"Gue pegang omongan lo. Sana nggak usah lewat sini, lo bisa muter tuh sekalian olahraga pagi."

"Lo kira gue bego hah! Kelas gue disana, lo nggak liat?!"

"Emang lo bego kan?"

"Berisik! Tutup mulut kasar lo itu! Berisik! Berisik! Berisik! Berisik! Berisik!"

Joo langsung lari menuju kelasnya, ia terengah-engah sesampainya di kelasnya. Para siswa menengok kearahnya karena ia masuk kelas dengan keributan.

"Bisa-bisanya dia ngatain gue bego?!"

"Darimana saja kamu? Kelas sudah dimulai daritadi dan kamu baru masuk kelas?"

"Anu.. Tadi saya.. Dari toilet.. Ya dari toilet bu, maaf saya terlambat masuk kelas. Saya tidak akan mengulanginya lagi. Boleh saya duduk bu?"

Ani mempersilahkan Joo untuk duduk dibangkunya dan melanjutkan pelajarannya.

"Setelah kalian mencatat semua materi yang ada di papan tulis, selanjutnya kerjakan soal halaman 51 dibuku paket. Dikumpulkan hari ini juga."

Meskipun semua siswa mengeluh namun mereka tetap mengerjakan apa yang disuruh oleh Ani guru Sejarah mereka. Joo yang telah kembali duduk dibangkunya masih memikirkan kalimat yang diucapkan Ren tadi.

"Darimana aja lo? Yakin dari toilet? Gue sih nggak percaya."

"Emang lo kira gue darimana?"

"Firasat gue sih bilang kalau tadi lo nggak ke toilet."

"Gue mau tanya deh, anggap aja gue belum pernah kenal lo sama sekali dan tiba-tiba gue minta bantuan ke lo padahal lo nggak kenal gue, nah apa yang bakalan lo lakuin? lo bantuin gue atau nggak?"

"Yah dilihat dari keseriusannya minta tolong sih."

"Tuh orang nggak serius kan, oke nggak usah ditanggepin."

"Emang siapa?"

"Ah bukan siapa-siapa, orang paling nggak penting di dunia ini."

"Hati-hati tuh mulut ngomongnya yang bener, nanti orang itu bisa jadi yang spesial bagi hidup lo loh."

"No no no, impossible."

"Lo pada brisik banget! Eh Geo mendingan lo duduk sini gih sampingnya Joo, puas-puasin tuh ngobrolnya. Ganggu ngerti nggak sih!"

"Oke, sorry Sarah. Nggak akan brisik lagi deh." Geo bangkit dari bangkunya dan kini ia duduk dibangku Sarah.

Joo membuka lembaran buku tulisnya dan mencari halaman yang kosong untuk mengerjakan tugas yang telah diberikan. Sesekali Geo memperhatikan ekspresi Joo yang gelisah.

"Lo masih mikirin orang itu ya? Tuh kan gue bilang juga apa, pasti bakalan jadi orang yang spesial nih."

"Brisik lo! Gue nggak mikirin itu, lo nggak liat nih soal jawabannya panjang banget bikin males."

Geo hanya menganggukkan kepalanya, para siswa masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Begitu juga Joo yang terlalu memusingkan semua jawaban yang meski telah ia rangkum tetap saja jawabannya tidak berubah. Tetap banyak.

Setelah berjuang lama dan menulis jawaban yang serba panjang itu, akhirnya Joo selesai. Segera ia menyerahkan hasil tulisan tangannya yang cantik itu kepada Ani.

Seberapa kali Joo mencoba untuk meringkas jawabannya ia tetap tidak bisa, karena dalam pelajaran sejarah point apapun yang ada disitu semuanya penting. Joo meregangkan otot-otot tangannya yang telah kelelahan menulis.

Pelajaran Sejarah memang melelahkan tangan para siswa, jika jawaban tidak banyak atau hanya singkat-singkat saja, Ani tidak segan-segan akan mengurangi nilai sebanyak mungkin.

Joo keluar dari toilet, ia melewati lapangan basket. Sekilas ia melirik kearah tim basket unggulan SMA Bina Bhakti yang sedang latihan basket.

"Awas!!" bola basket telah menghantam keras kepala Joo, yang semakin pusing setelah menerima pelajaran yang begitu melelahkan. Gadis itu pingsan.

