10.

18.5K 2.1K 265
                                    

Maaf banget.. Updatenya ngaret 🙈🙈🙈
Selamat membaca

***

Banyu terdiam duduk pada samping ranjang. Di depannya terdapat Jinan yang sudah tidur dengan kakinya yang mengenai wajah Darren. Laki-laki itu juga sama, sudah tertidur.

Sengaja Banyu lebih memilih pulang ke rumah orangtuanya daripada ke rumahnya sendiri, karena ada hal yang ingin ditanyakannya pada Darren. Bukan ditanyakan, lebih tepatnya ada kekesalan yang harus diungkapkan kepada adiknya itu karena telah berani menyembunyikan kenyataan tentang Bulan darinya.

"Ren...." Banyu menggoyang lengan Darren.

Tangan Darren bergerak, menepis asal udara di sekitarnya. Pergerakan refleks dari tidurnya yang terganggu.

"Bangun Darren!" Kali ini Banyu menggerakkan tangan Darren lebih keras, sampai laki-laki yang sudah tertidur itu melenguh kesal.

"Apa sih Bang. Ganggu aja ish,"

"Kenapa lo gak bilang kalau Bulan sakit hah?" Banyu setengah menahan desisannya supaya tidak sampai membangunkan Jinan.

Darren bengong sesaat sambil menatap Banyu dengan kening berkerut. Selang beberapa detik dirinya kembali membenahi posisi tidurnya sampai memunggungi Banyu. "Dia lagi liburan. Bukan sakit," ujarnya.

Tanpa persetujuan, Banyu menarik tubuh Darren sampai bangun dari tidurnya. "Apa lagi sih Bang-"

"Ikut gue."

Banyu menatap Jinan, berharap Darren bisa mengerti jika mereka tidak bisa cekcok di dalam ruangan tersebut.

"Nunggu sampe pagi bisa kali Bang ngomongnya. Biarin gue tidur nyenyak dulu gitu." Meski begitu, Darren tetap turun dari ranjang dan tidak menepis tangan Banyu ketika laki-laki itu terus saja menyeretnya sampai keluar dari kamar.

Darren menggaruk-garuk tengkuknya sambil menguap beberapa kali, sedang di depannya Banyu berjalan dengan langkah lebar sampai keduanya memasuki ruang tamu dan laki-laki yang masih belum sadar sepenuhnya itu berhasil didorongnya sampai terduduk di sofa.

"Lo sengaja kan pingin liat gue nyesel?" Banyu menatap Darren dengan sendu.

"Hah?"

"Gak gini juga Ren. Gak gini juga caranya." Banyu mengacak rambutnya frustrasi.

"Apa lagi sih Bang? Gue gak ngerti. Elisa mutusin lo?"

"Berhenti bertingkah bego Darren." Banyu menatap Darren tajam.

"Lo yang berhenti bikin gue bingung. Ngomong tuh yang jelas jangan setengah-setengah. Udah gangguin tidur gue, marah-marah gak jelas, sekarang seenak jidat lo bilang gue bego-"

"Gue udah tau kondisinya Darren. Dia sekarat. Dan lo dengan sengaja rahasiain semua itu dari gue kan, biar gue nyesel. Gue ngerti Ren-gue ngerti. Tapi gak gini juga caranya."

Banyu sudah duduk di sebelah Darren, kepalanya menunduk dengan kedua tangan meremas rambutnya.

"Sumpah Bang. Gue gak tau kalau Mbak Elisa sekarat." Darren mengangkat kedua jarinya meski dia tahu Banyu tidak akan melihatnya karena kepala laki-laki itu semakin menunduk.

Rasanya ingin sekali Banyu tertawa lepas mendengar ucapan adiknya itu. Disini, entah dirinya yang terlalu mudah untuk dibodohi atau Darren yang terlalu pintar menutupi.

"Kalau Bulan yang sekarat? Lo tau?"

"Kaga-Ap apa?" Tangan Darren turun dengan perlahan. "Bulan?"

Cahaya Bulan Untuk Sang Banyu [[Revisi+Repost]]Where stories live. Discover now