19. Perasaan aneh (part a)

405K 24.4K 2.9K
                                    

- Aku tersesat dalam tatap, tenggelam dalam senyum, terbius oleh harum.
Aku tak bisa mengindar, aku jatuh, lagi dan lagi. -

Ditempat yang sama, suasana yang sama, dan hati yang sama, Kanya masih tetap berbaring di atas bangkar dingin dalam ruang sepi. Penyakit yang dideritanya perlahan memakan dirinya sendiri. Tubuhnya semakin hari semakin ringkih dan lemah. Meski hidupnya terasa tidak adil, Kanya tetap beryukur karena Tuhan mengirimkan orang-orang yang ia sayangi disisa hidupnya. Kanya tahu itu, waktunya untuk berada di dunia tidak lama lagi. Masih banyak hal yang belum ia selesaikan. Sekarang adalah saat yang tepat untuk ia melepas semuanya. Jika terlambat, maka Kanya yang akan menyesal untuk selamanya.

Tangan kurusnya berusaha mengambil sesuatu di bawah bantal. Meski sedikit susah, kini anak kunci itu berhasil berada di genggamannya. Kanya tersenyum kecil memandangi kunci dari gembok yang sudah lama ia simpan. Sudah waktunya untuk benda mungil itu berpindah ke genggaman orang lain. Kanya berhenti dengan angan masa lalu, ia segera mengirimi Bela pesan singkat, meminta Bela untuk mengunjunginya nanti sore.

●●●


S

uara berat seorang pria berasal dari interkom di sudut tembok kantin mengusik keriuhan siang itu. Bela dan Nanda yang sedang menunggu antrean untuk membeli jus saling menatap bingung. Sebelum berbicara, terdengar deheman terlebih dahulu.

"Mohon perhatian, di beritahukan kepada seluruh siswa untuk diam di tempat masing-masing karena sekarang akan dilakukan razia kelengkapan atribut. Sekali lagi diberitahukan kepada seluruh siswa bahwa sebentar lagi akan dilakukan razia kelengkapan atribut, terimakasih."

"Sial." Bela mendesah risau. "Gue nggak pake dasi Nda, gimana dong?"

"Yaelah, makanya kalo sekolah pake atribut yang lengkap, kayak gue nih sepatu item, kaos kaki putih, sabuk ada, dasi ada."

"Ihh gue nggak butuh ceramah Nda. Gue butuhnya dasi."

Bela melihat beberapa siswa yang mulai panik juga seperti dirinya. Hari ini ia sudah dapat hukuman dari Pak Edi, bisa gila dia jika sekarang akan di hukum lagi karena tidak memakai dasi kesekolah. Lagi pula kenapa juga dasinya itu harus hilang? Sudah dua kali ia membeli dasi baru dan dasi baru itu hanya berumur seminggu saja setelah itu hilang tanpa jejak. Seperti takdir sudah menentukan bahwa ia tidak pantas memiliki dasi, lucu sekali.

"Abis deh lo Bel," bisk Nanda menakut-nakuti Bela. "Bisa-bisa nyokap lo tuh dipanggil. Masa dalam sehari lo kena hukuman dua kali. Kayak minum obat aja sehari dua kali."

"Ribut lo ah, mending bantu gue nyari tempet buat sembunyi nih sebelum guru dateng."

Nanda mengangguk dan matanya mulai mencari tempat yang tepat untuk Bela bersembunyi sembari otaknya juga ikut berfikir. "Di toilet aja Bel." Ucap Nanda menyarankan.

"Ah bener, anter gue yuk." Bela segera menarik Nanda menuju toilet yang memang tersedia di kantin. Sayang seribu sayang, semua pintu toilet terkunci dari dalam menandakan semua toilet terisi. Sepertinya mereka yang di dalam juga sedang bersembunyi dari guru.

"Aduh mati gue." Bela menggigit bibir khawatir. "Kenapa harus tiba-tiba razia gini sih, nyebelin dah." Gerutu Bela panik setengah mati.

"Cari tempet sembunyi yang lain aja yuk, pasti nanti toilet ini juga di geledah"

Bela dan Nanda kembali ke tengah-tengah siswa yang mulai berkumpul. Guru yang bertugas untuk memeriksa sudah datang. Bela berusaha bersembunyi di balik badan tinggi siswa yang ada disana.

"Lo nggak pake dasi?"

Bela terlonjak karena bisikan halus yang tiba-tiba ia dengar . Bela melotot, kenapa dimana-mana selalu ada Dalvin sih? Melihat wajah cowok itu hanya akan membuat dia merasa sakit. Tapi apa boleh buat, tak ada pilihan lain, ia tak mungkin menghindar sekarang.

Dear Heart, Why Him?[Completed]Where stories live. Discover now