TWENTY ONE

1.2K 175 15
                                    

Dengan langkah gontai aku mulai membersihkan kamar tamu ini. Bagaimana ini bisa terjadi? Aku yang menjadi istri sah seorang Seungcheol justru tidur di kamar tamu apartemen miliknya, sedangkan Junghwa yang hanya pacarnya tidur bersama Seungcheol. Jika boleh aku meminta, aku lebih memilih untuk pergi tanpa membawa kenangan kecil nan manisku bersama Seungcheol. Jika boleh meminta, sejak dulu aku tak ingin menikah dengannya jika berjalan seperih ini.

"Nyonya," panggil seseorang kepadaku. Ternyata suara Bibi Cha, wanita paruh baya yang bekerja untuk keluarga Choi. Dia adalah sahabat dekat Bibi Kang. Aku melemparkan senyum manis kepadanya.

"Ada apa, Bi?" Aku menghentikan segala aktivitas yang sedang aku lakukan. Berjalan menuju Bibi Cha dan membelai lembut lengannya.

"Apakah tidak lebih baik jika saya yang membersihkan, Nyonya?" katanya menunduk. Aku tersenyum.

"Tidak, Bi biarkan aku yang membersihkannya."

"Tapi Nyonya Ahrim istri tuan rumah di apartemen ini."

"Untuk saat ini biarkan Junghwa yang menjadi nyonya, Bi. Aku tak apa."

"Baiklah, Nyonya." Bibi Cha keluar dan kembali pulang. Setiap hari Bibi Cha akan datang untuk membuat sarapan dan membersihkan apartemen. Hanya dari pukul delapan hingga pukul sembilan pagi. Dia juga datang jika Seungcheol membutuhkan sesuatu.

Aku melanjutkan pekerjaanku yang tertunda. Ini hari ke tiga Junghwa tinggal bersama kami. Jujur, aku sangat tak menyukainya. Selama tiga hari itu, Junghwa membuatku serasa pembantu. Selama tiga hari Junghwa selalu manja. Dan selama tiga hari itu pula, Seungcheol tak mempedulikanku. Miris kan? Ya, sangat.

Dengan sigap setelah selesai membersihkan kamar tamu ini, aku segera mengambil beberapa bajuku di kamar ku dengan Seungcheol. Entah, sosok Junghwa terlihat tidur di ranjang yang harusnya milikku dan Seungcheol. Aku tak memepedulikannya yang menatapku lekat sambil menyunggingkan senyuman iblisnya. "Wah wah, istri keluarga Choi harus terusir dari kamarnya sendiri ya?"

Suara Junghwa membuatku terbelalak. Kata-katanya menohok langsung ke hatiku. Rasanya nyeri, sesak, dan perih. Apa yang dimaksudnya tadi? Aku terusir dari kamar? Boleh saja, suatu saat nanti dia sendiri yang akan terusir. Dan itu Seungcheol sendiri yang akan mengusirnya, tak ada lagi ampun untuknya. Aku diam saja, tak mempedulikan kata-katanya dan masih mengambil beberapa jeans dan kemeja serta kaos, tak lupa dalaman milikku. Junghwa terdengar tertawa sebentar, aku yakin dia menertawakanku.

"Kau tak peduli dengan kata-kataku? Ingat Ahrim, ini baru kamar. Besok-besok kau pasti akan terusir dari kehidupan Seungcheol, bahkan hati Seungcheol," katanya terdiam. Menghela nafas dan tertawa. Lalu melanjutkan perkataannya, "Ups ... kau kan tidak pernah ada di hati Seungcheol, kenapa harus terusir. Kalau ada pun hati Seungcheol hanya ada aku."

Kali ini aku tak ingin diam. "Apa katamu? Memang aku tak akan pernah ada di hati Seungcheol, setidaknya aku lebih baik darimu yang justru jadi orang ketiga."

"Kau berbicara tentang orang ketiga? Sebelum kau berbicara jika aku orang ketiga, lebih baik kau mengaca terlebih dahulu Ahrim. Kaulah orang ketiga itu. Jika papa Seungcheol tak menolong papamu, aku sudah menikah dengannya. Hubungan kami bisa berjalan lancar. Tapi papa Seungcheol malah menjadikanmu istri untuk Seungcheol dan membuat hubungan kami tak berakhir baik. Jadi siapa orang ketiga itu?"

Perkataan Junghwa memang benar. Jika papa tidak ditolong oleh mendiang papa mertua, maka saat ini Junghwa dan Seungcheol sudah menikah. Tapi, aku juga bukan orang ketiga itu. Jika Junghwa mengatakan aku orang ketiga dalam kandasnya akhir cerita cinta mereka, maka Seungcheol juga harus dikatakan sebagai orang ketiga yang membuat jalinan pertunanganku dengan Wonwoo juga kandas. Jika seperti itu adil kan?

Soft Of VoiceWhere stories live. Discover now