Twenty-six ( That's Man)

32 0 0
                                    

Di tengah perbincangan mereka, dua orang laki-laki ikut mengisi balkon luas itu. Keduanya terlihat membawa alat musik, sexophone dan keyboard, lalu menuju kearah salah satu sudur yang sudah didekorasi menjadi bilik khusus untuk memainkan musik. Standing microphone dibawakan dari dalam ruangan oleh pelayan untuk diletakkan dihadapan mereka. Rayya dan Jery sempat menoleh sekilas. Kemudian keduanya saling menatap, mengangkat kedua alis mereka. Menandakan sepertinya akan ada musik pengiring perbincangan mereka. Lampu kecil berbentuk lampion yang saling menyambung mulai dinyalakan sebagai penerang balkon. Hanya beberapa, agar tidak menyaingi lampu kendaraan dan jalanan kota di bawah sana, dan gemerlap bintang diatasnya. Seorang laki-laki mulai memainkan tuts pada keyboard, Rayya memasang telinganya untuk menebak intro lagu yang dimainkan. Always on my mind- Elvis Presley, batin Jery. Seketika Jery merasakan bunyi hembusan nafas panjang yang ternyata di tahan oleh Rayya dari tadi. Jery memahami kondisi hati Rayya saat ini.

Dalam setiap cerita yang keluar dari mulut wanita itu, Jery menyambungkan bait kalimatnya dengan kata "lalu?". Sesekali terdengar Rayya yang menertawakan dirinya sendiri karena merasa bodoh. Namun Rayya sadar, dirinya tidak bisa berbuat banyak.

"Namanya Ghafran...," sahut Rayya, menyambung ceritanya.

Ghafran Arya Gumelar. Itulah nama panjang laki-laki yang ditunggunya.

"aku mengetahuinya saat salah seorang laki-laki paruh baya dengan pakaian yang senada dengannya memanggil dirinya untuk segera menuju panggung," sambung Rayya. "Dan kau tau Jery...," Jery menoleh pada Rayya. "Dia yang membawa ku ke tempat ajaib itu," kalimat Rayya membuat Jery menaikkan alisnya sebelah.

"Your Little house?" Jery memastikan. Rayya mengangguk. Wanita yang berada disisi kanannya itu terus bercerita tentang laki-laki bernama Ghafran. Laki-laki dengan nama belakang dari pihak Ayahnya itu di gambarkan Rayya berperawakan tinggi, hangat, dan ambisius. Rayya menceritakan setiap detail tentang Ghafran. Mulai dari sikapnya yang mengutamakan prinsip wanita, hingga kebiasaannya yang selalu meneguk segelas air putih sebelum percakapan mereka lewat telepon dimatikan. Rayya mencintai sepi karena laki-laki itu tidak suka keramaian. Rayya betah berjam-jam membaca buku, karena laki-laki itu selalu mengajaknya berdialog lewat media itu. Rayya menyukai kaktus, karena laki-laki itu mengajarinya merawat tanaman dan memberikan awal kepercayaannya pada Rayya lewat tanaman kaktus.

Rayya banyak belajar dari seorang Ghafran. Hingga pada detik ini pun, Ghafran masih mengajarinya untuk mengenal rasa sabar. Entah itu akan berbuah manis yang panjang, atau justru rasa kecewa yang menyisakan bekas.

Rayya, tanpa sadar kau masih menganggap semua ini bagian dari bumbu penantianmu. Keyakinan hati membuat kau selalu percaya bahwa segalanya punya jawaban, punya ujung, punya hasil dari apa yang kau tanam dalam hatimu selama ini. Rayya, dari dalam hatiku berdoa, semoga kau mendapat jawaban yang pantas. Kau wanita yang patut mendapatkan itu.


#31HariMenulis

old tasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang