TWENTY SEVEN

1.1K 190 31
                                    

"Tanyakan saja pada istrimu ini Seungcheol!! Jika dia tidak hamil aku berani bertaruh dirimu untuknya!!"

Bentakan Junghwa baru saja membuatku sedikit sesak dan membuatku semakin takut. Air mata terus mengalir tak terbendung dari sudut mataku. Wajah Seungcheol berubah masam dan tak bermakna. Kedua alisnya tertaut, menatapku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan. Seluruh badanku memburu karena tatapannya. Sungguh jika bisa aku mati sekarang, aku akan lebih memilih untuk mati.

"Benarkah itu Ahrim? Kau hamil?" Nada suara Seungcheol berubah rendah dan bergetar. Matanya menatapku seakan aku adalah mangsa terakhirnya yang belum sempat dia santap. Matanya memerah dan berair, aku tak tahu mengapa, tapi aku merasakan kesedihan disana. Tubuhnya terus berjalan mendekatiku. Tangannya meraih pipiku mengusapnya pelan dan halus. Aku harap dia mau mendengarkan penjelasanku.

Kutatap mata Seungcheol yang sangat dekat denganku, aku tersenyum diantara tangis menyedihkanku. Sekali lagi kutatap mata suamiku itu, Junghwa yang ada diujung ruangan hanya bisa terdiam dan menatap kami tak percaya. "Benarkah kau hamil?"

Dengan berat hati kuanggukkan kepalaku, kulihat secercah harapan di mata Seungcheol. "Anakku?"

Aku tersenyum dan menangis sejadinya ketika Seungcheol bertanya demikian. Aku ditariknya dalam pelukannya, direngkuhnya erat. Aku menganggukkan kepalaku. "Iya Seungcheol ini anak kandungmu! Ini adalah anak kita!"

Entah dari mana aku mendapatkan  keberanian untuk mengungkapkan segala kebenaran yang berusaha aku tutupi beberapa minggu belakangan. Kudengar Seungcheol menangis terharu atas jawabanku. Aku ikut menangis. Tangan kanannya bergerak untuk mengusap kepalaku, dan tangan kirinya terus mendekap pundakku.

Seungcheol tak henti-hentinya menciumi puncak kepalaku. Aku tersenyum diantara tangis histerisku. Dari ujung mataku kulihat Jisoo yang tersenyum lebar dan Junghwa yang naik darah. Seungcheol melepas pelukan kami, bergerak untuk berjongkok. "Biarkan Papa memberimu salam."

"Ahrim! Kutanya sekali lagi apakah kau hamil!" Suara Seungcheol menggelegar hingga membuatku tersadar dari bayangan semu yang membahagiakanku untuk sejenak itu. Kutatap wajah Seungcheol yang saat ini sudah beberapa meter di depanku. Wajahnya memerah karena marah, matanya ikut memerah karena emosinya tersulut. Bibirnya gemetaran karena tak kuat menahan besarnya amarah yang telah mencapai ubun-ubun itu.

"Aku bisa menjelaskannya Seungcheol!" Kulangkahkan kakiku mendekatinya, berusaha meraih lengannya namun dijauhkannya.

"Aku tanya untuk terakhir kalinya Ahrim! Apakah kau hamil?!!" Tepat. Tepat saat pertanyaan dengan nada bentakannya itu dilayangkan kepadaku, tepat saat itu pula segala harapanku hancur. Hatiku remuk berkeping-keping. Tepat saat itu pula tangisku pecah. Menunduk menyembunyikan wajah sembabku akibat tangisku tadi.

"Seungcheol ini bukan seperti apa yang kau pikirkan." Jisoo mulai membuka kata. Dia berusaha membantuku tapi aku yakin semuanya akan percuma. Jisoo mendekati Seungcheol. Ditatapnya wajah lelaki yang mulai naik darah itu. Seungcheol ikut menatap lelaki ber-specs dengan bingkai hitam tersebut.

"Bukan seperti apa yang aku pikirkan kau kata?" Seungcheol berulang kali menarik napasnya. Menatap sahabat lawasnya dengan seksama. Dan ...

"Keparat kau Jisoo!" Jisoo tersungkur karena bogeman mentah dari Seungcheol. Aku berteriak dan sontak berlari menuju Jisoo yang kesakitan. Tak hanya sudut bibirnya saja yang berdarah dan terasa perih, tapi juga lengannya yang secara tak sengaja terkena ujung dinding. Jisoo merintih kesakitan, tangan kirinya reflek mengusap darah segar yang mengalir dari sudut bibirnya itu.

"Apa-apaan kau ini Seungcheol!" Aku berdiri dan naik darah. Sikap Seungcheol sungguh jauh diluar dugaanku. Manik mata Seungcheol mengikuti manik mataku yang sembab. Matanya merah dan tak bisa diartikan pandangan nya itu.

Soft Of VoiceWhere stories live. Discover now