07 • Hari Sial Alana

Mulai dari awal
                                    

"Alana." Lengan Alana dicolek Keenan yang baru saja datang menghampiri. Cowok itu menatap Alfi, "Ini anak tidur dari kapan?"

Alfi menggedikan bahu. Ia sebenarnya malas untuk bicara. Sekarang pun dia sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Selain galak, dia juga gak pedulian.

"Na, Na, bangun. Udah pulang sekolah." Keenan masih berusaha membangunkan Alana dengan cara mencolek beberapa kali lengan cewek itu. Usaha Keenan berhasil, Alana membuka matanya dan mengangkat kepalanya. Ia terkejut melihat wajah Keenan yang berada tepat di depan mukanya.

"Ih, Keenan!" Alana kaget dan refleks mengubah posisinya jadi duduk tegak. Melihat Alana kaget, Keenan ikutan kaget.

"Gue ketiduran ya?" Alana panik sendiri. Ia menoleh ke kanan dan kiri, melihat sebagian murid di kelas ini sudah meninggalkan kelas.

Alana melirik Alfi lalu menabok tangannya. "Kok gak bangunin gue sih?!"

Alfi menaikkan satu alisnya. "Untung buat gue apa kalo gue bangunin lo?"

"Ih, ngegas mulu sih kalo ngomong!" Alana cemberut.

"Gue cuma nanya, ngegas darimananya?" sahut Alfi.

"Oh!" Alana melipas tangan di depan dada. "Seenggaknya lo punya inisiatif buat bangunin gue yang ketiduran di kelas."

"Emangnya lo siapanya gue?" celetuk Alfi.

"Au ah!" Alana frustrasi. Ia meraih beberapa buku yang tergeletak di mejanya dan menaruhnya ke dalam tas. Ia ingin segera pulang, mau tidur dengan nyaman dan tentram. Tapi, ketika Alana bangkit berdiri dari bangku, ia tiba-tiba meringis kesakitan. Ia lupa ada luka basah di lutut kanannya. Lantas, Alana memekik. "Sakit! Astaga, lutut gue sakit banget!"

Dan saat Alana kembali duduk dengan membanting diri, ia kembali berteriak kesakitan. "YA ALLAH PANTAT GUE!"

Melihat Alana yang heboh sendiri, Keenan dan Alfi sama-sama terdiam sesaat dengan wajah bingung. "Ngapasih, Na?" tanya Keenan.

Alana manyun. Matanya berkaca-kaca, menandakan ia sebentar lagi akan menangis hanya karena luka di tubuhnya yang mampu menguras air mata. "Lutut gue nggak bisa dilurusin ... Kalo gue berdiri, luka di lutut gue rasanya sakit banget. Gue susah jalan. Kalo duduk, pantat gue nyut-nyutan."

"Kasian ..." Keenan menatap Alana simpatik. "Nanti lo pulang dijemput nyokap?"

Alana menggeleng. "Minggu ini Mama sibuk terus ngurusin kerjaan."

"Dianterin Alfi aja kalo gitu," ceplos Keenan, "Biar lo bisa cepet-cepet sampe rumah terus istirahat."

"Nggak mau." Alfi menyahut. "Pulang aja sendiri."

"Kasian, Al ..." kata Keenan. "Tega amat sih lo sama cewek. Lagi sakit nih dia."

"Lo aja yang anterin. Gue kan udah pernah anterin dia pulang." Alfi berucap tak peduli. Saat ia akan melangkah meninggalkan tempat, Keenan menahannya segera.

"Tolongin napa, Al, itung-itung lo beramal." Keenan berujar dengan nada melas, tapi memaksa. "Gue mau aja sih anterin Alana. Tapi, bensin gue udah sekarat."

"Itu terus alesan lo, Setan." Alfi mencebik. Ia lalu melirik Alana, "Makanya, ke sekolah tuh bawa kendaraan sendiri. Dikit-dikit minta dianter, minta dijemput. Manja amat."

DIGNITATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang