Thirteen(Rayya_ surprised)

33 0 0
                                    


Rasa hambar membuatnya tidak ingin menoleh pada siapapun. Mereka menyebutnya sugesti. Tapi Rayya yakin itu tidak pernah ada. Rayya menutup segala yang berbau tentang rasa.

Scarf maroon yang biasa tergantung bebas dilehernya kini di ikat di kepala menjadi bandana. Ia ingin membuat dirinya sedikit berbeda untuk hari ini... saja. Rayya mengambil sebotol air yang berada di sela-sela rak bubuk teh untuk menyemprot kaktusnya. Minggu ketiga dari semprotan terakhir. Kaktu itu tampak sedikit mengecil. Mungkin di dalam sana sudah tidak ada lagi persediaan air. Rayya membersihkan serpihan kotoran dari dalam pot itu dengan tangannya. Ia terlihat begitu mencintai tanaman kaktus. Menganggap ada kehebatan luar biasa dari tanaman itu yang selalu dirawatnya. Tanaman yang mampu bertahan berhari-hari tanpa disiram. Tanaman yang memiliki persediaan untuk dirinya sendiri. Lewat duri, ia tidak dapat disentuh oleh sembarang orang yang bukan ahli. Begitulah cara Rayya mencintai kaktus. Banyak filosofi yang dibangun disana tentang dirinya.

Tangan Rayya menyentuh duri-duri itu untuk dibersihkan. Halus, penuh kehati-hatian. Ketiga kaktus itu menjadi peliharaan dalam hidupnya saat ini.

Suara cangkir diletakkan dari balik badan Rayya menandakan pesanannya sudah berada di atas meja, Rayya merasakannya, tanpa harus menoleh. Kemudian ia mendengar suara kedua yang menyentuh meja. Kali ini ia menoleh. paperbag hitam?

"Kemarin ada yang nitip ini buat kamu, Ray," pinta madun menjelaskan. Raya memicingkan matanya. Kemudian duduk, sembari meletakkan botol kecil di sebelah cangkir.

"Dari siapa?" Rayya memastikan.

"Dari laki-laki yang sering datang kemari," singkat Madun berharap Rayya mengetahuinya.

I see.

Rayya langsung meraih benda itu dan mengeluarkan isinya. Masih ada kotak berwarna merah disana. Lengkap dengan pita kain kecil yang membalut kotak tersebut. Perlahan dilepasnya pita itu, lalu menarik tutup pada kotak. Seketika wajah Rayya berubah drastis. Dari rasa penasaran menjadi... tanpa ekspresi. Namun, rasa khawatir sekilas tergambar disana. Rayya merasakan dadanya sesak. Entah kebetulan atau apa, pikir Rayya. Membuat dirinya ingin pergi dari tempat itu. Matanya menangkap secarik kertas di balik tumpukan isi dalam kotak. Kertas yang di tulis dengan tinta hitam membentuk beberapa baris kalimat. Rayya mencoba membacanya kata demi kata. Sedikit terbata.

Yogyakarta, 09 Juli 2016

Teruntuk Rayya Sutjipto Rahardja,

Maaf. Aku harap kau dapat mengerti lebih dalam kata itu. Karena keterbatasanku untuk merangkai permohonan maaf jauh lebih buruk. Tidak untuk mengusik. Namun, caramu menikmati tempat ini membuat aku paham. Kau harus tau, kita tetap berada pada kotak yang berbeda. Silahkan nikmati harimu di setiap hari Kamis. Pastikan aku tidak ada disana untuk hari yang sama.

_Jery Byantara_


#31HariMenulis

old tasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang