Mungkin melukis memang bukan kegiatan yang populer di kalangan anak muda. Mungkin menjadi pemain sepak bola atau membentuk band adalah pilihan yang lebih baik kalau ingin terlihat keren. Karena itulah jumlah anggota klub kami yang paling sedikit jika dibandingkan dengan klub lainnya. Bahkan tidak sedikit anggota kami yang meninggalkan klub lukis untuk pindah ke klub lain.

"Lukisanmu bagus. Itu Tentang dirimu ya?" Tiba-tiba sebuah suara ringan dari sisi kanan membuyarkan lamunanku.

Betapa terkejutnya aku ketika mendapati seorang laki-laki tengah berdiri di sampingku. Bukan sosoknya yang membuatku kaget, melainkan caranya menatap lukisanku. Laki-laki itu membungkukkan badan dan memajukan kepalanya agar bisa mengamati lukisanku dengan seksama. Cara berdirinya yang rendah seperti itu membuar kepalanya sejajar dengan kepalaku. Dan ketika aku menoleh ke arahnya, aku baru menyadari kalau wajah kami terlalu dekat.

Sontak, aku terkejut dan hampir terlompat dari tempat dudukku. Untunglah aku masih sempat menghentikan dorongan dari otakku untuk berteriak.

"Maaf. Aku mengagetkanmu, ya?" Menyadari keterkejutanku, laki-laki itu kemudian menggaruk-garuk kepalanya yang ditumbuhi rambut hitam nan tebal. Kelihatannya ia sedikit merasa bersalah. "Perkenalkan, namaku Nakamura Daichi."

Nakamura Daichi? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.

Laki-laki yang berdiri di hadapanku itu bertubuh tegap. Aku tidak perlu bangkit dari kursi untuk memastikan kalau ia lebih tinggi dariku. Meskipun nada suaranya ringan, tapi laki-laki itu punya mata hitam dengan tatapan yang dalam.

"Sudah kuduga kau tidak mengingatku," ujar laki-laki itu saat aku masih terjebak dalam lamunan. Terlalu lama tidak bicara dengan teman sebaya membuat otakku lambat memproses klimat yang ku dengar. "Karena itulah aku memperkenalkan diriku lagi."

"Eh? Kita saling kenal?" Setelah memahami maksud perkataanya, kini otakku punya tugas baru, yaitu mengingat-ngingat siapa sebenarnya laki-laki di hadapanku ini. Nakamra Daichi sepertinya memang bukan nama yang asing.

"Astaga, ternyata kau benar-benar melupakanku. Padahal kita berada di kelas yang sama."

Ah, aku ingat sekarang. Nakamura Daichi adalah salah seorang teman sekelasku. Namun ingatanku hanya sebatas itu saja. Tidak ada kenangan apapun tentangnya. Nakamura Daichi tidak jauh berbeda dengan teman sekelasku yang lainnya, jadi kami juga tidak pernah bicara.

"Gomenasai, Nakamura-san," sudah pasti aku membuatnya kecewa, karena tidak mengingatnya.

Setelah itu, kami kembali diam. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, sedangkan Nakamura Daichi sepertinya menungguku mengatakan sesuatu. Sayangnya, aku tidak tahu bagaimana melanjutkan pembicaraan setelah situasi canggung tadi.

Nakamura Daichi menghela napas, sepertinya ia tidak tahan terus-terusan diam. "Omong-omong, aku baru bergabung dengan klub lukis ini lho."

"Eh? Nakamura-san? Klub lukis? Nakamura-san suka melukis juga?" Entah karena kaget atau karena jarang bicara dengannya, kalimat yang keluar dari mulutku jadi sangat kacau.

"Begitulah. Saat di SMP aku suka melukis. Aku sempat berhenti melukis saat masuk SMA. Dan sekarang, tiba-tiba aku ingin melukis lagi," jalasnya panjang lebar. Oh, jadi Nakamura Daichi anggota baru yang dibicarakan Kitagawa-sensei tadi. "Omong-omong, Daichi saja."

"Eh?"

"Panggil aku Daichi saja."

Daichi? Oh, tidak. Aku tidak terbiasa memanggil temanku dengan nama depan. "Kau yakin?"

"Tentu. Karen sekarang kita di klub yang sama, jadi kupikir kita pasti bisa lebih akrab. Jadi apa salahnya saling memanggil dengan nama depan?"

Lebih akrab? Akrab dengan seseorang bukanlah sesuatu yang sering terpikirkan olehku. Apalagi sampai saling memanggil dengan nama depan. Menjadi akrab dan saling memanggil dengan nama depan? Oh, ini terlalu asing buatku. Aku tidak terbiasa.

[COMPLETE] Even after all these yearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang