CHAPTER 7 - HIDUP DALAM PERNIKAHAN

6.3K 403 5
                                    

"Aku takut Mas akan meninggalkan aku," ucap Mesya terisak dengan kedua tangannya memeluk erat pinggang Rayen.

----o0o----

"Tenanglah Esya, aku janji tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian," ucap Rayen lantang, lalu tangan kanannya beralih membelai rambut Mesya pelan.

Mesya memejamkan matanya sesaat, mengapa rasanya begitu sakit, kata - kata itu hanya penenang semata, tidak nyata.

"Sudahlah Esya, aku tidak ingin melihatmu menangis, hm?" ucap Rayen lagi.

Mesya mengangukkan kepalanya perlahan, tetapi tidak dengan hatinya, setidaknya dengan hal yang ia lakukan saat ini dapat membuat Rayen tenang.

"Good girl," ucap Rayen senang dengan senyuman yang begitu menawan tercetak jelas pada wajah tampannya.

***

"Eh, pengantin baru datang juga," ucap Veni dengan menatap Rayen dan Mesya yang tengah berjalan kearah mereka.

Tawa menggelar dengan sangat jelas diruangan itu, Mesya hanya dapat menundukkan kepalanya, menutupi wajah merahnya dari tatapan semua keluarga.

"Cie, kakak ipar wajahnya merah gitu," ucap Reyna dengan tertawa lebar, serta diikuti dengan yang lainnya.

"Reyna!" tegur Rayen dengan tatapan tajamnya.

Reyna langsung menekuk wajahnya, sedangkan Rayen tersenyum puas melihat wajah adik perempuannya yang saat ini tengah menahan kesal.

"Sudah - sudah, kalian makan lah dulu berdua, masih ada kok makanan di meja makan," ucap Roy membuka suara, ayah Rayen, mertua Mesya.

Mesya mengangguk patuh, sedangkan Rayen masih bersikukuh pada tempatnya.

"Kok kalian tidak menunggu kami dulu!" ucap Rayen dengan tampang kesalnya.

"Apannya Rayen?" tanya Reni yang tidak mengerti arah bicara anaknya itu.

"Makan siang!" balas Rayen dengan semakin kesal yang menjadi - jadi.

Semua orang yang berada diruangan itu tertawa, terkecuali Rayen dan Mesya, Mesya masih setia menundukkan kepalanya, sedangkan Rayen menahan malu setengah mati dengan wajah memerah.

"Tidak lucu!" ucap Rayen dingin.

"Baiklah, baiklah, pengantin baru memang sedikit sensitif, bukan begitu kakak ipar?" ucap Reyna dengan senyum mengembang.

"Mungkin, maklumin saja, Mas Rayen memang seperti itu bukan, keras kepala," jawab Mesya asal dengan seulas senyuman tercetak diwajahnya.

Rayen mendengus kesal, kini istrinya juga ikut - ikutan mempermainkannya.

"Baiklah, terserah kalian saja, ayo istriku, sekarang lebih baik kalau kita makan terlebih dahulu, perutku sangat lapar," ucap Rayen cepat, lalu tangan kanannya beralih menarik tangan Mesya untuk mengikuti langkah kakinya.

***

"Mas?" panggil Mesya pelan, sudah lima menit mereka menyantap makan tanpa berbincang sama sekali, canggung.

Entahlah, Rayen seperti enggan untuk membuka mulutnya, terkecuali untuk memasukkan makanan kedalam mulutnya. Matanya tidak beralih, selain memandang piring dihadapannya yang terdapat nasi, rendang, dan sayur kangkung.

"Hm," gumam Rayen pelan, mengisyaratkan kalau ia mendengar Mesya memanggilnya.

"Apa makanannya tidak enak?" tanya Mesya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

"Tidak," jawab Rayen cepat, namun kedua matanya tidak sama sekali melihat kearah Mesya.

"Lalu?" tanya Mesya penasaran akan raut datar suaminya saat ini.

Rayen mendongakkan wajahnya, lalu menatap tajam kearah Mesya yang kini memasang raut wajah bingung.

"Lalu?" ulang Rayen dengan raut yang sulit dimengerti.

"Iya, kamu kok jadi aneh gini Mas? Apa aku ada salah," ucap Mesya tenang.

Rayen menghembuskan nafasnya kasar, sejenak ia memejamkan matanya, mencoba meredamkan amarah yang kini tengah mengebu - gebu didalam tubuhnya.

Kini ia kembali membuka matanya, kornea matanya yang begitu indah menatap dalam kearah Mesya berada.

"Lupakan saja Esya, dan lanjutkan makanmu," ucap Rayen datar, Mesya mengerutkan dahinya, tanda tidak suka mendengar ucapan Rayen barusan.

"Jangan kekanak - kanakan, Mas, kalau aku salah, katakan, aku bukan paranormal yang akan mengerti isi kepalamu," ucap Mesya dengan penuh penekanan, serta sorot mata yang tajam.

Rayen membanting sendok ditangannya dengan kuat, tatapannya begitu tajam, Mesya hanya menatap lembut akan kelakuan suaminya barusan.

"Maaf," ucap Rayen pada akhirnya.

Mesya tersenyum tulus, menegakkan tubuhnya, lalu menghampiri Rayen dan memeluknya erat.

"Maafkan aku juga, Mas, tadi itu aku hanya bercanda, tidak bermaksud ikut mempermainkamu," ucap Mesya lembut yang langsung ditanggapi dengan anggukan cepat oleh Rayen.

***

"Ma?" panggil Rayen setelah mereka selesai menyantap makan siang mereka.

Semua orang yang berada di ruang tamu, dikamar hotel khusus yang mereka pesan untuk dua hari ini. Semuanya menatap kearah mereka.

"Ada apa Rayen?" tanya Reni cepat.

"Kami ke kamar kami dulu," ucap Rayen tenang dengan tangan kanannya memang tangan Mesya erat.

"Ah, baiklah, selamat bersenang - senang," ucap mereka kompak diiringi dengan tawaan keras.

***

"Bagaimana kamu suka?" tanya Rayen dengan kalung indah dileher Mesya, setibanya dikamar hotel mereka.

"Makasih, Mas," ucap Mesya senang dengan tangannya tidak berhenti menyentuh permata putih kecil yang menjadi hiasan kalung pemberian Rayen.

"Aku mencintaimu," ucap Rayen semangat.

Mesya mendongakkan wajahnya, lagi - lagi ia menggerutu didalam hati.

'Apakah ini benar? Kamu mencintaiku, Mas? Lalu bagaimana dengan Melvia?'

Bersambung...

Next??

Rabu, 19 April 2016

SWINDLER TERBIT DI HI NOVELWhere stories live. Discover now