9.

17.3K 2.2K 241
                                    

Heiii kaliannn...iya kalian, Yang nunggu kelanjutan cerita ini. Aku boleh minta VOTEnya dulu gak??? Wkwkwk...

Cuman mau pesen, nanti di ujung part jangan kesel ya.. Karena aku potong di saat yang tidak tepat. 😂😂😂

Cukup.. Selamat membaca 😘

***

9.

"Tante Dena?" Banyu lebih mendekat, memberi salam kepada wanita yang dikenal sebagai Mama dari Bulan ini.

"Udah lama?" Dena balik bertanya, Sepertinya Dena mengerti maksdu kedatangan Banyu ke tempat ini, tidak lain untuk menemui anaknya. Sehingga yang dia tanyakan pun 'sudah lama?' bukan 'sedang apa disini?'

"Baru aja sampai Tan." Banyu terpaksa berbohong, karena hanya cara itulah yang dapat membawanya memasuki Rumah Sakit kembali. Selain itu, Dena juga yang memberikan alamat ini kepadanya. Jadi, besar kemungkinan pertemuannya dengan Dena sekarang akan sangat membantunya.

"Baru sampai Tante juga," tanpa ditanya Dena menjelaskan. "Mau bareng sekalian?" lanjutnya.

Banyu mengangguk "Boleh Tan," ujarnya.

Sebelum mengikuti langkah Dena, Banyu mengambil jaketnya terlebih dahulu yang sempat disimpannya di bawah jok motor. Untuk jaga-jaga, takut beberapa orang yang berpapasan dengannya tadi mengenalinya kembali.

Selama berjalan Banyu menunduk, mengikuti langkah Dena dalam diam. Seraya merapalkan doa, berharap Dena tidak bertemu dengan laki-laki yang menyeret dirinya keluar beberapa saat lalu.

Doa yang dirapalkannya tidak sia-sia, kini keduanya hampir sampai pada ruangan yang sempat Banyu kunjungi tadi. "Maaf Tante, sepertinya saya perlu ke toilet dulu." Banyu sengaja melakukannya untuk menghindari pertemuan dengan Bintang.

Ia akan diam di toilet beberapa saat, sekiranya Bintang sudah pergi dari sana barulah Banyu akan menemui Dena kembali. Kalau tidak salah dengar tadi Bintang mengatakan akan pulang setelah Mamanya tiba.

"Ya sudah, saya duluan ya."

"Iya, Tan."

"Kamarnya di nomor 207, nanti kamu langsung masuk aja."

***

Banyu mematung di pintu masuk, tatapannya tidak lepas dari seseorang yang terbaring di ranjang pasien lengkap dengan beberapa alat medis yang melekat di tubuhnya.

Dena muncul dari balik pintu toilet, ia baru saja membasuh wajah dan berganti pakaian. Banyu masih bergeming ditempatnya berdiri. Pun dengan Dena, wanita itu tidak ada niat untuk membuka suaranya terlebih dahulu.

Ada sakit yang begitu menyesakkan dada. Entah apa. Ada bingung yang membelenggu pikiran, entah karena apa. Bahkan untuk menanyakan kenapa gadis itu bisa terbaring di tempat ini rasanya sulit sekali. Bibirnya terkatup rapat seolah ada lem tak kasat mata yang melekat di sana. Yang hanya bisa Banyu lakukan menahan sakitnya agar tidak menjelma menjadi air mata.

"Maafin Mama." Dena sudah berdiri di samping ranjang. Mengusap kepala Bulan seolah merapikan rambut gadis itu. Banyu masih memerhatikan, mencerna keadaan ini dalam diam. "Hanya ini yang bisa Mama lakukan untuk membuatmu bahagia." Setelahnya Dena membawa tangan Bulan dan mengecupnya.

Wajah gadis itu pucat. Terlihat lebih kurus dari terakhir kali Banyu melihatnya. Matanya terpejam rapat diiringi bunyi yang berasal dari monitor pendeteksi aktivitas jantung.

"Bulan sakit apa?" kalimat tersebut yang keluar dari bibir Banyu setelah sekian lama bungkam.

Dena tersenyum hangat, begitu tulus. Ah Banyu benar-benar belum mengerti dengan keadaan ini. alih-alih bersedih, kenapa wanita itu terlihat begitu tenang.

Cahaya Bulan Untuk Sang Banyu [[Revisi+Repost]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang