SIXTEEN

1.3K 165 1
                                    

Aku terus menerus menangis. Terisak teramat dalam. Masih dalam balutan bajuku tadi malam. Aku terduduk di bawah shower sambil memeluk lututku dalam. Menyalakan shower dengan air dingin. Membiarkannya mengguyur tubuhku. Perih rasanya hatiku mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Malam pertama yang gagal. Hubungan suami istri yang salah. Bagaimana bisa tanpa sadar Seungcheol menamparku? Membuatku merasakan sakit yang bertubi-tubi. Membiarkanku merasakan sakit yang tak ingin aku rasakan sebelumnya. Helaan nafasku tersenggal-senggal. Mataku mulai perih karena terus menerus menangis tadi malam. Badanku terasa pegal dan sakit, apalagi dibagian terdalamku, rasanya berkedut dan tak ingin lagi ada kejadian seperti tadi.

Aku berdiri dengan kaki gemeratan. Mulai membuka bajuku dan membasuh tiap inci tubuhku dengan tangan bergetar. Aku kembali menghela nafas panjang sebelum aku hembuskan dengan panjang pula. Aku harus bersikap biasa saja jika ingin kejadian tadi tak disadari oleh Seungcheol yang bercinta denganku dalam keadaan mabuk. Aku mengangguk mantap. Tersenyum dalam perih.

Seusai mandi aku berpakaian agak tertutup, dengan turtle neck sweater yang aku gunakan untuk menutupi bekas tanda kepemilikan yang Seungcheol berikan. Kupadankan dengan ripped jeans dan rambut tergerai. Memberi sedikit polesan pada wajahku. Transparent powder menjadi pilihanku agar wajahku sedikit cerah meskipun wajah putihku telah cerah, sedikit eyeliner gaya puppy eye agar membuat mataku terbuka──guna menutupi lembab usai menangis, liptint warna cherry aku gunakan untuk pipi agar merona dan bibir agar tak pucat. Aku menatap diriku dari pantulan cermin kamar mandi yang berembun. "Kau bisa Ahrim! Jangan jadi gadis yang lemah jika kau tak ingin Seungcheol tahu kejadian tadi malam." Aku mendesis pada diriku sendiri. Menguatkan hatiku sendiri. Sebenarnya aku pesimis jika Seungcheol tak sadar akan kejadian tadi malam. Aku yakin dia tahu tapi ... entahlah semoga dia tak sadar.

"Ahrim kau di dalam?" Suara serak nan rendah Seungcheol menyadarkanku dari lamunan singkatku. Aku menghembuskan nafas panjang lagi. Memantapkan hati.

"Aku keluar." Aku berjalan menuju pintu kamar mandi. Membukanya dan mendapati Seungcheol yang berantakan berdiri bersandar pada tembok dekat kamar mandi. "Ada apa?"

Seungcheol menoleh kearahku. Tatapan yang sama dengan tatapannya tadi malam. Kepedihan. "Kau mau kemana?"

Aku terbelalak. Aku menyadari jika baju yang aku kenakan kali ini bukan untuk di rumah saja, ini adalah gayaku untuk hang out. Aku gugup dengan keadaan ini. Bingung mau jawab apa. "Em ... ini ... aku ... aku mau pergi bersama Jisoo ... ya pergi bersama Jisoo."

Dia mengerutkan keningnya. "Darimana kau mengenal Jisoo?"

"Bukannya waktu itu Jisoo sudah menjelaskan kepadamu bagaimana aku dan dia bertemu?"

"Memang. Tapi kenapa pagi ini kau harus pergi dengannya? Aku suamimu kan."

"Eum ... bukannya apa-apa. Tapi aku yakin kau pasti akan pergi bersama Junghwa. Aku tak ingin mengganggu harimu bersamanya ... dan aku permisi." Dengan langkah cepat aku mengambil ponsel dan dompetku yang tergeletak bebas di nakas dekat tempat tidur. Segera mengenakan sandal yang ada di rak samping koper kosong kami. Kemudian berlalu pergi. Menyisakan Seungcheol yang masih mengerutkan kedua alisnya yang berdiri di depan kamar mandi.

Aku segera berlari menuju taman belakang. Ingin rasanya aku menangis ketika aku mengatakan 'kau pasti akan pergi bersama Junghwa. Aku tak ingin mengganggu harimu bersamanya'. Sungguh bodohnya diriku!

Kakiku membawaku ke taman tempatku pertama kali bertemu dengan Jisoo. Ah lelaki tampan itu membuatku terus mengingatnya. Hatiku teriris lagi pagi ini. Perih.

Soft Of VoiceWhere stories live. Discover now