Tikus Busuk (a)

7.8K 1.6K 162
                                    

Ujian Akhir Semester tinggal satu minggu lagi. Laporan target memang banyak yang masuk, tapi belum satupun yang dieksekusi. Selain menunggu voting, Underground Rascal juga harus mempersiapkan diri untuk ujian.

"Ail! Ssssst.... Ail, bangun!" Naomi memanggil cewek yang duduk di depannya dengan cara mendesis. Bel sudah berdering lima menit yang lalu, namun si Nona Es itu belum beranjak dari posisinya. "Ail, Bu Erlita udah dateng."

Naomi menusuk-nusuk punggung Ail dengan pulpen lantas cewek itupun bereaksi. Dengan sisa kantuk, ia menggeliat lalu merilekskan tulang-tulangnya. Mulutnya terbuka dan matanya digesek-gesek guna mengembalikan arwahnya yang tertinggal di tanah mimpi.

"Davan mana, Nom?" tanya Ail sambil menguap.

"Lagi ke toilet."

Ail tak menjawab lagi. Ia yang sudah lebih segar lekas meluruskan punggung. Bersamaan dengan itu Davan muncul dari pintu. Ia menginterupsi ucapan guru fisika yang hendak membuka jam pelajaran.

"Minggu depan sudah mulai ujian, ya," Bu Erlita bercuap setelah Davan duduk. "Karena sekarang pertemuan terakhir di semester ini, kita pake buat latihan soal aja, ya."

Bu Erlita adalah salah satu guru killer di SSHS. Semua ujarannya tak bisa ditukas. Jadi kalau hari ini ia mau latihan soal, maka semua murid harus latihan soal.

"Elektrika, bisa tolong Ibu?"

Ail mengiyakan lalu mendekatinya. Sebagai murid kesayangan, Ail tak keberatan jika harus membantu pahlawan tanpa tanda jasa ini. Karena itulah teman sekelasnya iri. Bu Erlita menganakemaskan Ail. Apa-apa Ail, ini-itu minta tolong pada Ail. Tapi apa mau di kata. Yang bisa mengimbangi Bu Erlita memang cuma Aila Elektrika Rivani.

Maksud mengimbangi di sini adalah tentang penyampaian materi. Kepintaran Bu Erlita yang bergelar magister memang tak boleh diragukan. Ia bahkan terpilih sebagai koordinator guru fisika di SSHS. Tetapi sayang, dalam penyampaian materi, semua murid setuju bahwa Bu Erlita kurang jelas.

Tulisannya ala-ala orangtua zaman dulu. Belum lagi guratannya itu tak terstruktur. Penurunan rumus yang ditulis di papan bagian tengah bisa tiba-tiba lompat ke ujung kanan bawah. Lalu setelah itu lompat lagi ke tengah atas. Musingin banget pokoknya! Prinsip guru itu adalah; selama ada spot kosong, di situlah ia menulis.

Dan karena itulah siswa-siswanya sering kelimpungan. Sedetik saja lengah—meskipun hanya untuk mengedipkan mata—maka jangan harap ke sananya bisa ngerti.

"Maaf, Bu. Kertasnya kurang," kecap Ail ketika kertasnya habis padahal belum setengahnya murid-murid menerima soal.

"Satu kertas buat tiga orang. Nanti ngerjainnya perkelompok aja."

"Kelompoknya bebas, Bu?" sahut salah satu murid.

"Bebas. Tapi pastiin semuanya ngerti. Nanti di akhir, Ibu acak siapa yang harus maju buat ngejelasin jawabannya."

Setelah Bu Erlita selesai bicara, keramaian langsung menguasai ruangan. Yang sudah mendapat anggota ribut karena perpindahan kursi, sedangkan yang belum mendapat kelompok ramai mencari bantuan.

"Ail, gue sama lo, ya?"

"Sama kita aja. Ada gue yang mau nulisin."

"Jangan, Ail! Mending sama gue aja. Lo mau apa aja, nanti gue beliin, deh."

Begitulah isi permintaan para murid yang belum mempunyai kelompok. Sasaran mereka memang Ail. Selain berotak, Ail pun tak segan untuk mengajari. Belum lagi penjelasannya itu mudah dicerna. Favorit bangetlah!

Ail mengabaikan ajakan mereka. Ketika ia duduk di kursi miliknya kemudian menghadap ke arah Naomi dan Davan, semua temannya langsung mengembus napas mangkel. Well, Davan dan Naomi yang beruntung!

Underground RascalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang