Always Be my Baby // Finn Harries

670 24 8
                                    

WATCH THE VIDEO (multimedia) TO SEE FINN HARRIES KAY X 

*

Ganze, namanya. Unik, seperti dirinya. Gadis tomboy, ramah, baik hati, dan aku tidak pernah melihatnya menangis tetapi kini ia tengah tertidur dengan mata yang sembab dan juga sambil memeluk sweater milikku. Entah ada angin apa, aku merindukannya jadi aku mendatanginya tengah malam begini, aku menyelimuti gadis itu sampai dada. Badannya sedikit bergetar karena dingin sekali, diluar hujan ditambah lagi AC kamar menyala. Pun, aku mengambil remot AC diatas nakas dan langsung mematikan AC dengan itu. Kemudian, aku duduk disamping tempat tidur, hanya melihat keindahan yang ada dihadapanku saja. Ganze, memiliki wajah putih pucat, mata biru, dan juga rambut coklat yang menjuntai indah sebagai hiasan kepala.

Sayangnya, dia adalah mantanku. Mantan pacar lebih tepatnya. Katanya sih dia ingin bebas, katakana aku egois. Memang aku ini egois, tapi aku tidak ingin melukainya dan melepaskan gadis itu begitu saja.

Ganze memutar tubuhnya kearahku kemudian memeluk pinggangku layaknya guling. Aku terkekeh geli, dengan keadaan terduduk aku menggeser pelan kearahnya dan mengusap kening gadis itu pelan. Kata ibuku, seseorang yang sedang tertidur suka jika keningnya dielus pelan.

Tangannya masih memegangi perutku, lebih tepatnya memeluknya. Kau bisa kan membayangkannya seperti apa?

“Finn….” Gadis itu menggumam namaku, sepertinya dia bermimpi. Aku hanya bisa tersenyum geli. Dia gadis manis, dan aku begitu tidak ingin untuk melepaskannya. Tapi, takdir berkata lain; Kami berpisah.

Well, ini bukan masalah takdir tapi kami hanya perlu waktu.

cause I know in my heart, babe

Our love will never die.

Pikiranku terbayang-bayang saat dua minggu yang lalu dimana Ganze memutuskan untuk berpisah dariku.

*

Finn sedang bersantai ditemani oleh Koran dan juga kopinya. Ia menyesap sedikit kopi dalam mug itu, dan ditaruhnya kembali mug tersebut diatas meja. Tak lama, seseorang perempuan yang sangat familiar baginya masuk dan mendudukan dirinya dihadapan Finn tiba-tiba.

“Tidak mengetuk pintu huh?” Tanya Finn sarkastik yang masih tetap berkutat pada Koran paginya itu. Yang ditanya, hanya memandangi yang bertanya dengan sangat marah.

“kamu sangat keterlaluan Finn. Mengapa kamu menonjok Liam? Dia tidak bersalah, akulah yang bersalah.” Gerutu Ganze, ia tidak habis pikir oleh pacarnya karena Finn bertingkah bodoh memukuli Liam yang notabene-nya adalah teman sekelas Ganze disekolah.

Finn memutar bola mata, kemudian ia melipat korannya dan ditaruhnya diatas meja bersamaan dengan kopinya. Lalu, ia membuka suara, “Dengar, jika pada waktu itu aku terlambat datang kamu pasti sudah menangis seharian dikamar. Lalu Liam dimana saat kamu hampir diperkosa dengan orang-orang keparat itu hah?”

Ya, dia benar. Kalau saja Finn terlambat menolong Ganze pasti gadis itu sudah hilang pertahanannya sebagai seorang gadis.

“Liam sedang membelikan coke untukku, dan mereka tiba-tiba saja datang dan hampir memperkosaku. Tidak sepantasnya kamu memukuli Liam, karena pada saat itu aku sedang haus, jadi Liam membelikan coke untukku.” Jelas Ganze yang masih terlihat kesal

“Cih. Pokoknya aku tidak suka padanya, Ganze, apa jadinya kamu bila aku tidak datang disaat yang tepat hm? Mungkin, kamu akan bunuh diri setelahnya, ya kan?” bisakah lelaki itu berhenti bicara dengan nada sarkastik dihadapan seorang gadis?

Gadis itu menegang sesaat, “Tapi, kamu tidak perlu memukuli Liam. Itu bukan cara menyelesaikan masalah, Liam adalah anak dari kepala sekolah. Bagaimana jika aku dikeluarkan dari sekolah hah?”

Daydreamer ⇨ Random One Shot{s}Where stories live. Discover now