Chapter 11

773 27 3
                                    


Salah satu kegiatan yang paling cocok dilakukan saat musim dingin adalah pergi ke onsen; pemandian air panas. Untung saja ryokan tempat kami menginap punya onsen yang bagus, jadi aku dan Airi bisa langsung menikmatinya tanpa perlu meninggalkan penginapan.

Selepas makan malam, aku dan Airi bersiap untuk ke pemandian di sayap kiri penginapan. Semua perlatan mandi sudah lengap di pelukanku. Pakaianku pun sudah berganti menjadi yukata polos berwarna abu-abu yang disediaan pihak penginapan. Kami hanya perlu berjalan menyusuri koridor berlantai parket ini untuk bisa sampai ke onsen di ujung koridor.

"Mandi air panas setelah seharian melakukan aktifitas melelahkan memang yang tebaik," ujar Airi yang tengah berjalan di sebelahku.

"Kau benar. Ku dengar onsen di tempat ini sangat bagus dan masih bernuansa tradisional."

"Tradisioanl?" Airi kelihatannya lumayan kaget, entah karena apa. "Tapi mereka tidak mungkin hanya menggunakan barisan bambu sebagai dinding, kan?"

"Bambu?" Astaga... Pikiran Airi yang berlebihan membuatku tertawa geli. "Jadi kau takut kalau–"

"Kita harus waspada, Natsumi," potong Airi sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

"Kau berlebihan. Pemandian pria berada di sisi lain gedung ini. Jadi tidak akan ada pria di sekitar sini, Airi-san."

"Lalu, apa yang dilakukan pria itu?"

"Hah?" Aku mengangkat sebelah alis sebelum mengikuti arah pandangan Airi. Dan begitu pandangan kami berada di muara yang sama, aku pun melihatnya. "Daichi?"

Di ujung koridor, Daichi terlihat tengah memandang ke luar jendela, langit di luar sudah gelap jadi aku tidak yakin apa yang sedang dilihatnya. Meskipun aku melihat Daichi dari belakang, tapi aku masih bisa melihat wajah sampingnya.

Seiring dengan langkahku yang semakin mendekatinya, aku baru menyadari kalau Daichi tidak hanya sedang memandang ke luar jendela. Tapi ia juga sedang menerima telepon.

Entah siapa yang sedang dihubunginya. Yang jelas, sekarang Daichi jadi terlihat berbeda, ia tidak seperti biasanya. Sesekali ia tampak menangguk setuju dengan si penelepon, tapi sepenjang pembicaraan itu, wajahnya juga terlihat serius --sangat seius, bahkan terkesan tegang.

"Daichi?" sapaku, tepat setelah Daichi menutup telepon. "Apa yang kau laukukan di sini?"

Begitu Daichi menyadari keberadaanku, seketika air mukanya berubah, pandangannya pun semakin kaku. "Bukan apa-apa," jawabnya sambil berlalu, meninggalkan pemandangan punggungnya yang kian menjauh.

"Daichi... Apa yang sedang ia lakukan di sini?" gumamku seraya mengamati kepergian Daichi.

"Tentu saja ia ingin mengintipmu. Untung saja kita berhasil memergokinya," jawab Airi sekonyong-konyong.

"Baka!"

***

Rasa hangat langsung mejalari seluruh bagian tubuhku begitu aku menyelupkan satu kaki ke dalam kolam di hadapanku. Padahal baru satu kaki, tapi rasa hangatnya sudah samapi ke seluruh tubuhku. Bagaimana kalau aku berendam di sana nanti? Pasti nikmat.

"Kimochi... Nikmatnya..." seru Airi yang telah lebih dulu masuk ke kolam. Perempuan itu benar-benar terlihat menikmati suasana onesen ini. Untuk beberapa saat ia terlihat diam sambil memejamkan matanya. Rambutnya yang biasa diikat kuncir kuda kini dicepol ke atas secara asal-asalan, kelihatanya ia sudah tidak peduli lagi dengan rambutnya karena sudah terlalu larut dengan kenikmatan yang dirasakannya.

"Kau benar. Mandi air hangat di onsen setelah berperang dengan cuaca dingin rasanya memang sangat nikmat," timpalku sesaat setelah menceburkan diri ke kolam. Seketika uap panas langsung mengepul di sekitarku.

[COMPLETE] Even after all these yearsWhere stories live. Discover now