"Lo ngapain di sini?" tanya Shilla akhirnya setelah lama dia terdiam.

"Gue?" tanya Cakka balik dengan wajah pura-pura kaget. Dia menunjuk ke luar jendela. "Lo pasti ingat ajakan gue sebelumnya. Ayo ketemu setiap kali hujan turun, apapun yang terjadi."

"Cowok aneh." Shilla bersiap-siap pindah tempat ketika Cakka melirik buku paket Biologinya.

"Nomor yang lo lingkarin itu jawabannya A."

"Oh, ya?" tanya Shilla mengurungkan niat. Cakka memang aneh belakangan ini, tapi kayaknya dia semakin pintar. Bahkan cowok itu bisa baca buku Shilla yang terbalik. Mungkin akibat sekarang Cakka dekat sama Erika yang terkenal karena kepintaran akademiknya enggak kalah sama kemampuan seninya.

Sangsi, Shilla melihat kunci jawaban dan ternyata benar. Dia melihat ke arah Cakka lagi. Cowok itu sudah tersenyum-senyum ke arahnya, entah karena apa.

"Lo udah baca buku ini, kan? Makanya lo tahu jawabannya," selidik Shilla.

"Enggak, kok. Itu kan buku dari sekolah. Kelas gue pake buku lain," mata Cakka mengerjap. Shilla diam. Matanya melihat Cakka dengan tatapan enggak percaya.

"Lo remed biologi lagi, ya?" tanya Cakka setelah melirik kertas ulangan Shilla. "Bab Ekskresi?"

Shilla mengangguk. Cakka menjentikkan jarinya, "Oh, gue bisa bantu! Bu Rini, 'kan? Tipe-tipe soal dia gampang ditebak, kok. Oh iya, ulangannya kapan?"

"Lusa kemarin."

Shilla sebenarnya enggak mau mengikutsertakan Cakka dalam urusannya lagi. Tapi cowok itu tulus membantu dan Shilla bukan orang yang tega menolak mata berbinar Cakka. Apalagi dia memang membutuhkan.

"Hm ...," Shilla menyesap minumannya, lalu bertanya, "Jadi?"

Tanpa Shilla tahu, detak jantung Cakka meningkat. Cowok itu berusaha keras menetralkan ritme jantung.

"Lo keren pas lagi debat, Shill."

"Cuma itu yang gue bisa."

"Eng ... Shill?"

"Hm."

"Hape lo mati?" tanya Cakka sambil melirik handphone Shilla yang ditelungkupkan.

"Enggak. Cuma mode pesawat."

"Oh. Tadi Kak Sadewa nelpon."

"Oh, gitu." Shilla langsung meraih handphone lalu menggantinya ke mode normal.

Tanpa Shilla tahu, cowok di hadapannya sangat bahagia karena mendapatkan perhatian Shilla lagi. Dan tanpa Shilla tahu, begitu besar rasa sayang yang masih Cakka simpan kepadanya. Sudah cukup basa-basinya, Cakka akan membuat Shilla kembali lagi kepadanya.

"Lo belum cerita ke orang rumah kalau kita udah putus beberapa bulan yang lalu?"

Pertanyaan Cakka barusan entah kenapa membuat Shilla tertegun. Hatinya mendadak berjengit ngilu. Benar. Dia baru sadar kalau enggak pernah bilang ke orang rumah kalau udah putus sama Cakka, jadi wajar saja kalau ada apa-apa kakaknya masih mencari Cakka.

"Nanti gue bilang. Makasih."

"Nope. Gue punya solusi yang lebih bagus." Cakka menatap Shilla lekat, lalu meneguk ludah. "Ayo mulai dari nol. Gue enggak akan seperti dulu lagi."

Shilla tertegun. Cewek itu berusaha mencerna serangan mendadak dari cowok di depannya. Posisi duduk mereka juga mendadak canggung−sibuk dengan pikiran masing-masing, dengan emosi yang tengah ditahan agar terlihat wajar. Meski keduanya tahu, ada ribuan kalimat yang siap meruntuhkan pertahanan.

Sesekali Cakka melihat cewek di depannya itu menunduk dalam, lalu mengembuskan napas gusar. Sampai akhirnya Cakka memantapkan hati untuk meluncurkan sebuah kalimat yang mungkin akan menjadi kesalahan lain di kemudian hari.

"Ayo ketemu setiap kali hujan turun." Cakka menembak tepat sasaran.

"Apa lo akan menghilang lagi saat hujan reda?" Shilla menyahut kelewat cepat. Mungkin pertanyaan itu sudah bercokol di kepalanya jauh sebelum Cakka mengutarakan maunya.

Selama beberapa menit keduanya terdiam, sampai sayup-sayup Shilla mendengar sebuah jawaban di sela deru hujan yang melebat.

"Mungkin."

Saat itu juga Shilla benar-benar sadar. Dia enggak bisa mengelak lagi, kalau kisah mereka ternyata belum berakhir ketika hujan berhenti beberapa bulan yang lalu. Kisah mereka belum berakhir, meski Cakka berkata dia akan menghilang bersama hujan, lagi.

Kisah mereka belum berakhir sampai nanti, ketika mereka bertemu lagi di bawah derai hujan yang berirama. Diiringi lagu Perfect milik Ed-Sheeran dan kerlipan remang lampu tumbler, sekali lagi, Cakka mengajarkannya cara jatuh cinta paling sederhana. Meski saat ini Shilla enggak merasa memiliki luka terlalu banyak yang disebabkan oleh Cakka di masa lalu, tapi jelas kelak di antara Shilla atau Cakka, juga akan ada yang terluka lagi sebegitu dalamnya.

Namun Shilla, cewek yang enggak mudah jatuhcinta, kecuali pada sepasang mata gelap yang membuat jantungnya berhentiberdetak ketika mereka bertemu, sudah memutuskan untuk mengikuti kata hatinyasaat ini. Keputusan untuk memberikan kesempatan kedua untuk Cakka.
Ada sebuah proses panjang yang harus Cakka laluiuntuk membuat cewek keras kepala itu membuka pintu hatinya dengan perlahan, takterlalu lambat, namun juga enggak terlalu cepat. Baik-baik Shilla mencobamembenahi sudut-sudut hatinya, menyediakan kembali ruang untuk cowok yang senyumnya sehangatmentari di pagi hari itu tinggal.

Di Antara Hujan [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang