17. Decision

Beginne am Anfang
                                    

"Hanya?" Frustasi Kyuhyun. "Yah, apa kau akan memberikan bibirmu pada setiap namja eoh? Apa setiap ciuman itu kau anggap biasa saja eoh? Apa kau bebas mencium setiap namja yang ada eoh?" geram Kyuhyun membuat Junhee pucat seketika.

"Anniya!" protes Junhee tak tahan dengan tuduhan Kyuhyun yang menyudutkannya. "Hanya Donghae oppa!" terangnya.

"Donghae oppamu pun seharusnya tidak boleh! Itu tidak benar." Protes Kyuhyun. "Ciuman itu hanya boleh dilakukan dan diberikan pada orang yang kita cinta."

"Aku mencintai Donghae oppa!" jujur Junhee –lagi- membuat Kyuhyun speechless. "dan kami sudah biasa berciuman."

"Anniya. Bukan ciuman seperti itu! Ingat ciuman itu adalah ungkapan perasaan yang bisa langsung sampai dan menyentuh hati dan pikiranmu, dan hanya dilakukan oleh namja dan yeoja." Terang Kyuhyun berharap Junhee mengerti penjelasannya.

"Seperti kita?"

"Ne. Great!" semangat Kyuhyun. "Hanya pada orang yang kita cintai." Sambungnya.

"Apa artinya kau mencintaiku?" tebak Junhee polos membuat Kyuhyunmenjatuhkan rahangnya, Junhee selalu sukses membuatnya kehilangan muka dan kehabisan kata. "Mana bisa seperti itu, kau hanya menciumku tanpa menyatakan perasaanmu, jadi aku TIDAK berfikir itu sebuah ungkapan cinta. Ku pikir kau melakukannya seperti aku dan Donghae oppa."

"Berhenti menyebut Donghae oppa! Donghae oppa! Disini kau hanya boleh menyebut namaku, kau tanggung jawabku!" tekan Kyuhyun. "Sekarang katakan apa yang kau lakukan belakangan ini bersama Kibum."

"Aish. Jinjja!" umpat Junhee kesal mendapat pertanyaan yang sama. "Kibum memintaku membantunya agar bisa mendapatkan Shinyeong!" jujur Junhee.

"Geure?" yakin Kyuhyun dengan evil smirknya, sebuah ide langsung terlintas di benaknya. "Mulai sekarang apapun yang diinginkan Kibum, beritahu aku. Ingat tidak boleh ada rahasia di antara kita." Tuntutnya. "dan apa kau akan terus bicara seperti ini padaku?" protes Kyuhyun karena Junhee bicara padanya seolah mereka adalah teman main seumuran. "Na oppa-yya, aku lebih tua darimu, mulai sekarang jika hanya kita berdua kau harus memanggilku oppa!" pintanya.

"Apa itu artinya kita berkencan Prof?"

~Healing Love~

@SUKIRA

Rasa penasaran dan ingin tahunya menuntut Jiyoo mendatangi Jungsoo di Studionya. Ia bahkan rela menutup floristnya setengah hari demi memuaskan rasa ingin tahunya. Beberapa hari lalu Haena mungkin orang asing baginya, hanya sebatas roomate yang baru dikenalnya, tapi sekarang sudah berbeda. Ia mulai harus menerima fakta bahwa Haena sudah menjadi bagian dirinya, hidupnya.

"Oppa cebal-yyo!" desak Jiyoo merengek manja. "Beritahu aku!" tuntutnya. "Kau bilang kami bersaudara, kau bilang kami harus saling menjaga dan melindungi. Lalu bagaimana caranya agar aku bisa menjaga dan melindungi Haena jika aku tidak tahu apapun tentangnya."

"Apa Haena telah memberitahumu?" Penasaran Jungsoo.

"Anniy. Teman se asramaku!" terang Jiyoo. "Sekarang katakan, apa yang terjadi pada Haena!"

"Tunggu sampai Haena memberitahumu sendiri. Dengar!" Jungsoo memegang kedua pundak Jiyoo. "Aku melakukan ini bukan karena lebih sayang pada Haena, aku menyayangi kalian berdua. Tapi ini demi kebaikan Haena sendiri. Suatu hari dia pasti akan bercerita padamu. Selama itu belum terjadi tetaplah seperti ini, biarkan Haena melawan rasa takutnya sendiri. Jangan pernah menuntut atau mendesaknya. Arrachi?"

"Eoh." Patuh Jiyoo dalam nada kecewa. Ia sungguh berharap bisa membantu Haena melawan rasa sakitnya, melewati traumanya.

"Haena, dari dulu ia suka bermusik. Menjadi penyanyi adalah impiannya." Jungsoo memulai ceritanya karena tak tega melihat wajah kecewa Jiyoo. "Sampai suatu hari ia bertemu seorang namja yang mengenalkannya pada industri musik, menjanjikannya untuk menjadi seorang penyanyi. Karena itu Haena rela meninggalkanku, dan tak ada yang bisa ku lakukan selain mendukungnya. Tahun pun berganti, namun Haena tak kunjung meraih mimpinya, aku bahkan kehilangan kabar beritanya, sulit bertemu dengannya juga tidak dapat berkomunikasi dengannya. Sampai akhirnya aku menemukan Haena dalam keadaan kritis, tubuhnya kurus, tatapan matanya kosong, tak dapat bicara bahkan tidak mengenaliku. Setiap kali aku mendekatinya ia selalu berteriak ketakutan, aku kehilangan Haenaku."

Healing LoveWo Geschichten leben. Entdecke jetzt