2.1K 49
                                    

Sebuah mobil van hitam berhenti di halaman gedung tua yang terlihat sepi. Waktu menunjukan pukul tiga dini hari, hanya ada suara jangkrik yang mengisi keheningan di sana. Pintu mobil van tersebut terbuka, satu pria berpakaian serba hitam keluar dari sana, kemudian disusul oleh dua pria berpakaian serupa, keduanya memakai sarung tangan hitam dan membawa keluar sebuah kantong jenazah dari dalam van hitam yang mereka tumpangi.

Mereka lalu meletakan kantong jenazah tersebut di depan gedung tua yang terlihat seperti gudang itu. Ketiga pria misterius tersebut kemudian pergi meninggalkan gedung tua yang merupakan markas besar mafia.

***

Aku berjalan memasuki gedung usang yang masih terawat. Dari depan gedung memang tampak sepi dan tak berpenghuni. Gedung ini terletak di kawasan terpencil. Tak banyak orang tau dan tak banyak orang yang peduli dengan bangunan usang tersebut. Terkecuali kelompok Mafia yang tergabung di bawah pimpinan Salvatore Garvano—seorang lelaki paruh baya dengan pengaruh besar dalam dunia gelap yang dijalaninya. Ia memiliki anak buah yang tersebar luas di Makau sebuah wilayah di pesisir selatan Republik Rakyat Tiongkok. Salah satunya adalah aku, Stephanie Liu. Sudah 26 tahun aku hidup di bawah pimpinan Salvatore. Singkatnya aku merupakan bayi yang ditemukan oleh Salvatore kemudian diasuhnya dan setelah besar aku dijadikan sebagai anggotanya. Aku adalah satu-satunya anggota wanita.

"Hari yang melelahkan, Steph?" sapa seorang lelaki bertubuh kekar kemudian membukakan pintu besi untukku.

Aku tersenyum miring. "Selalu," ujarku tetap berjalan.

Untuk mencapai ruang utama gedung ini aku harus melewati tiga pintu masuk yang masing-masing dijaga oleh anak buah Salvatore. Keamanan dalam gedung ini benar-benar sangat ketat. Begitu melewati pintu terakhir aku berada di ruangan besar di mana ada banyak anak buah Salvatore yang sedang sekedar duduk bersantai, bermain judi, minum, dan sebagainya. Ketika melihat aku datang beberapa dari mereka menyapaku dengan ramah. Semua anak buah Salvatore tahu siapa diriku.

"Stephanie! Senang melihatmu lagi!"

"Stephanie apa kabarmu?!"

"Kau semakin cantik!"

Dan sebagainya, namun aku hanya menanggapinya dengan senyuman dan dengusan geli. Aku sudah terbiasa dengan para pria itu. Bagiku seberengsek apa pun mereka, mereka tetaplah teman dalam kehidupanku selama ini.

Aku berjalan menaiki tangga besi yang mengeluarkan aroma besi berkarat, dari arah berlawanan aku berpapasan dengan lelaki berwajah menarik dengan mata sipit yang lebih muda dua tahun dariku.

"Stephanie?" sapanya menghentikan langkah begitu pun denganku

Kami berdiri berhadapan. "Hei, Mat!"

Ia tersenyum tipis. "Apa kabar?"

Aku menyunggingkan senyum. "Baik."

"Salvatore telah menunggumu di ruangannya."

Aku mengangguk.

"Sepertinya ada hal penting, ya?"

Aku menyeringai. "Aku akan mencukur botak kepalanya jika ia mengundangku ke sini hanya untuk hal yang tidak penting."

Lelaki bernama Matteo itu terkikik geli. "Tentu, kau bisa melakukan apa pun pada orang tua itu."

Aku mengangguk sekali. "Baiklah. Aku pergi dulu."

"Silahkan," ujar Matteo dan aku pun melanjutkan langkah.

***

Aku mendorong pintu hingga terbuka, terlihat seorang lelaki tua dengan topi koboinya sedang menghirup cerutu sambil memperhatikan sesuatu yang ada di tangannya.

"Salvatore," sapaku masih di ambang pintu.

Lelaki tua itu mendongak menatapku seraya menyunggingkan senyumnya. "Masuklah."

Aku berjalan masuk tak lupa menutup pintu lalu duduk berhadapan dengan Salvatore yang dibatasi oleh meja kerja. Salvatore kembali menatap sesuatu yang ada di tangannya seraya mengisap cerutu kemudian mengembuskannya.

"Ada pengkhianat yang telah menjual amunisi tanpa sepengetahuan kita," kataku membuka pembicaraan.

"Aku tahu," ujar Salvatore tanpa mengalihkan tatapannya.

"Aku sedang menyelidikinya."

Salvatore menaikan satu alis. Ia kemudian melirikku. "Matteo yang akan mengurusnya."

Aku memicingkan mata. "Tapi—"

"Ada hal yang lebih penting dari itu yang harus kau lakukan," Salvatore memotong ucapanku.

"Apa?"

Salvatore mengembuskan napas perlahan. Lelaki itu meletakan cerutunya di asbak. Ia lalu menimang-nimang sesuatu yang menjadi fokus perhatiannya sejak tadi.

"Kau ingat dengan kematian Boris seminggu yang lalu?"

"Tentu." Aku mengerutkan dahi karena baru saat ini Salvatore mulai membahas Boris. Boris adalah anggota yang telah meninggal karena terbunuh dalam misinya. Kematiannya meninggalkan duka yang mendalam terlebih ia juga salah satu teman terdekatku.

Salvatore mengusap dagunya kemudian meletakan benda yang sejak tadi di pegangnya di atas meja. Ia mendorongnya ke arahku sehingga aku dapat melihatnya dengan jelas. Tampan, adalah kata pertama yang muncul dalam benakku ketika melihat foto yang Salvatore tunjukan. Namun, dengan cepat aku segera menepis pemikiran itu. Kembali pada pokok permasalahannya.

"Siapa dia?" Mataku masih tertuju pada foto lelaki bersetelan abu dengan rambut hitam mengkilat tersisir rapi ke belakang sambil memegang gelas champagne. Pria dalam foto tersebut terlihat sedang mengobrol, meski bibir tebalnya yang seksi menunjukkan senyum tipis namun matanya yang tajam seperti elang menunjukkan seolah ia adalah orang yang bengis.

Salvatore menyandarkan tubuhnya pada kursi singgasananya. Lelaki itu menatap foto tersebut lekat. "Namanya Luca Huang, 30 tahun. Dia adalah seorang pengusaha dan taipan kaya raya."

Aku menaikan satu alis. "Lalu apa hubungannya dengan kematian Boris?"

Perlahan Salvatore mengembuskan napas. "Luca adalah orang yang sudah merebut wilayah dan menghancurkan bisnis kasino kita. Kau tahu sendiri bahwa pendapatan terbesar kita dari sana. Jika terus seperti ini, aku akan mengorbankan banyak kehidupan orang-orangku." Salvatore mengalihkan tatapannya dari foto Luca Huang ke satu-satunya jendela kecil yang ada di ruangan tersebut.

"Aku memberikan tugas kepada Boris untuk menghancurkan bisnis lelaki itu. Namun, nampaknya tak mudah, Luca membunuh Boris sebelum lelaki itu menuntaskan misinya."

Aku menatap lekat foto Luca.

"Dan sekarang permasalahannya bertambah. Aku harus menghancurkan bisnis lelaki itu sekaligus membunuhnya. Ingat, nyawa dibalas dengan nyawa."

Aku lalu mendongak, menatap Salvatore lekat. "Lalu sekarang apa maksudmu memanggilku ke sini?"

Salvatore terdiam, mempertimbangkan apa yang harus dikatakannya. Kemudian lelaki itu menegakkan duduknya menatapku lekat.

"Kau akan melanjutkan misi Boris yang masih tertunda."

Seketika aku terpana menatap lelaki tua di depanku.

Apakah dia sudah gila?

DANGER: Hate and RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang