Aku mengeluarkan kepalaku dari tenda dan merasakan dingin yang luar biasa tajamnya menyentuh kulit wajahku.

Baru saja hendak memanggil mereka berlima, aku terdiam saat tak sengaja melihat gelombang ombak yang ganjil di salah satu titik.

Baiklah, memang ada banyak ombak liar hari ini. Tapi yang satu ini sangat ganjil! Seperti baru ada sesuatu yang meloncat dan membuat percikan dahsyat seperti itu.

Apa itu... Ath?

Aku menggelengkan kepalaku cepat.

Tidak mungkin.

Dia punya keperluan penting dan pekerjaannya bukanlah mengawalku kemana-mana.

Selanjutnya, hal lain yang membuatku terdiam adalah...

Saat aku melihat Nael dan keempat kawannya duduk dalam keadaan melingkar dan nampak membicarakan sesuatu dengan sangat serius.

Entahlah, kuharap mereka menemukan jalan keluar dari permasalahan yang menimpa kami.

*

Aku terbengong saat melihat Grus menuang kotak putih bertuliskan abu emas di atas batu setelah mereka menggali salju untuk menemukan dasar. Nyatanya, ini pertama kalinya aku melihat abu emas. Selama ini, di survivalife, aku mempelajarinya dan mengira bahwa abu emas itu memang berwarna emas. Rupanya dugaanku salah, sebab abu emas itu berwarna abu-abu.

Fungsi abu emas adalah untuk menjaga api agar tetap menyala. Seingatku sekotak abu emas dihargai dengan murah, tapi kau hanya bisa menemukannya di tempat-tempat tertentu. Dan seingatku, sekotak itu hanya berisi sekian ratus gram.

Jika mereka menggunakannya terus-menerus, dipastikan mereka tidak akan bisa menghangatkan diri untuk beberapa hari ke depan.

"Aku masih punya berapa belas kotak di ranselku," ucap Zuo seolah membaca kekhawatiranku.

"Eh? Apa ranselmu tidak penuh oleh abu emas?" tanyaku dengan kebingungan.

Jale dan Nael tertawa bersamaan.

"Kami masing-masing bertugas membawa barang-barang. Zuo yang mengambil abu emas, aku yang membawa tenda, Grus membawa tambang dan peralatan," jelas Nael. "Jade dan Yyil membawa pakaian dan...lainnya."

Aku menganggukan kepalaku mengerti.

Hari telah gelap. Hanya ada abu emas yang kini menjadi obor di tengah-tengah pegunungan salju. Sekedar informasi, abu emas cukup tahan lama dan akan tetap menyala meski suhu yang dingin sekalipun.

Mereka masing-masing mengeluarkan pil kenyang dari saku mereka, akupun melakukan hal yang sama karena tidak ingin merepotkan mereka lebih dari ini.

Seperti biasa, aku memanjatkan doa dahulu sebelum memasukannya ke mulut dan membiarkannya melebur di dalam sana.

Acara makan malam di sana sangat hening. Semuanya dalam situasi yang kelam dan mungkin mempertanyakan jaminan hidup untuk keesokan harinya, entahlah. Karena selama 3 hari ini, aku terus mempertanyakan itu pada diriku sendiri.

Yyil menghentakan kakinya di atas salju tiga kali...menjeda, lalu menghentakan dua kali, menjeda lagi, menghentak tiga kali dan begitu seterusnya. Aku mengerutkan keningku sambil meratap ke api yang ada di depan kami.

Itu sandi menunggu, kan?

Menunggu apa?

Selanjutnya, Nael mengetuk jari-jarinya di atas paha, dimulai dari telunjuk ke kelingking, berulang kali dengan irama yang konsisten.

Itu kan juga sandi... menunggu?

Aku mulai gelisah. Sisanya, menunduk dalam, memberikan sandi oke atau baiklah, atau...iya.

AQUA WorldWhere stories live. Discover now