13. Rumit

416K 23.1K 5.1K
                                    

- Terkadang kenyataan pahit datang disaat yang tidak tepat. Sehingga kita merasa marah, sedih, dan kecewa. Tapi percayalah, itu cara Tuhan untuk membuat diri kita menjadi lebih kuat -

●●●

If this night is not forever
At least we are together
I know I'm not alone
I know I'm not alone - Alone [Alan Walker]

Seharian ini Bela melakukan aktivitas sendirian disekolah. Tidak ada lagi si pelawak Nanda yang menemaninya. Nanda hari ini tidak masuk sekolah. Entah apa alasan sebenarnya, tadi pagi surat izin Nanda di antarkan ke kelas. Bela curiga anak itu tidak sekolah karena kejadian kemarin.

Sejak kemarin sudah ratusan kali Bela menelfon Nanda, akantetapi tak ada satupun telfonnya yang di angkat. Bela juga sudah melakukan spam di seluruh sosial media milik Nanda tetap saja tak ada respon dari cewek itu sedikitpun. Jika Bela tahu akhirnya akan seperti ini lebih baik dia tidak mendapatkan bunga-bunga itu.

"Gimana rasanya makan di kantin sendirian?"

Bela tersentak ketika seseorang tiba-tiba duduk di sebelahnya. Mata Bela memicing setelah mengetahui siapa orang yang duduk di sampingnya sekarang.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Bela ketus.

"Mau nemenin lo makan."

Bela mendengus lalu membasahi bibirnya. Rasanya ia kesal sekali melihat wajah Jos dihadapannya. "Gila lo. Kalo Nanda tahu ini dia bisa marah." Selorohnya dengan pandangan tak suka.

Jos mengetuk-ngetukan jarinya kemeja. Berpura-pura berfikir. "Hmm... gue udah putus." Cowok itu tersenyum tanpa rasa menyesal sedikitpun.

Wajah Bela seketika menegang. Ia tahu sekali Nanda sangat menyayangi Jos. Pasti Nanda sangat sedih saat ini. Dengan seenaknya cowok itu memutuskan hubungan mereka, benar-benar membuat Bela geram. "Nggak bisa."

"Kenapa nggak bisa? Bisa ajalah. Gue yang mutusin. Lagian gue nggak pernah sayang sama dia." Tutur Jos santai.

Bela menggeleng tak percaya, ia bisa merasakan bagaimana sedihnya Nanda saat ini. "Kalo elo emang nggak sayang sama dia kenapa lo malah macarin dia ha?" Nada suara Bela meninggi di susul dengan gebrakan meja. Bela mengepalkan tangan. Ia sudah mulai berang.

"Biar gue bisa deket sama lo, tapi ternyata dia nggak bisa diandelin, temen lo itu nggak berguna."

Bela sudah tak tahan duduk di dekat cowok itu. Ia kemudian berdiri dan hendak beranjak pergi. Jos meraih pergelangan tangan Bela dan ikut berdiri.

"Mau kemana? Temenin gue makan dulu."

Mata Bela memejam sesaat kemudian melepaskan genggaman tangan Jos. Ia sudah emosi. Bela merasa darah di dalam tubuhnya mendidih. Giginya bergemeletuk. Seketika tangannya terangkat, mengayun cepat menuju pipi Jos. Sedikit lagi ia akan berhasil menampar cowok itu namun seseorang menghentikan Bela.

"Jangan ngotorin tangan lo dengan nampar cowok gila ini."

Bela dan Jos serentak menoleh.

"Dalvin?" Kening Bela mengerut. Saat ini Dalvin berdiri di samping Bela sambil menahan tangan Bela yang tadinya akan menampar Jos.

"Maaf gue telat dateng. Tadi dipanggil guru bentar. Kita jadi makan bareng?" Dalvin menarik tangan Bela, menurunkannya, namun tidak melepaskan genggaman sama sekali. Perlahan cowok itu menautkan jarinya di sela jari milik Bela. Oksigen rasanya seperti terhisap keluar angkasa sehingga Bela tak lagi bernafas dengan normal. Cewek itu menelan ludah dengan mata melebar. Jantungnya berdebar disaat yang tidak tepat.

Dear Heart, Why Him?[Completed]Место, где живут истории. Откройте их для себя