Semua siswa yang melihat kejadian tersebut berlarian mendekati tubuh Joo yang masih tergeletak dipinggir lapangan basket. Seorang siswa dari tim basket tersebut mengangkat tubuh Joo dan membawanya ke UKS.

Joo merasakan pening dikepalanya. Perlahan kedua matanya terbuka, ia melihat seorang pria tampan berada di UKS bersamanya.

"Gimana perasaan lo?"

"What? Perasaan apaan? Duh nih orang ganteng banget, nggak lagi mimpi kan ya?"

"Oh.. Baik kok. Gue kenapa ya?"

"Sorry banget tadi bola basketnya kena lo, sumpah gue bener-bener nggak sengaja. Lagian lo ngapain jalan dipinggir lapangan padahal disitu udah ada batasnya."

"Gue nggak liat, toh gue udah baikan kok. I'm fine, don't worry." Lelaki itu hanya tertawa mendengar perkataan Joo. Gadis itu juga tersenyum padanya.

"Lo dari kelas apa? Gue nggak pernah liat lo."

"Sebelas ruang satu. Gue juga belum pernah liat lo sebelumnya."

"Yakin lo nggak pernah liat gue? Kapten tim basket, cowok ganteng nih, semua cewek kenal sama gue.."

"Gila gila gila sombong banget nih orang, ngebet hits, pedenya selangit!"

"Sorry ya kalau gue nggak kenal sama lo. Gue baru disini."

"Oh jadi lo anak baru disini, oke gue Fadel. Dan lo?"

"Panggil aja Joo. Gue balik ke kelas duluan ya, makasih udah jagain gue di UKS. See you." Joo melambaikan tangannya kearah lelaki itu dan berlari kecil menuju kelasnya.

Sebelum ia sampai dikelasnya Ren berjalan menghampirinya, sontak Joo membalikkan badan dan berjalan kearah yang berlawanan dari kelasnya. Ren melihat langkah Joo yang tergesa-gesa langsung berlari menghampirinya.

"Lo menghindar dari gue?"

"Nggak! Emangnya siapa yang menghindar?"

"Oh ya? Kalau lo emang nggak menghindar dari gue sekarang lo mau kemana? Kan kelas lo disana."

"Bukan urusan lo gue mau kemana, suka-suka gue dong kan gue jalan pake kaki gue bukan pake kaki lo. Ribet banget jadi orang."

"Lo belum jawab pertanyaan gue tadi pagi."

"Terus? Denger ya, gue punya hak untuk nggak ngejawab pertanyaan lo dan lo nggak bisa maksain itu."

"Gue butuh banget bantuan lo, please. Gue mau lo jadi pacar gue, ya?"

Langkah Joo terhenti, Ren hampir menabrak gadis itu namun masih bisa ditahannya. Joo membalikkan badan kearah Ren. Dahi gadis itu berkerut pikirannya campur aduk.

"What?? No no.. Gue nggak salah denger? Jadi itu yang lo butuhin? Nggak, makasih gue nggak tertarik."

Joo melangkah pergi, namun Ren memegang tangan Joo dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Joo berusaha melepaskan pelukan Ren hingga akhrinya ia berhasil.

"Dari sekian banyak wanita disini yang suka sama lo kenapa harus gue? Please jangan ganggu gue lagi."

"Karena lo.. Baper ya? Muka lo sampe merah gitu. Hahaha.. Gue bercanda, ternyata lo keras kepala juga. Kayaknya bakalan susah meluluhkan hati lo."

"Muka gue merah karena gue marah, bukannya baper. Ih pede!" Joo melangkahkan kakinya cepat-cepat rasanya ingin segera menjauh dari Ren.

Suara tawa Ren mulai mereda saat ia merasakan sakit luar biasa pada kepalanya, penglihatannya mulai kabur bahkan ia tidak bisa melihat dengan jelas.

Kerutan pada keningnya semakin banyak, ia terlihat begitu kesakitan. Ren menyeret kakinya perlahan mencari sesuatu untuk berpegangan. Penglihatannya semakin memburuk dan akhirnya ia jatuh pingsan.

To be continued...

Our - Don't Forget Me (Completed)Where stories live. Discover now