"Apa maksudmu Wonwoo?" Seungcheol bertanya penuh selidik. Dia mulai ingin tahu dan tertarik dengan topik pembicaraan yang amat sensitif ini, topik pembicaraan yang cukup membuat pelik beberapa bulan belakangan. Bukan hanya untuk Seungcheol dan Ahrim saja, tapi keluarga mereka, Jisoo dan Junghwa serta Wonwoo tentunya.

"Mungkin aku harus menceritakan semuanya dari awal," kata Wonwoo menatap Seungcheol dan Ahrim secara bergantian. Ahrim hanya mengangguk. Seungcheol mulai mengubah raut wajahnya menjadi biasa saja, dia mulai ingin masuk ke alur cerita yang akan diceritakan oleh Wonwoo. Tentang kita, tentang kami semua. "Mungkin kau bertanya bagaimana bisa sosok Wonwoo dan Junghwa bertemu, bukan?"

Wonwoo terkekeh. Menunduk perlahan dan kembali menatap Ahrim dan Seungcheol yang menatapnya penuh rasa ingin tahu. "Kami adalah teman relasi di perusahaan, papaku dan papa Junghwa sama-sama dalam perusahaan di bidang teknik. Mungkin Ahrim tahu tentang itu dan kau tahu tentang Junghwa, Seungcheol.

"Kami menjalin kerja sama sudah cukup lama, sekitar sepuluh tahun terakhir, perusahaan kami saling mengisi satu sama lain. Jika aku membutuhkan maka perusahaan papa Junghwa yang membantu, begitu sebaliknya.

"Kami hanya saling kenal, tidak lebih. Kami juga saling tahu jika kami sama-sama memiliki kekasih, aku bersama Ahrim dan Junghwa bersama Seungcheol. Hingga kita sama-sama terpukul ketika Junghwa dan aku sama-sama mengetahui kalian akan dijodohkan. Dunia yang sangat sempit, bukan?"

Seungcheol dan Ahrim masih belum berkutik, memperhatikan dengan detail penjelasan Wonwoo. Seungcheol meraih pundak Ahrim dan membelainya lembut. Wonwoo tersenyum miris sebelum melanjutkan penjelasannya.

"Aku memang terlihat tenang saat Ahrim mengatakan dia akan menikah dengan lelaki yang telah dipilihkan orang tuanya untuknya, karena aku telah mengetahui semuanya dari Junghwa. Dia menjelaskan semuanya, semuanya, tanpa tertinggal satu momen pun.

"Aku memang menyerah, tapi aku tak bisa tinggal diam begitu saja. Aku dendam dengan mu, Seungcheol. Sungguh dendam yang dalam. Kau merebut calon istriku. Tapi aku bisa apa? Aku tetap harus melanjutkan hidupku bukan? Dan aku memutuskan untuk melanjutkan kuliahku di Eropa, kembali ke rencana awalku sebelum aku dan Ahrim akan memutuskan menikah tahun depan. Jadi aku percepat studiku ke Perancis.

"Suatu saat Junghwa datang ke tempat aku kuliah, sesaat setelah kalian mengucapkan janji pernikahan. Dia menguasai otak dan pikiranku dengan penuh emosi, dia membuatku geram dengan kalian. Jujur saja, aku memang kalut saat itu. Aku mencoba menjauh agar aku tidak terus mengingat kandasnya hubungan kami, hubungan antara aku dan Ahrim.

"Setelahnya kami memutuskan menikah diam-diam, hanya orang tua kami dan keluarga kami yang tahu. Mereka merasa sangat senang karena mereka menganggap, jika kami bersatu, dua perusahaan besar Korea bersatu dan tak terkalahkan, meskipun aku tahu perusahaan kami tak akan bisa menyaingi perusahaan keluarga Choi."

Ahrim dan Seungcheol menghela napas. Seungcheol buka suara menanggapi penjelasan Wonwoo. "Lalu apa maksudmu mengatakan bahwa rencana untuk merebut perusahaan mendiang papa gagal, Wonwoo?"

"Mendiang Tuan Choi dan papa Ahrim, tuan Yoon adalah dua lelaki yang sangat baik dalam bidang apapun, sangat pintar dalam apa saja. Keduanya tak terkalahkan dalam hal apapun, termasuk kontrak terbesar di dunia yang cukup membuat petinggi Korea merebutkannya, termasuk perusahaanku dan Junghwa juga Choi Company. Kontrak itu sangat diinginkan papaku, teramat. Tapi tuan Choi dan tuan Yoon berhasil menarik kontrak tersebut dan menanam saham sebanyak empat puluh tiga persen dengan dua petinggi perusahaan dunia lainnya.

"Papaku kalut, aku saat itu tak tahu harus bagaimana hingga ketika tuan Choi meninggal. Tapi tuan Yoon masih hidup, jadi perusahaan papaku dan papa Junghwa masih belum bisa berkutik. Ada kau yang teramat cerdas juga tegas, Seungcheol. Ada sepupu cerdas Ahrim lainnya, Yoon Jeonghan, yang juga masuk ke Choi Company. Tak terkalahkan adalah identitas dari Choi Company saat itu."

Ahrim menatap Wonwoo lekat. Mengerutkan kening tanda heran. "Kau bahkan tahu tentang Jeonghan? Sepupuku?"

"Tak ada yang tak kuketahui Ahrim. Semuanya berlanjut ketika Seungcheol mengungkap masih mencintai Junghwa, bukan kau.

"Bermodalkan dendam, aku dan Junghwa ikut andil dalam peliknya kehidupan kalian. Bagaimana Seungcheol memperlakukan Junghwa dengan baik padahal dia hamil anakku, bagaimana Seungcheol mengusirmu pergi dari hidupnya. Sesungguhnya saat itu aku sudah tak tahan untuk melanjutkan rencana licik ini, Ahrim. Tapi lagi-lagi Junghwa memengaruhiku. Aku melupakanmu yang bahkan hilang tak tahu kemana."

"Aku bersama Jisoo, Wonwoo." Ahrim mulai terbawa perasaan. Ia sungguh tak tahu tentang perasaan Wonwoo.

"Semuanya berakhir ketika aku tahu, kau hamil anak Seungcheol. Lahir dengan premature dan dalam keadaan yang sangat lemah, tuan Yoon serangan jantung karena Junghwa, semuanya. Membuatku tak ingin lagi melanjutkan rencana yang Junghwa susun. Aku lepas tangan, mengangkat tanganku dan tak ingin lagi ikut campur atas semuanya.

"Terlebih saat Junghwa juga melahirkan premature sama sepertimu, aku rasa karma menimpa kami. Semuanya terjadi sama seperti yang kau dan Seungcheol alami. Aku menyerah."

"Wonwoo, aku ikut prihatin, aku tak tahu tentang semuanya. Maafkan aku, Wonwoo." Ahrim membuka suara, memberanikan diri mengusap lembut lengan Wonwoo dengan pelan. Begitu pula Seungcheol, dia menepuk lembut paha Wonwoo. "Lalu dimana Junghwa?"

"Dia ada di mobil, tak ingin keluar. Dia masih dendam dengan kalian. Maka dari itu, aku juga meminta maaf atas nama Junghwa. Maafkan Junghwa yang mencintaiku dan maafkan aku yang telah mencintai Junghwa."

"Semuanya terasa sulit Wonwoo, tapi, aku ingin kau tetap melanjutkan hidupmu, bersama Junghwa dan baby Jeon." Ahrim berdiri diikuti Wonwoo dan Seungcheol. Ahrim dan Wonwoo saling berpelukan, pelukan sahabat, tanpa rasa cinta untuk ingin saling memiliki. Seungcheol membiarkan Ahrim dan Wonwoo berpelukan dalam waktu yang cukup lama.

"Semoga semuanya akan terus baik-baik saja, Wonwoo." Seungcheol juga memeluk Wonwoo sebagai tanda damai. Mereka terlihat bahagia menurut versi mereka masing-masing. Wonwoo menepuk punggung Seungcheol pelan, begitu pula Seungcheol pada Wonwoo. Wonwoo tersenyum ketika mereka saling melepaskan pelukannya.

"Kau juga, Seungcheol. Jaga Ahrim dan keluarga kecilmu. Aku juga ingin pamit, aku akan ke Eropa melanjutkan kuliahku yang tertunda, mengajak Junghwa juga putraku."

"Kuharap kau sehat selalu Wonwoo." Ahrim tersenyum. Wonwoo memeluk Ahrim sekali lagi. Lelaki itu berpamitan pergi. Meninggalkan Ahrim dan Seungcheol yang sekarang saling berpelukan. Mereka dapat melihat Junghwa yang terdiam dengan tatapan datar kedepan di dalam mobil milik Wonwoo. Lelaki itu membunyikan klakson mobilnya sebelum berlalu. Seungcheol mencium kepala Ahrim dengan penuh cinta. Semua masalah akhirnya terselesaikan.

Ahrim tersenyum sebelum akhirnya menatap Seungcheol yang ternyata sedari tadi sudah menatap Ahrim dalam. "Aku tak tahu ternyata kisah kita seindah ini, Seungcheol."

Seungcheol tersenyum lalu memeluk Ahrim erat. "Aku juga tak mengetahui semuanya akan berakhir seperti ini, Sayang."

Ahrim terdiam. Mengingat sesuatu yang mungkin penting. "Kita membiarkan Arin dan Jisoo untuk kedua kalinya Seungcheol."

"Ya aku tahu, mungkin mereka membutuhkan waktu berdua untuk pendekatan, Sayang."

Soft Of VoiceWhere stories live. Discover now