00:02

63 16 55
                                    

Kurajut benang - benang merah seperti memori yang tak terkendali.
00:00
FRASA

"Frasa, kamu nyari mama?"
Aku bergeming.

"Fras?"
Masih bergeming.

"Eh dek?"
Dan bergeming.

"Dek?"

"Frasa!"

Lho, bagaimana mereka bisa kesini?
"Ngapain kalian disini? Teriak teriak segala, inget rumah sakit lho." Aku merengut.

"Bodo." Bang Arta justru mendengus mendengar jawabanku yang sepertinya tolol.

"Frasa tolol." Kata Bang Arta, abang tidak membaca pikiranku bukan?

"Iya, abang bisa baca pikiran." Aku masih menganga dan memberi kesimpulan; Bang Arta adalah paranormal.

"Dok, ini diperiksa lagi- takutnya kepala Frasa kebentur dan otaknya geser dikit."

Mama menyenggol lengan papa dengan tautan tajam,"Papa! Ngomong apaan sih?"

Papa tertawa pasrah.

"Omong-omong Fras, kamu mikir apaan sih? Baru abang tinggal sebentar aja ngelamun terus."

Seketika mataku langsung berbinar dan terlonjak dari ranjang karena teringat sesuatu ,"Itu vinyl record ku!"

"Piringannya?" Kata mama bersedekap.

Aku merengut, bukan piringannya Mama. Semua album piringannya selamat tapi pemutarnya justru nggak ada. Aku merengek lagi.

Karena ada suatu ketika; dimana kau yang tumpul berubah menjadi sesuatu yang tajam.

Berusaha merelakan sesuatu yang dicintai itu benar-benar dahsyat rasanya- sampai terkadang kau merasa patah hati hanya karena barang yang mati.

Berjam-jam aku mengalihkan perhatian pada vinyl record yang hilang, tapi tak pernah bisa. Mencoba memutar musik pada telepon genggam yang canggih namun hasilnya tak seberapa dengan suara merdu piringan itu.

Terkadang; aku bisa saja berubah dari suatu gadis yang ceria - banyak sekali ide sampai ingin meledak tak tau bagaimana harus menyusun di dalam otak sebagai antrean menuangkannya menjadi perempuan yang

benar - benar

dingin. Tidak dingin seperti 'judes' namun lebih seperti memendam kata oleh perasaan yang bergejolak terlalu hebat. Suatu ketika aku tak dapat meluapkannya; maka yang kulakukan adalah menyendiri di balik dinding dinding Kota Jogjakarta, tempat menyendiri dari segala peradaban yang bisa saja tak akan kembali lagi.

Namun kesendirianku tak pernah benar - benar sendiri; itu juga karena pemutar musik yang selalu menemani,

kemanapun aku harus pergi.

[]

Dari alam mimpiku-
aku mengikuti seseorang berkemeja hitam dimana yang dapat kulihat hanyalah punggungnya.

A Broken Gun And A RoseWhere stories live. Discover now