1.

49.7K 2.9K 333
                                    

Berhubung ada beberapa scene Pernikahan Wasiat yang diubah, maka  aku sempat menarik cerita ini dari wattpad. Sesuai janjiku, aku akan post ulang cerita ini setelah pernikahan wasiat selesai.

Yang sempat baca cerita ini sebaiknya baca ulang, untuk mengetahui letak perbaikannya (?) dan untuk jaga-jaga juga, takut kalian udah lupa sama isinya.. Wkwk.

Selamat membaca....

***


Bulan melirik sekilas tas berisi makanan yang di bawanya. Kemudian menghembuskan napas untuk sedikit menenangkan perasaan yang selalu sama ketika dirinya melakukan hal ini.

Melanjutkan kembali langkahnya menuju sebuah rumah berukuran minimalis yang sedang di huni oleh dua orang kakak beradik. Di jam seperti ini biasanya rumah itu selalu kedatangan tamu, seorang janda beserta anak semata wayangnya.

Lima langkah sebelum sampai di rumah itu, Bulan merubah raut mukanya dan melebarkan senyumnya.

Tok, Tok....

"Papa Muda ... aku dataaaaaang...," riangnya.

Semuanya menoleh dengan tatapan berbeda. Banyu si tuan rumah, menatap dengan pandangan kesalnya. Darren sang adik dari pemilik rumah menyambut dengan senyum hangatnya. Sedang Elisa—si tamu itu, tidak menampilkan ekspresi apa-apa.

Bulan duduk di samping Banyu, seperti biasa lelaki itu akan menghindar dengan berpindah tempat ke samping Elisa dengan membawa anak kecil yang berusia dua tahun dalam gendongannya. Meski tahu akan mendapat respon demikian, tetapi Bulan tidak pernah gentar untuk mendekatkan dirinya pada Banyu secara terang-terangan.

"Hari ini masak apa Bul?" Bulan tersenyum lebar menatap Darren, ah laki-laki ini selalu bisa menyelamatkan dari situasi yang memojokannya.

Mengabaikan pertanyaan Darren, Bulan menyimpan tas yang di jinjingnya di atas meja, kemudian mengeluarkan tiga kotak makanan dari dalam sana. Kotak pertama berisi nasi. yang kedua berisi Ayam goreng plus sambalnya, dan kotak ketiga berisi acar. Tentu semua itu Bulan yang memasaknya.

Setelah membersihkan diri sepulang dari sekolah, Bulan selalu bergegas untuk berkutat di dapur. Memasak khusus untuk lelaki yang berhasil menarik perhatiannya dan membuat perasannya selalu berbunga jika berada di dekat laki-laki itu.

Perasaan yang Bulan miliki bertepuk sebelah tangan. Karena nyatanya, sang Banyu yang ia puja telah memiliki gadis pujaan lain yang sekarang duduk berhadapan dengan Bulan sendiri.

Bulan sakit hati? Tentu saja. Mungkin kalau kehidupannya normal-normal saja, Bulan akan lebih memilih berhenti untuk mengejar sesuatu yang tidak nyaman dengan keberadaannya. Tetapi Bulan berbeda, kehidupannya tidak seindah yang mereka bayangkan maka dari itu dia tetap berpegang teguh dengan pendiriannya. Toh kegilaannya ini hanya akan berlangsung sebentar, begitulah pikirnya.

Bulan seperti ini hanya untuk membahagiakan perasaannya dengan mendekati Banyu. Bukan untuk mendapatkan lelaki itu, tetapi untuk berteman biasa. Karena Bulan sadar, siapa dirinya bagi Banyu, tidak lebih dari sesuatu yang Banyu benci, maka dari itu Bulan tidak akan berhenti setidaknya sampai Banyu menghargai keberadaannya, tidak lebih.

"Ren kami keluar dulu...."

Selalu berakhir seperti ini, Bulan mendesah pelan seraya menatap kepergian dua orang dewasa beserta anak kecil tadi yang berada dalam gendongan Banyu.

"Bul." Darren menatap tidak enak hati.

"Gue baik-baik aja kok." Bulan tersenyum samar, sedikit menyembunyikan kekecewaannya dari Darren.

Cahaya Bulan Untuk Sang Banyu [[Revisi+Repost]]Where stories live. Discover now