O1

11K 1K 58
                                    

"All I know is you said hello, so dust off your highest hope.
All I know is pouring rain, and everything has changed."


***


Sore itu, hujan turun dengan deras. Di antara tujuh hari dalam seminggu, hujan memilih hari saat Jiho melaksanakan tugas piket mingguan. Juga, di hari Jiho dengan cerobohnya meninggalkan payung di meja belajar karena berangkat buru-buru. Butuh seenggaknya 15 menit perjalanan dengan bus ditambah 5 menit berjalan dari depan komplek untuk mencapai rumah. Kalau Jiho nekat, bisa-bisa ia basah kuyup dan berakhir dengan demam tinggi.

Ah, kalau saja tadi ia langsung pulang setelah menyapu dan menata meja ala kadarnya seperti teman-teman yang lain, Jiho pasti nggak terjebak hujan.

Cewek itu menghela napas, lalu memutuskan untuk melanjutkan beres-beres kelas.

Di sekolah, ada penghargaan mingguan khusus untuk kelas terbersih dan terkotor. Guru tatib dibantu anggota MPK dan OSIS akan berkeliling setiap sore untuk menilai kebersihan kelas, lalu nilai itu direkap dan hasilnya diumumkan saat upacara.

Lucunya, kelas Jiho sudah tiga minggu berturut-turut dapat gelar kelas terkotor, padahal ketua kelas mereka terhitung aktif di MPK. Anak-anak kelas sering seenaknya memindahkan meja dan kursi, yang cowok supaya mereka bisa main game bersama, yang cewek supaya mereka bisa nonton drama Korea. Belum lagi, mereka terhitung mageran, makanya Jiho nggak heran ada banyak sampah plastik bekas di laci.

Fokus Jiho buyar saat pintu kelas tiba-tiba terbuka dari luar. Ia menatap ke arah sumber suara dengan was-was sambil mengeratkan genggaman pada sapu yang sejak tadi di tangan, takut ada orang jahat.

"Eh, Jiho?"

Hhh. Ternyata Jaehyun.

"Gue gak tau ada orang di dalem, sorry ngagetin," si empunya suara menampilkan senyuman sungkan sambil menyeret tas ransel masuk kelas, sementara tangannya yang lain mengacak rambutnya yang agak basah.

Jiho membalas dengan senyum kecil, menandakan ia nggak apa-apa. Matanya turun ke arah bekas sepatu Jaehyun—basah dan sedikit bercampur tanah.

Terserahlah, batinnya, biar yang piket besok yang ngurus.

"Kok belum pulang?" Jaehyun menutup pintu, meredam suara tetesan air hujan dari luar, lalu duduk di meja paling pojok. Ia masih mengenakan jersey tim basket sekolah dan badannya basah, entah karena air hujan, keringat, atau keduanya.

"Gue lupa bawa payung. Lo?"

"Sama, gue juga gak bawa payung."

Mereka sama-sama melempar senyum. Awkward.

Di antara 36 murid yang ada di kelas 11 IPA 2, Jiho merasa Jung Jaehyun adalah orang yang paling jauh dengannya. Mereka sudah sekelas selama hampir setahun, tapi percakapan kasual mereka bisa dihitung dengan satu tangan. Ajaib, karena mereka nggak pernah berada dalam satu kelompok yang sama untuk tugas maupun praktikum. Grup kelas? Aduh, Jiho malas menimpali obrolan anak-anak yang nggak jelas.

"Jiho, gue puter lagu gak apa-apa ya?" tanya Jaehyun lagi.

"Asal jangan dangdut, gak apa-apa."

Jaehyun tertawa, "Yah, ketahuan deh."

Jiho mendengus pelan, lalu tersenyum. Setelah meletakkan sapu di pojok kelas, ia duduk di meja guru, mengeluarkan catatannya. Diam-diam, Jiho jadi penasaran selera musik Jaehyun seperti apa.

Alternative rock? Eh, jangan-jangan beneran suka dangdut, lagi.

Lagu yang familiar menyapa pendengaran Jiho. Refleks, ia bertanya, "Lo suka lagu ini?"

Train - Hey, Soul Sister.

"Iya. Kenapa?"

Jiho hampir memekik. Itu lagu kesukaannya. Bukan karena seseorang atau kejadian spesial, tapi Jiho suka liriknya. Dan lagu itu memang diputar hampir di manapun, di acara TV, di radio, bahkan di mall.

"Nggak apa-apa," sahut Jiho, "dulu waktu pertama denger lagu ini, gue kira liriknya 'Hey, sound system.'"

Tawa Jaehyun meledak, "apa-apaan, sound system?"

Jiho cuma tersenyum sambil menggaruk tengkuknya, malu karena kebodohannya sendiri. Tapi, mendengar dan melihat tawa Jaehyun, ia malah ikut tertawa.

His laugh is contagious.


***


Jiho nggak ingat berapa lagu yang sudah terputar dari playlist milik Jaehyun. Hampir semuanya sering Jiho dengar, mulai dari Maroon 5, Owl City, sampai Bruno Mars alias favorit Jaehyun (cowok itu bilang sendiri). Jiho juga nggak ingat berapa soal PR matematika yang sudah mereka kerjakan—ralat, ia kerjakan. Soalnya Jaehyun lebih banyak main game di laptopnya.

Cowok itu cuma melihat pekerjaan Jiho kalau loading, lalu bertanya 'ini kok bisa dapet gini?' yang selanjutnya Jiho jawab dengan hati-hati. Atau, Jaehyun malah mengoreksi hasil jawabannya dengan bilang, 'ada yang kurang teliti, tuh'. Selebihnya ia sibuk menekan-nekan tuts keyboard diselingi gumaman nggak jelas dan beberapa umpatan.

"Hujannya udah mulai reda," ucap Jiho pelan sambil melihat ke arah jendela. Tersisa gerimis kecil, nggak masalah kalau mau jalan menerobos ke halte depan sekolah. Cewek itu segera merapikan barang-barangnya.

"Lo pulang naik apa?"

"Bus. Lo?"

"Gue juga naik bus," Jaehyun menyampirkan tas ransel hitamnya di bahu kanan, lalu membuka pintu kelas, "nomor berapa?"

"03."

"Lah, sama dong. Rumah kita searah ternyata."

Jiho berjalan mengekor Jaehyun, tangannya menutupi wajah dan kepalanya dari tetesan air hujan.

"Mau dipayungin pake tas gak?" tanya Jaehyun sambil memelankan langkahnya.

"Hah?" Jiho berkedip dengan cepat, otaknya mendadak berhenti bekerja selama sepersekian detik, "nggak usah! Gerimis doang. Gak enak aja mata kemasukan air."

Jaehyun mengangguk menyetujui sambil tersenyum tipis. Beruntung bis mereka menepi tepat setelah mereka sampai di halte, jadi mereka nggak perlu menunggu lama.


***

Hi, HelloDove le storie prendono vita. Scoprilo ora