Part 27

6.6K 1.1K 96
                                    

Lima hari berlalu dengan menyedihkan dan hari itu sebuah surat datang terlalu pagi. Raya menemukan surat itu di depan pintu apartemennya. Dengan amplop krem dan tulisan tangan Fatta yang khas. Dengan hati-hati Raya membuka amplop itu lalu membaca isinya.

Selamat pagi, Ra.

Aku dan Alexa berangkat pagi, ini. Maafkan aku, Raya. Aku tidak akan pernah mencintai wanita manapun seperti aku mencintai kamu. Seandainya waktu dapat diputar kembali, tapi tidak akan pernah ada yang akan kembali. Semuanya berlari semakin cepat. Dan kita berlari semakin menjauh. Tapi kebersamaan kita sangat indah dan terimakasih, Raya. Untuk semuanya. Untuk semua tawa dan kebahagiaan. Berjanjilah kamu akan hidup bahagia, karena aku akan berusaha hidup bahagia dengan Alexa dan bayi kami.

Fatta

Tiba-tiba Raya merasa mual dan isi perutnya seakan-akan naik ke tenggorokan. Sambil menahan tangis, gadis itu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Tidak ada yang tersisa lagi sekarang, pikirnya muram sambil menatap kotoran di lantai kamar mandi.

Aku akan berusaha hidup bahagia dengan Alexa dan bayi kami.

Raya menatap kotak di tangannya dengan perasaan campur aduk. Ia membeli benda itu sepulang dari kantor. Perutnya mual sepanjang hari dan ia merasa pusing. Rasa marah dan gelisah menguap di kepalanya. Rasa curigalah yang membawa Raya memasuki apotek yang ia lewati dalam perjalanan pulang dari kantor.

Raya memandangi kotak pengetes kehamilan itu dengan murung. Sejak membelinya tadi ia termangu-mangu seperti orang bodoh. Ia memandang berkeliling memastikan tidak ada orang yang dikenalnya, sebelum ia mengatakan dengan amat pelan kepada penjaga apotek itu kalau ia ingin membeli alat pengetes kehamilan. Keterlambatan siklus haid terkadang terjadi pada sebagian orang wanita, begitu pula dengan keadaan tubuhnya yang terasa sakit semua, mual dan sebagainya. Seharusnya Raya tidak perlu khawatir, tapi ia hanya ingin memastikan semuanya. Karena itu Raya membeli alat pengetes kehamilan itu.

Raya menghitung mundur dan tepat di hitungan satu, Raya mengeluarkan isi kotak itu. Tuhan.... tolong aku. Aku takut sekali.

Positif.

Raya memelototi alat itu dengan perasaan ngeri. Ia hamil. Ia mengandung. Ada janin bayi di perutnya. Bayi Fatta. Alat pengetes kehamilan itu terlepas dari tangannya. Raya terduduk di lantai kamar mandi dengan tubuh gemetar. Sekali lagi dengan harapan ia salah lihat, Raya memandangi alat pengetes kehamilan itu. Dan ia benar-benar hamil. Kemungkinan kesalahannya amat sangat kecil, Mbak. Itu kata penjaga apoteknya tadi ketika ia membelinya. Setelah itu ada baiknya Mbak memeriksakan diri ke dokter.

Raya tidak butuh dokter, ia hanya butuh Fatta. Tapi laki-laki itu tidak berada di sini. Fatta di tempat yang jauh sekali dengan Alexa dan calon bayi mereka tentu saja. Dan tiba-tiba Raya sangat ingin menangis sekarang. Laki-laki itu baru saja pergi pagi ini dan ia hamil. Benar-benar suatu bencana.

Dengan bingung dan mata berair Raya melangkah ke kamar dan menjatuhkan diri di tempat tidur, kemudian menangis tersedu-sedu. Ia benar-benar bingung. Benar-benar ketakutan. Dan ia sangat membutuhkan bahu untuk bersandar saat ini, tapi ia malah sendirian disini. Meringkuk di tempat tidurnya dan merindukan Fatta.

*****

"Oh Raya..." Dina mengerang, "Gue benar-benar sedih ngelihat lo kayak gini!"

Raya merebahkan kepalanya di lengan Dina dan menangis terisak-isak. Dina membiarkan Raya menangis dan sebagai sahabat yang baik ia pun ikut terluka melihat keadaan Raya. "Gue nggak percaya Mas Fatta begini. Gue pikir dia sayang banget sama lo."

Raya membersit hidungnya, "Gue sulit memercayainya, tapi inilah yang terjadi, Din. Beginilah nasib gue."

Dina menepuk tangan Raya, "Gue tahu lo sudah mengalami saat-saat terburuk dalam hidup lo. Tapi gue yakin lo bakalan bisa ngelupain dia dan hidup bahagia lagi."

A Homing BirdWhere stories live. Discover now