two (being normal)

77 0 0
                                    

Hangat. Dinding kaca yang biasa di tutup setengah dengan tirai kayu, sore ini dibiarkan terbuka. Pantulan matahari dari luar ruangan menyamarkan orang-orang yang berada didalamnya. Terlebih karena pergerakan dedaunan dari pohon depan 'rumah kecil' itu. membentuk bayangan seperti burung yang menari-nari. Beberapa menit sekali menutupi silau cahaya karena tertiup oleh angin. Rayya menyisihkan jaket jeansnya di lengan kursi lalu menggulung rambut seadanya. Kemudian ia berjalan menuju rak buku yang bersebelahan dengan lemari kaca berisi gelas-gelas antik. Gelas berwarna hijau kecokelatan. Lebih dekat, terlihat gagang yang mulai retak. Debu halus memenuhi sela-sela tumpukan piring kecil sebagai alas gelas. Tidak untuk digunakan. Gelas-gelas itu hanya sebagai icon bahwa pemilik cafe mencintai kenangan. Pun begitu dengan buku-buku yang tersentuh oleh tangan wanita bertubuh ramping itu. Buku-buku beragam judul dan genre yang disusun secara random. Disini Rayya menggunakan prinsipnya. Tidak akan meletakkan kembali buku yang sudah ditarik dari raknya. Sebisa mungkin ia baca apapun isi didalam buku itu hingga selesai. Menemaninya sore itu juga. Semacam mengasah peluang untuk diri sendiri. How attractive you are, Rayya.

"udah dua tahun Ray. Masih belom hafal sama buku-buku itu?," salah satu barista berkacamata mulai menyapanya.

"itu sama alasannya kenapa aku masih sering datang kesini, Dun." Jawaban Rayya selalu membuat Madun tidak dapat memperpanjang perbincangan mereka. Madun sudah hafal tingkat kebetahan seorang Rayya untuk sesuatu yang membuat dirinya nyaman. sekalipun dia tau itu tidak nyata.

Disandarkan tubuhnya pada sisa dinding kayu yang berada di sebelah rak sebagai pemisah antara dinding kaca dan tembok cafe. Sembari menunggu pesanannya diantar.

Kau biarkan aku menyentuh buku ini sendirian? Lalu bagaimana dengan prinsipku yang tidak akan membuka satupun buku-buku ini sebelum kau muncul di depan pintu? jangan biarkan argumen ini hidup secara sepihak. Aku butuh kritik yang ada didalam isi kepalamu. Kritik yang membuatku memasang telinga lekat-lekat. Kritik yang terkadang akhirnya membuat perut ini keram karena tertawa. Berapa lama lagi? Sebulan? Tiga bulan? Enam bulan? Setahun? dua tahun? Haha. Stop it Rayya.

Rayya menarik ujung bibirnya membentuk lengkungan kecil. Matanya tetap mengarah pada buku yang di baca. Kemudian beralih. Kali ini ia ingin tertawa lebar-lebar. Tanpa alasan.

Thats funny. Isn't it?

old tasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang