5. Fantastic Baby

10.1K 1.5K 159
                                    

Waktu mendengar Reza panik menyuruhku lekas nonton teve karena ada berita tentang Raksa, aku masih berpikir dia hanya mau memberitahu tentang gosip abal-abal mengenai cewek barunya, atau launching minialbum yang memang dijadwalkan dalam waktu dekat.

Bukannya apa-apa, cewek mana sih yang nggak nyesek mantannya sukses? Kalau boleh milih, aku mending nggak denger apa pun lagi tentang dia. Sayangnya, sekali lagi, aku nggak mungkin nggak denger apa-apa kalau mantanku masih sering jadi bahan gosip di semua stasiun televisi. Aku sudah berhenti nonton saluran teve nasional sejak saat itu, tapi adaaa aja yang bikin aku tetap bisa tahu tingkah polahnya di bawah sorot lampu.

Masalah utamanya adalah karena Reza bukan tipe cowok yang paham kalau perempuan beda jauh sama laki-laki. Setiap kali kubilang bahwa aku baik-baik aja dan nggak lagi mikirin Raksa, dia pikir aku serius dengan apa yang kukatakan. Memangnya dia nggak tahu kalau cewek itu selalu mengatakan yang sebaliknya tentang perasaan mereka? Terlebih soal asmara. Duh, kalau aku terus terang kepadanya hatiku masih sering nyeri tiap bangun pagi, hidupku nggak akan bisa tenang dari nasihat panjang lebarnya tentang manajemen perasaan, atau soal hidup hanya sekali, juga kalimat favoritnya: what doesn't kill you make you stronger.

Kalimat yang membuatku memutar bola mata sampai menggelinding ke Korea (amin), atau mendengus sampai paru-paruku keluar dari lubang hidung. I mean... what does he know about what doesn't kill make us stronger? Dia nggak pernah patah hati. Pacarnya emang nggak ada yang lebih awet dari sekeping obat nyamuk bakar, tapi dia selalu langsung bisa menyalakan keping selanjutnya begitu aja. Seolah pacar tuh bisa dia beli di Family Mart.

Dengan seenaknya dia selalu meng-update semua gosip tentang Raksa setelah kami putus, meski dengan embel-embel makian untuk menunjukkan dukungannya terhadapku, tetap aja pedih.

Aku memang benci Raksa dan berulang kali bilang aku nggak cinta-cinta amat sama dia, tapi sejujurnya, perasaanku nggak semudah itu sirna. Aku masih selalu membayangkan suatu hari dia mengetuk pintu rumahku dan menyatakan penyesalannya. Diam-diam aja, sih. Aku nggak pernah mengatakan hal ini kepada siapa pun.

Sambil mendengarkan Reza heboh tanpa mau memberitahu berita apa yang dia maksud, aku masih belum juga nyalain televisi. Dengan earphone terpasang, aku sibuk menurunkan belanjaan dan menyortirnya ke kulkas.

"Udah lo nyalain?"

"Belom."

"Lo lagi ngapain, sih? Buang air? Buruan napa? Ini penting banget," katanya.

Sementara itu, ponselku yang lain juga berdering. Dari Leah.

"Gue sibuk nurunin belanjaan," balasku kesal. "Habis ini gue nyalain. Berita apaan, sih, emangnya? Ini Leah nelepon gue, udahan deh, ya. Ntar gue telepon balik."

"Wait! Don't hang up!" jeritnya.

Telat. Aku nggak hang up, tapi mencabut earphone dan mengangkat telepon Leah. Paling-paling dia mau tanya kapan dia bisa ambil gaun-gaunnya, which is udah dia tanyain paling nggak 30 kali dan aku udah jawab dia bisa ambil kapan aja. Tapi, daripada dengerin Reza ngomongin Raksa, mending aku jawab pertanyaan Leah walau sampai seribu kali juga.

"Hey, babe! 'ssap?" sapaku.

"Keke! Kamu lagi nonton berita?" serbunya tanpa bermanis-manis seperti biasa.

Astaga, jangan berita tentang Raksa lagi. Orang-orang ini pada kenapa, sih? Nggak bisa apa mereka nggak ngomongin Raksa sebentaaar aja? Secara doi artis gitu, kapan sih acara gosip berhenti beritain dia?

"Nggak," jawabku ketus. "Kenapa? Soal Raksa lagi?"

"Iya!" serunya. "Buruan nyalain teve sekarang! Semua stasiun teve kayaknya lagi beritain hal yang sama!"

Second LeadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang