Hurt(Part C)

332K 24.1K 2.1K
                                    

Mungkin ini memang jalan takdirku, mengagumi tanpa dicintai. -Ungu

Suara jeritan dan gelak tawa anak-anak yang sedang bermain menyambut Bela, kakinya melangkah takut di belakang Dalvin. Genggaman tangan Dalvin masih erat terasa, selau ada rasa nyaman terselip di setiap sela jari cowok itu yang entah membuat otot di sudut bibir Bela bergerak naik. Diam-diam Bela tersenyum.

"Kenapa?" Dalvin mensejajarkan langkah dengan Bela, memandang bingung dengan alis berkerut. Aneh mungkin bagi Dalvin, di sekitar mereka tidak ada sesuatu yang lucu tapi Bela tersenyum tanpa sebab.

"Ah?" Bela mengangkat wajah, matanya kini tak lagi memandang tangannya dibawah sana. Seketika rona merah menghiasi pipinya kala mata Dalvin memandang lurus kearahnya. Bela menggeleng salah tingkah. "Nggak kenapa-kenapa."

Mat Dalvin memicing. "Tadi lo senyum."

Mata Bela berkeliaran kesana-kemari. Cewek itu melipat bibir bingung. "Yaaa kan... kan gak ada salahnya senyum." Bela berkilah.

"Tapi aneh, senyum sendiri. Kecuali kalo lo gila."

Bela mendecak. "Enak aja bilang gue gila, gue nggak gila kali."

Baru saja Dalvin akan membuka mulut memalas ucapan Bela seorang bocah laki-laki menghampiri mereka."Kak Dalvin."

Dalvin menoleh terkejut lalu menyambut dengan senyum tulus. "Hai Roni, apa kabar?"

"Baik kak."

Dalvin beralih pada Bela. "Inget waktu kita ketemu di rooftop rumah sakit?"

Bela menaikkan alis kemudian mengangguk pelan sesekali melirik anak laki-laki di depan mereka. "Waktu kita masih musuhan?"

Dalvin terkekeh. "Yap. Inget kan tiga anak yang waktu itu sama gue?"

Sekali lagi Bela menangguk. Dalvin kembali menatap Roni, "ini dia salah satunya. Sekarang tiga anak itu tinnggal disini."

Bibir Bela membulat mengeluarkan kata "oh" yang panjang.

"Hai kamu masih inget aku?" Bela menyapa ramah boca laki-laki itu.

Roni menangguk antusias. "Masih kak, Kakak bidadari cantik." Ucap bocah itu dengan polosnya. Diam-diam Dalvin melirik Bela dari sudut matanya. Cowok itu dalam hati menyetujui pendapat Roni.

Bela tertawa mendengar penuturan Roni. "Kita kenalan dulu deh. Aku Bela, panggil Kak Bela aja."

Roni dengan cepat menyambut uluran tangan itu. "Aku Roni. Nggak mau manggil Kak Bela, manggil bidadari cantik aja."

Bela tertawa renyah. Dia merasa malu di panggil seperti itu, apalagi ada Dalvin disebelahnya. "Terserah kamu deh." Mendapat izin dari Bela, Roni langsung tersenyum bahagia.

"Ron-roniiii." Terdengar gemaan dari salah satu ruangan. Roni menoleh ke belakang. "Disuruh rapiin kamar dulu baru main bola." Lanjut suara gemaan tadi.

Roni kembali memutar kepala. "Kak  Dalvin, Kak Bela Roni mau rapiin kamar dulu ya, biar Bunda nggak ngamuk." Bocah itu memperlihatkan deret giginya. Setelah Bela mengangguk Roni langsung bergegas pergi menuju sumber suara yang memanggilnya tadi.

"Kayaknya semua anak-anak disini bahagia banget ya?"

Raut wajah Dalvin seketika berubah. "Kenapa?" Tanya Bela menyadari sesuatu yang berbeda dari Dalvin.

"Nggak juga." Jawab cowok itu singkat, kembali mengajak Bela berjalan.

"Kok nggak juga?"

"Nggak semua yang diluarnya kelhatan bahagia di dalamnya juga bahagia. Setiap dari mereka disini menyimpan luka masing-masing."

Dear Heart, Why Him?[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang