00:08

40 9 52
                                    

Kuduga hari di masa lalu adalah bagian dari masa depanku.
00:00
SASTRA

(Ini p.o.v nya SASTRA )

Aku Sastra,
Aku merindukannya
Sangat sangat merindukannya
Sendu yang beribu tahun takkan hilang karena era
Segala hal yang kutau tentangnya bukan sekedar mengada-ada

Sepi yang dirasakannya tak pernah pudar dari kehidupan lamanya

Tuhan,
Inilah semesta.
Reinkarnasi yang kau cipta,
ternyata benar adanya.

Aku Sastra; dinding di kamarku dipenuhi coretan. Aku terduduk dipojok ruangan, menulis segala kenangan. Delapan belas tahun, Umurku delapan belas tahun.

Seorang bocah laki-laki?

Aku tak yakin aku seorang bocah laki-laki. Ataupun remaja.
Di suatu senja, reinkarnasi itu nyata.

Tidakkah kau mendengar?
Apa yang batinmu rasakan adalah suara.
Hentakan akar akar tak berujung akan cinta
Cinta yang membuatmu terikat kepadanya

Aku tak pernah menyadari. Sebuah tragedi yang dulu pernah terjadi. Aku ingin bercerita pada seseorang; kepada manusia. Tiga tahun lalu, aku hanya berbicara pada angin. Pada gelapnya malam.

Manusia antisosial?

Ya, mungkin itu yang dibahasakan mereka yang tak mengenalku.

Manusia normal hanya mengenal hal yang tabu.

Aku mempunyai masa lalu, dan setiap manusia yang ingin kubuka topik itu akan bertanya tentang pembuktian. Menginginkan kita membuktikan bahwa aku adalah reinkarnasi.

Seperti itu, mau mereka.

Hari dimana aku bercerita kepada angin lagi, dan secoret angan masa lalu dalam kertas; aku masih mengenang koin Callahan.

Koin Callahan, yang kuberikan Phrase atau Frasa malam itu.

Akan kuceritakan bagaimana ku mengingat semuanya layaknya hujan yang datang tiba-tiba menenggelamkan gurun pasir menjadi lautan tak bertepi.

(Flashback Sastra)

Tiga tahun yang lalu,
Aku sebagai Sastra, pergi ke sebuah danau bersama Klub Pecinta Alam saat masih SMA kelas I , tak ada antisosial di dalam diriku saat itu.

'Sastra ter-puitis'
'Sastra sang Raja Sastra'
'Sastra sang penakluk hati wanita'
'Sastra sang Dewa Bijaksana'
'Sastra sang Gong Yoo dalam Indonesia'

Aku mengingat julukan diriku yang mereka meriahkan di pagi saat mereka menantangku bermain kano.

"Yo, Sastra berani nggak kamu Lomba Kano?" Tanya senior Klub.

Kano di pagi hari?
Sama sekali tak ada ruginya bagi Klub Pecinta Alam sepertiku. Maka aku turuti tantangan mereka. Aku tak yakin berapa kano yang berlomba saat itu.

Perasaanku tak enak dalam setiap dayungan. Seperti ada yang harus ku selami di dasar sana. Aku sadar; aku tertinggal beberapa meter dari mereka.

A Broken Gun And A RoseOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz